Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 50
P. 5
BERITAINDONESIA, 22 November 2007 5V ISIBERITASosialisasikan HAKIerbagai kasus pencaplokan hak cipta dan patenberbagai produk dan lagu rakyat Indonesia, diantaranya lagu Rasa Sayange yang dicaplok olehMalaysia, telah menggugat kesadaran bangsa Indonesia untuk melindungi kekayaan intelektual, produk danbudaya bangsanya dengan cara mematenkan.Pemerintah sangat lamban, kurang peduli, bahkan sering kalialpa, dalam melindungi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)bangsa ini. Sosialisasi pendaftaran HAKI nyaris tak pernah terdengar. Jangankan berupaya menyosialisasikan, malah terkesancenderung mempersulit. Pemeo buruk birokrasi (Jika bisadipersulit mengapa dipermudah?) terasa bangat di negeri ini.Selain lagu Rasa Sayange, yang merupakan lagu rakyat Indonesia (Maluku), yang belakangan dijadikan jingle iklan promosiwisata Malaysia dan telah dipatenkanpemerintah Malaysia, masih banyak lagihak cipta bangsa Indonesia yang dicaplokpihak lain. Di antaranya lagu rakyatBetawi, Jali-Jali telah dicaplok (diklaim)sebagai lagu dari Langkawi, Malaysia.Alat musik angklung yang khas tanahPasundan juga diklaim sebagai paten milikMalaysia. Tempe, makanan khas Indonesia, dipatenkan oleh Jepang (enam paten)dan AS (13 paten). Demikian pula denganBatik dipatenkan oleh AS dan sebagainya.Atas berbagai pencaplokan HAKI itu,kita berulangkali sejenak, hanya sejenak,seperti kebakaran jenggot. Berteriak-teriakdan mencaci-maki, sejenak. Selepas itudiam seribu basa, tidak melakukan apaapa lagi, selain sesekali hanya mengeluh.Tidak ada upaya nyata, terutama olehpemerintah, untuk mencegah terulangnya pencaplokan HAKIbangsa ini oleh bangsa lain. Pemerintah sangat lemah dalamupaya melindungi HAKI bangsa ini.Memang, masalah perlindungan HAKI bukanlah sematamata menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi pemerintahsangat memegang peranan strategis dan menentukan. Sehinggadalam kesempatan ini, kita patut lebih menyoroti kekurangsiapan pemerintah untuk melindungi HAKI rakyatnya sendiri.Pemerintah sangat lemah dalam menyosialisasikan HakKekayaan Intelektual (HKI) yang sering pula disebut sebagaiHak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), atau Hak MilikIntelektual, dan merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR). HKI berasal dari hasil kegiatan kreatif suatukemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepadakhalayak umum dalam berbagai bentuk, yang memiliki manfaatserta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, sertamempunyai nilai ekonomis.Hukum kekayaan intelektual di Indonesia diatur ke dalamdua bentuk, yaitu Hak Cipta dan dan Hak Kekayaan Industri.Hak Kekayaan Industri terdiri atas Paten, Merek, DesainIndustri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang,dan Varietas Tanaman.Hak Cipta, sesungguhnya ciptaan tidak wajib didaftarkankarena pendaftaran hanya alat bukti bila ada pihak lain inginmengakui hasil ciptaannya di kemudian hari. Hak Cipta fokuskepada bidang pengetahuan dan seni dan masa berlakunya hakcipta ini sampai si pencipta meninggal dunia dan 50 tahunsetelah pencipta meninggal dunia. Dasar hukum Hak Ciptaadalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dasar hukumHak Kekayaan Industri adalah Undang-Undang Nomor 14Tahun 2001 Tentang Paten, yang antara lain memberi jangkawaktu paten selama 20 tahun, dan 10 tahun untuk patensederhana.Implementasi undang-undang hak cipta di Indonesia harusdiakui belum sepenuhnya membumi. Banyak warga masyarakat yang masih awam terhadap undang-undang ini, termasukdi kalangan musisi, pencipta lagu, budayawan dan pekerja senilainnya.Selain sosialisasi HAKI yang lemah, birokrasi pendaftarannya juga masih terasa dipersulit. Pelayanan pendaftaran HAKImasih sangat jauh dari memadai. Pemberian sertifikat hak ciptakepada Presiden SBY pada saat peluncuran albumnya RinduPadamu, Senin, 29 Oktober 2007 lalu, suatu hal yang sangatbaik, bila juga dilakukan kepada semua orang pencipta lagu.Pemerintah sangatlah bijaksana bilalebih proaktif dengan melakukan ‘jemputbola’ dalam menyosialisasikan memberikan sertifikat Hak Atas KekayaanIntelektual (HAKI). Para pemilik HAKIjuga perlu mengikuti langkah Presiden SBYyang secara aktif mendaftarkan sejumlahlagu gubahannya untuk mendapatkan hakcipta.Pemerintah sebenarnya, tahun lalu,dengan Keputusan Presiden, telah mengukuhkan tim nasional perlindunganatau penanggulangan pelanggaran hakcipta. Tujuannya bukan hanya sekadaraspek hukum yang ditegakkan. Tapi lebihdari itu, pendekatan-pendekatan budaya,pendekatan sosial, pendekatan ekonomijuga harus menyertai ekonomi kreatif yang tengah dikembangkan bangsa ini.Perlindungan hukum karya-karya cipta hak intelektual parabudayawan dan seniman Indonesia juga telah dilakukanditandai dengan ditandatanganinya naskah kerja sama antaraDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata dan DepartemenHukum dan Hak Asasi Manusia, belum lama ini. Menyusulpenandatanganan itu, Menteri Koordinator Politik danKeamanan Widodo AS pada Kamis (25/10) siang, juga telahmengumpulkan pihak terkait yang berhubungan dengan hakkekayaan intelektual. Pemerintah kini tengah menginventarisirberbagai produk barang, makanan, serta karya lainnya untukdidaftarkan dan dipatenkan oleh negara.Selain perlunya peningkatan pelayanan birokrasi dalam halpendaftaran HAKI, biaya yang masih relatif mahal juga menjadisalah satu masalah. Sepereti diakui Dirjen HAKI, DepkumhamAndy Noorsaman Sommeng, untuk mematenkan sebuah hasilkarya cipta memang harus mengeluarkan biaya yang tidaksedikit. Prosedurnya sebenarnya tinggal datang ke kantorDirektorat HAKI Depkumham untuk mendaftarkan denganmembuat draf paten.Namun banyak orang yang mengeluh bahwa permohonanpendaftaran paten memakan waktu yang lama. Sesuai denganketentuan undang-undang saja, dibutuhkan 36 bulan untukbisa mendapatkan hak paten. Itu pun termasuk waktu yangpaling cepat. Biayanya pun terhitung mahal untuk ukuranmasyarakat di Indonesia. Kurang-lebih sampai batas perlindungan itu bisa mencapai Rp 50 juta, untuk jangka waktu20 tahun. Bilustrasi: dendy