Page 12 - Majalah Berita Indonesia Edisi 36
P. 12
12 BERITAINDONESIA, 26 April 2007BERITA TERDEPANLupakan Saja LaptopTak ada lagi pembagian laptop cuma-cumauntuk 550 anggota DPR. Artinya, kalaumau jadi anggota Dewan yang beken danbergengsi, silakan beli sendiri.oleh percaya, bolehtidak. Jika dimintabeli sendiri, meskipun sudah disediakan anggaran Rp 21 juta perunit, setiap anggota Dewanmungkin takkan membeli laptop semahal dan secanggih itu.Paling-paling seharga Rp 7 jutasampai Rp 10 juta per unit.Rencana tersebut secara keseluruhan bisa menghamburkan uang negara Rp 12,1 miliar—sebagian besar dikutipdari pajak rakyat.Selain sebagai perangkatkerja, laptop alias komputerjinjing canggih bisa memberihiburan, misalnya untuk videogame,menonton film ataumendengar musik. Jika dihubungkan dengan internet, bisauntuk chatting, bahkan melongok situs porno. Syukur, pimpinan DPR bertindak lebih arifdan bijaksana, karena mendengarkan kata hati dan katamulut rakyat. Keputusan pembatalan diambil dalam sebuahrapat darurat para pimpinanDewan, mengabaikan tenderpengadaan laptop oleh Sekretariat Jenderal DPR. Sejauhini, tak seorang pun anggotaDewan yang keberatan.Ketua DPR Agung Laksono,meluruskan pernyataannyaterdahulu, “laptop penting karena akan mendongkrak kinerja anggota Dewan,” meminta sikap hemat DPR inijuga diterapkan pada lembagaeksekutif, yudikatif dan lembaga-lembaga negara lainnya.“Penghematan itu jadi kewajiban bersama,” kata Agung usairapat darurat tersebut.Memang kalau dibandingkan dengan anggaran pemerintah, anggaran DPR tidakada apa-apanya, hanya 0,32Úri total APBN. Misalnya,perjalanan dinas petinggi pemerintah seperti yang disorotoleh Wakil Ketua DPR ZaenalMa’arif. Dia menunjuk pembiayaan sekali perjalanan Presiden ke daerah yang menghabiskan tak kurang Rp 1 miliar. Apalagi biaya perjalanankeluar negeri.Sebenarnya pengadaan laptop sudah disetujui oleh BURT(Badan Urusan Rumah Tangga) DPR setahun lalu. Bolehlahsurat penolakan fraksi PDIPyang beranggotakan 109 legislator, sebagai wujud keprihatinan pada kesulitan rakyat,tentu ini tidak lepas dari langkah untuk menaikkan pamorpartai. Selain PDIP, ada tigafraksi besar—PKS, PPP danPAN—yang menolak pembagian laptop. Kalau bukan karenamotivasi politik, penolakanmereka semestinya dilakukansebelum BURT mengambilkeputusan setuju.Sekretaris Jenderal PDIPPramono Anung masih sempatberbasa-basi, menghargai pimpinan DPR yang disebutnya,“dengan hati nurani mereka,berani membatalkan kebijakanpengadaan laptop.” Dia masihmembela korpsnya (DPR) bahwa reformasi birokrasi tidakcukup oleh legislatif saja, tetapiharus juga dilakukan oleh pihakeksekutif, karena anggarannyajauh lebih besar.Membalut BorokBoleh jadi pembatalan pengadaan laptop bisa sedikitmendongkrak citra DPR yangtercemar di mata rakyat. Tetapi banyak yang menanggapinya dengan sinis, “sekadarmembalut borok.” Kisah berlumur duit yang menimpa paraanggota Dewan. Belum redakasus laptop, DPR merencanakan sepuluh delegasi keluar negeri yang menelan anggaran Rp 19,7 miliar.Misalnya, pengakuan mantan Menteri Agama Said AgilHusein Al-Munawar yang dijatuhi hukuman 5 tahun penjaralantaran menyelewengkan Dana Abadi Umat (DAU) puluhan miliar rupiah. Memangtidak semuanya digunakanAgil Said untuk memperkayadiri, sebagian mengalir juga kesejumlah anggota DPR untukuang saku ibadah haji danperjalanan keluar negeri.Nasib sial Said Agil jugadialami oleh mantan MenteriKelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri yang sekarangduduk di kursi tersangka pengadilan khusus Tipikor. Anggota Komisi III DPR (periode1999-2004), I Made Urip mengaku kepada Kompas (25/3),kecipratan dana DKP yangdikumpulkan Rokhmin.Menurut Made, anggotafraksi PDIP, setiap pimpinandan anggota Komisi III pernahmenerima uang THR dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Made sekaranganggota Komisi IV, juga membidangi kelautan dan perikanan. Ketika menjadi anggotaKomisi III, Made menerimauang transpor Rp 1 juta setelahmembahas RUU dari pagisampai malam.Soal bantuan tunjangan hariraya (THR) dari DKP untukanggota Komisi III, semulamuncul dari kesaksian petinggi DKP Asep Djembar didepan sidang pengadilan Tipikor. Menurut Asep, Komisi IIIpernah menyurati DKP agardiberi dana THR 2002. DKPmeluluskan permintaan Komisi III, diambil dari danayang dikumpulkan DKP daripara pengusaha mitra.Sumbangan THR tersebutsebesar Rp 164 juta untuk 56anggota Komisi III. Mademembenarkan kesaksian Asep,uang itu dibagi-bagi di antarapara pimpinan dan anggotaKomisi III. Dia sendiri hanyamenerima pembagian sebesarRp 1 juta. Kata Made, pimpinan komisi memperoleh bagianpaling besar. Tidak hanya uangtranspor dan THR yang mereka terima, tetapi juga uangrapat dan uang saku kunjungan kerja ke daerah.Namun hal ini disangkaloleh Awal Kusumah, pimpinanKomisi III, saat itu. Awal, darifraksi Golkar, menyangkalkomisinya pernah mengirimsurat permintaan dana THR keDKP. Sebab, katanya, suratkeluar harus melalui pimpinanDPR, bukan pimpinan komisi.“Aneh juga kalau terjadi halseperti itu,” kata Awal sepertidikutip Kompas, “mungkin itulobi perorangan.” Namun Asepbersikukuh mengeluarkan dana THR tersebut.Ini sebenarnya bukan faktabaru tentang keterlibatan anggota DPR dalam kasus penyelewengan uang negara. Misalnya, tindak pidana korupsi diKomisi Pemilihan Umum(KPU) mengaitkan nama anggota Dewan Abdullah Zaini.Aliran dana KPU ke Zaini,menurut rekaman Kompas,mencapai Rp 100 juta.Fakta-fakta tersebut memunculkan pertanyaan anehyang ditujukan kepada DPR,“bagaimana DPR melaksanakan wewenang anggaran danpengawasan?”Teras Narang, mantan anggota Panitia Anggaran DPRyang kini menjabat GubernurKalimantan Tengah, memberipengakuan jujur kepada majalah Tokoh Indonesia, “Sayaterpaksa mengundurkan dirikarena tidak tahan menghadapi gempuran ajakan kolusiuntuk menggelembungkananggaran di departemen danpemerintah daerah.” SHBilustrasi: dendy