Page 7 - Majalah Berita Indonesia Edisi 04
P. 7


                                    Geliat bahan bakarminyak mengguncangpanggung ekonomi danpolitik. Gelombangprotes datang daripelbagai kalangan, demo merebak dibanyak daerah. Jika gejolak ini tidakditangani secara hati-hati danbijaksana, bisa berujung padagangguan keamanan dan stabilitasnasional.Gejolak tersebut dipicu olehkeputusan Presiden Susilo BambangYudhoyono (SBY), 1 Oktober;menaikkan lagi harga BBM.Langkah SBY didukung oleh di DPRdengan suara—8 fraksi setuju, 1fraksi menolak dan 1 fraksi abstain.Kenaikan tersebut kedua kalinyatahun ini, menyusul langkah serupa,1 Maret, empat bulan setelah SBYmemerintah. Hanya SBY yang tahukenapa dipilih tanggal yang sama.Yang jelas kenaikan tersebutmenyeret sektor transportasi,industri, bisnis dan rumah tangga.Lantas menjalar ke hampir semuasektor kehidupan.SBY, paling tidak, punya duaalasan pokok ketika memutuskankebijakan tersebut.Pertama, beban defisit APBN2005 sampai semester dua terusmenganga, karena itu subsidi BBMharus dipangkas. Kedua, APBN2006 harus dibungkus rapat daripengaruh lonjakan harga minyakdunia, diperkirakan antara 60sampai 70 dolar per barel (d/b) ataulebih.Benarkah geliat BBM hanyaterkait dengan defisit anggaran danlonjakan harga minyak dunia?Sebaiknya kita uji dengan faktafakta berikut ini.Fakta pertama:Subsidi BBMmeningkat dari tahun ke tahunseiring dengan kenaikan hargaminyak dunia dan lonjakankonsumsi di dalam negeri.Sepanjang pemerintahan PresidenMegawati, subsidi BBM bergerakantara Rp 15 triliun sampai Rp 19triliun karena harga minyak duniarelatif stabil antara 24 sampai 30 d/b. Tetapi di ujung pemerintahanMega, Oktober 2004, harga minyakdunia tiba-tiba menukik sampaimenembus angka di atas 50 d/b.Fakta kedua:Ketika SBY mulaimemerintah (21 Oktober), hargaminyak dunia terus menukik,pernah menyentuh angka 70 d/b,meskipun segera turun antara 62-65d/b. Subsidi BBM melonjak,memperparah defisit APBN-2005,semester I menganga pada angka Rp78 triliun. Pada semester II lajukenaikan defisit ingin distop padaangka Rp 89,2 triliun. Karena itu,harga BBM harus dinaikkan.Artinya, pemerintahan SBYmenyerahkan beban defisit padapundak rakyat.Fakta ketiga:Kemampuanproduksi minyak Indonesia terusmerosot dari 1,5 juta kurang dari 1juta b/h. Dalam APBN-2006,pemerintah mematok produksi1,075 juta b/h. Ini tidak akan banyakberarti untuk memperbaiki kinerjaekspor sekitar 350.000 b/h. Artinya,pemerintah gagal menangkapwindfall harga minyak dunia.Paling-paling yang bisa dilakukan,bertahan pada batas kuota eskporterendah OPEC. Ironisnya,pemerintah harus mengimpor 29juta barel minyak mentah danolahan sebulan dengan harga pasardunia. Kesenjangan produksi dankonsumsi—1,075 juta berbanding1,115 juta b/h.Fakta keempat: Sektor industridan rumah tangga sangat terpukuloleh kenaikan tersebut, karenasemua harga, terutama bahan bakar,transportasi dan barang-barangkebutuhan pokok, ikut naik. Bagisektor industri, PHK tentu hal yangMELEPAS BELENGGU BBMVISI BERITAtak terhindarkan. Di sektor rumahtangga, puluhan juta keluargaberpenghasilan di batas kebutuhanpisik minimum, dan 15,6 juta RTM(rumah tangga miskin) akan sangatterhimpit dampak kenaikan,meskipun setiap RTM menerimadana kompensasi Rp 100.000.Fakta kelima: Pemerintahbelum melakukan apa-apa agar bisamelepaskan diri dari ketergantungan yang sangat tinggi padaBBM. Sedangkan penghematanBBM masih bergerak di lingkunganyang sangat terbatas. Sementarapenyelundupan BBM terus berjalan.Bertolak dari fakta-fakta tersebut,maka yang bisa disarankan, susunkebijakan enerji jangka panjang;mencakup peningkatan produksiminyak, penghematan konsumsiBBM dan pengembangan bahanbakar alternatif (BBA) yang bisadiperbaharui.Indonesia mesti kembali sebagaianggota yang disegani di OPEC,dengan kemampuan produksi danekspor yang cukup tinggi. Tentudengan meningkatkan produksi,paling tidak kembali ke angka 1,5juta b/h. Sedangkan penghematan,bisa lewat tiga cara; alihkantransportasi umum jarak jauh dansedang ke kereta api, kurangi peranbus dan truk; batasi pemilikankendaraan pribadi; dan pengalihanbertahap pemenuhan kebutuhanbahan bakar sektor transportasi,industri dan rumah tangga ke BBA.Berbagai uji coba menunjukkanBBA serupa bensin dan solar bisadiolah dari tetes tebu, singkong,jagung, jarak dan kelapa sawit.Kegiatan ini menyerap jutaan petanidan pekerja. Dana yang dibagi-bagike RTM, sebesar Rp 15,6 triliun, bisauntuk membiayai pembangunanpabrik dan kebun BBA. Juga sumberBBM dari fosil akan habis 10-15tahun lagi.Hanya dengan cara-cara tersebut,penghapusan subsidi BBM mendatang tidak akan banyak berpengaruh pada sektor transportasi,industri, bisnis dan rumah tangga.Geliat BBM tidak lagi terlalu kentaldengan aroma politik.■BERITAINDONESIA, Oktober 2005 7
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11