Page 31 - Majalah Berita Indonesia Edisi 76
P. 31


                                    BERITAINDONESIA, Mei 2010 31BERITA NASIONALbantu-pembantunya tersebut, serta mengikuti proses demokrasi yang terjadi diDPR, yakni putusan rapat paripurna DPRRI terkait penggunaan hak angket BankCentury.Makin lemahnya komitmen SBY terhadap pemerantasan korupsi, juga sudahterlihat dari sikap Presiden SBY yangtampaknya tidak senang pada aktivisantikorupsi. Contohnya, ketika peringatanHari Antikorupsi Sedunia, 9 September2009, SBY ketika itu menanggapinyadengan sedikit kecurigaan. Dia curiga adapihak-pihak yang akan menunggangi aksidan gerakan sosial yang sebenarnya murnimendukung pemberantasan korupsi. SBYjuga mencurigai, ada pihak-pihak yangakan mengorbankan rakyat demi menggoyang pemerintahannya.Ketika itu, SBY sepertinya panik. Padahal dalam pemahaman orang awam, SBYsebenarnya tidak perlu panik jika dirinyamemang seorang sosok antikorupsi yangkomitmen memberantas korupsi. Beberapa kalangan menyesalkan sikap danpernyataan SBY kala itu. Padahal, SBYjustru diharapkan ikut bergabung bersama masyarakat pada saat itu untukmenegaskan dan memastikan bahwadirinya antikorupsi, dan akan lebih seriusmemberantas korupsi.Terkait sikap Presiden SBY yang demikian, Transparency International Indonesia (TII) dalam rangka evaluasi kinerja100 hari kinerja KIB-II, akhir Januari2010 lalu pernah berpendapat, bahwakomitmen SBY tidak sebagus di pidatonya. Lebih lanjut disebut, di periode keduapemerintahan SBY, pemberantasan korupsi semakin keteteran.TII menyayangkan, dari 15 programunggulan dalam 100 hari pertama pemerintahan KIB II, tidak secara eksplisitmenjadikan pemberantasan korupsisebagai pilihan utama. Pemberantasankorupsi diminimalisasi dalam pemberantasan mafia hukum.Kekeliruan pilihan itu menurut TII bisasegera disaksikan bagaimana Program100 hari KIB II justru tenggelam olehlambannya respons pemerintah untukmenyelesaikan kasus konflik KPK danPolri dan masalah bailout Bank Century.Kejadian ini justru mengedepankan problem lama dari pemerintahan SBY yaituburuknya koordinasi dan sinergi antarakelembagaan pemerintah.Tidak ada respons cepat untuk menjawab persoalan nyata terhadap upayaupaya pelemahan KPK yang terus berlangsung, kami dapat menilai komitmenPresiden SBY dalam pemberantasankorupsi tidak sebagus isi pidatonya, tulisTII yang dipimpin Ketua Dewan PengurusTII Todung Mulya Lubis dan Sekjen TetenMasduki itu.Jadi kesimpulan TII, perhatian pemerintah dalam pemberantasan korupsi,baik korupsi dalam pembuatan kebijakandan implementasi kebijakan, selain cenderung melemah, juga memperlihatkankontroversi dan disorientasi di sana-sini.“Kami melihat isu pemberantasan korupsidi Indonesia lebih banyak dieksploitasiuntuk tujuan-tujuan populis, ketimbangsebagai langkah-langkah perubahan yangkonkrit dan terukur,” tulis TII.Sebelumnya, Todung juga menyebut,belakangan ini ada erosi komitmen pemberantasan korupsi yang seolah-olahditambal sulam dengan pembentukanberbagai tim. Mulai Tim Delapan (untukkasus kriminalisasi dua pemimpin KomisiPemberantasan Korupsi) sampai SatuanTugas Pemberantasan Mafia Hukum.“Pemberantasan korupsi hanya kegiatanyang sifatnya aksesori, pelengkap saja.Bukan core program (program inti),”katanya saat itu.Kaukus Anti-Korupsi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) juga menilai pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah masih sebatas retorika dan wacana.Pemerintah tidak terlihat solid dansetengah hati dalam menjalankan salahsatu agenda reformasi itu. Buktinya,kelembagaan KPK terus dipreteli. KetuaKaukus Anti-Korupsi DPD, I WayanSudirta mengatakan, komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi hanyasebatas pernyataan. Kenyataannya, pemerintah justru memperlemah KPK.Pusat Kajian Antikorupsi (PuKATKorupsi) Fakultas Hukum UniversitasGadjah Mada (UGM) Yogyakarta bahkanmenilai kinerja pemerintahan SusiloBambang Yudhoyono (SBY)-Boedionodengan nilai D karena dianggap tidakmemiliki kebijakan strategis dan terencana di bidang pemberantasan korupsi.“Kebijakan yang muncul di era pemerintahan SBY-Boediono justru hanyakebijakan insidental. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang sekarangtidak memiliki orientasi jangka panjangdalam memerangi korupsi di Indonesia,”kata Peneliti PuKAT Korupsi Hifdzil Alimdalam pemaparan Evaluasi 100 HariPemerintahan SBY-Boediono, Februari2010 lalu.Sebelumnya, Zainal Arifin Mochtar dariPuKAT Korupsi juga mengatakan bahwakinerja pemerintah dalam pemberantasankorupsi dalam lima tahun terakhir masihbanyak ditemukan kebijakan yang justrumelemahkan upaya pemberantasan korupsi. “Tidak sedikit kebijakan pemerintah yang justru menggembosi langkahpemberantasan korupsi itu sendiri. Lihatsaja dari pernyataan yang dikeluarkanoleh Presiden SBY mengenai kewenanganKPK yang dianggapnya terlalu besar,upaya BPKP mengaudit KPK, serta rivalitas KPK vs Polri,” ujar Zainal ArifinMochtar, September 2009 lalu.Demikian gambaran sebagian pendapatpublik terhadap pemerintahan sekarangini terkait pemberantasan korupsi belakangan ini. Diakui, memberantas korupsitidaklah semudah membalikkan telapaktangan. Namun, langkah apa pun yangdilakukan, hendaknya ada gambaranpeningkatan prestasi pemberantasankorupsi melalui peningkatan jumlah kasuskorupsi yang terbongkar, sebaliknya adapenurunan tindak korupsi yang terjadi.Namun yang terlihat belakangan ini,upaya melawan korupsi seperti menemuijalan buntu. Remunerasi dilakukan diberbagi instansi, namun tindak korupsimalah terjadi di lingkungan yang sama.Alih-alih mengharapkan kepolisian dankejaksaan untuk memberantas korupsi,instansi tersebut justru melakukan korupsi yang terbesar.Jika tahun-tahun silam korupsi banyakmerebak di lingkungan legislatif, belakangan ini maraknya di lingkungan eksekutif. Karena itu, kini keputusan ada di tanganPresiden SBY. Jika tidak ingin kasus sepertibelakangan ini terus berlangsung, presidenhendaknya lebih tegas memegang komitmennya memberantas korupsi.Kepada seluruh masyarakat Indonesiajuga diharapkan agar terus menyatukanpemikiran, pemahaman, dan tekad untukmengawal pemerintah dalam melawankorupsi. „ MS
                                
   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35