Page 23 - Majalah Berita Indonesia Edisi 60
P. 23
BERITAINDONESIA, 26 September 2008 23BERITA POLITIKDPRD, periode 2004-2009, yang terlibattindak pidana korupsi, tentu memberipelajaran bagi partai-partai untuk lebihketat menempatkan orang-orangnya dijajaran legislatif. Dan partai-partai tidaklagi memasang orang-orang mereka diparlemen untuk mengumpulkan “danaharam” partai.Kesiapan Parpol untuk mengikuti Pemilu, menurut mantan Ketua Umumpartai Golkar Akbar Tandjung, bisadiamati dari deretan calon anggota legislatif (Caleg) yang mereka ajukan atau calon presiden yang mereka persiapkan.Kualitas partai bisa diukur dari perekrutan para Caleg dan kepemimpinanpartai. “Idealnya, pola itu bisa diandalkanuntuk memajukan bangsa,” kata Akbarkepada pers (28/8). Memang paket undang-undang politik menetapkan perekrutan kepemimpinan nasional lewat jalurParpol. Karenanya, pola perekrutankepemimpinan Parpol menentukan perjalanan bangsa lima tahun ke depan.Logisnya, menurut Akbar, keberadaanParpol harus diperkuat. Sebab, demokrasidan bangsa ini akan menghadapi masalahbilamana partai politik tidak mampumenyiapkan pemimpin yang berkualitasdan bisa diandalkan. Tetapi Akbar tidakmengenyampingkan kemungkinan munculnya pemimpin dari jalur independen.Berbicara soal kepemimpinan bangsa,Pramono Anung, Sekjen PDIP, menghendaki pemimpin yang berkarakter, tidak terjebakpada politik pencitraan.“Jika hanya citra yang dikejar, bangsa ini tidak akanbergerak maju,” katanya.Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir seolah membalassindiran yang dikemukakandalam sebuah diskusi ketikamengatakan bahwa pemimpin lama harus memberijalan bagi para pemimpinbaru partai dan bangsa.Soetrisno yang acapkalimuncul dalam kampanye ditelevisi, berasumsi bahwapemimpin tak semestinyahanya melahirkan pengikut.Memang sebuah pemerintahan menuntut kepemimpinan seorang presidenyang berkarakter dan mendapat dukungan kuat dariDPR. Seperti halnya pemerintahan mantan PresidenSoeharto yang selalu didukung oleh kekuatan mayoritas di parlemen. Faktanya,pemerintahan koalisi yangdibentuk SBY-JK (Golkar,Demokrat, PPP, PKB, PAN,PKS, PBB dan PKPI) hanyalah kekuatan mayoritas rapuh yang kurang efektif. SBY-JK membentuk koalisilonggar di mana setiap partai pendukungseringkali berkiblat ke mana angin bertiup. Tidak semua kebijakan ekonomiyang diusulkan pemerintah memperolehdukungan solid dari DPR.Namun pemerintahan SBY-JK masihberuntung, karena Golkar ketika dipimpin Akbar berkoalisi dengan PDIP -menguasai dua per tiga kursi parlemen -berbalik haluan setelah dipimpin JK.Tinggal PDIP yang tetap kukuh menjadipartai oposisi, artinya tidak mendudukkan orang-orangnya di dalam kabinetSBY-JK. Bilamana koalisi tersebut tidakmati suri, maka pemerintahan SBY-JKakan benar-benar kesulitan menghadapikontrol ketat dari DPR. Sekarang, denganbasis kekuatan politik yang sangat minim, hanya didukung all out oleh partaiDemokrat, pemerintahan SBY tidakmampu berbuat banyak untuk mengentas kemiskinan, membuka lapangan kerjadan membangkitkan perekonomian disektor riil.Bercermin dari kenyataan tersebut, Golkar dan PDIP menggagas kembali sebuahkoalisi, meskipun masih sebatas wacana.Gagasan ini baru beredar di kalangan elitepartai, dalam dua kali pertemuan antaraSuryo Paloh dari Golkar dan TaufikKiemas dari PDIP, di Medan dan Palembang. Angan-angan tersebut belum berwujud jadi sebuah strategi bersama untukmemenangkan Pemilu atau pemilihanpresiden.Memang sulit mewujudkan koalisiantara kedua partai besar itu jika sematamata demi kekuasaan. Soalnya, Megawatitak mungkin menempatkan dirinya dibawah JK atau sebaliknya. Apabila koalisitersebut dimaksudkan untuk membentuksebuah pemerintahan yang kuat, demikemajuan bangsa dan kesejahteraanrakyat, maka salah seorang dari merekaharus ada yang legowo (berbesar hati)untuk menempati posisi kedua, tergantung hasil perolehan Pemilu.Namun sesuatu yang tak terduga bisaterjadi, karena hasil Pemilu legislatif tidakserta merta sejalan dengan hasil Pilpres.Jika fenomena Pemilu dan Pilpres 2004terulang, maka bangsa ini takkan pernahkeluar dari dilema lemahnya kepemimpinan presiden terpilih.Koalisi Golkar-PDIP, bilamana terwujud, juga merangsang partai-partailain, terutama partai-partai yang berbasisIslam untuk berkoalisi. Potensi koalisi bisamuncul dari PPP-PAN-PKB-PKS-PBBPBR-PMB dan partai-partai Islam kecil.Kenyataan ini pernah terjadi pada pemilihan presiden (tidak langsung) yangmemenangkan KH Abdurrahman Wahidyang didukung koalisi Poros Tengah danmengalahkan Megawati. Dalam pemilihanPilpres langsung Megawati kedua kalinyadikalahkan oleh SBY yang didukung partaikecil yang baru muncul, Demokrat. Dibawah kepemimpinan SBY, Demokratboleh jadi menggalang koalisi denganpartai-partai baru yang berhaluan kebangsaan dan non-Islam. Tetapi bukandengan partai-partai - Hanura dan Gerindra - yang menjagokan Wiranto danPrabowo Subiyanto sebagai calon presiden.Memang terlalu dini untuk mereka-rekapeta kekuatan di antara 38 partai nasionalyang terjun dalam Pemilu legislatif, April2009. Umar Juoro dalam artikelnya,Koalisi Politik Baik bagi Ekonomi (Kompas, 29/8), menulis bahwa dalam pemerintahan multi partai, “koalisi permanen”sejumlah partai akan menghasilkan dukungan kuat dari parlemen, sehinggapresiden bisa melaksanakan programekonomi dengan kabinetnya yang soliddan kompak. Sejumlah elite politik punmemandang “koalisi permanen” sebagaijalan yang efektif untuk menjamin kekompakan kabinet dan kelancaran pemerintahan. Tidak cukup dengan dukungansetengah hati, di mana partai-partaipendukung bebas berpihak atau tidakberpihak pada pemerintah.Bilamana koalisi menjadi satu-satunyapilihan untuk memperbaiki kesejahteraanmasyarakat dan kehidupan bangsa, kenapa tidak? SHkoalisi dalam Pemilu 2009