Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 57
P. 5


                                    BERITAINDONESIA, 19 Juni 2008 5V ISIBERITArisis pangan global mulai mengancam. Kelangkaan pangan terjadi akibat tanah semakin kurangsubur, perubahan iklim dan cuaca buruk (tidakkaruan) serta semakin bertambahnya lahan untuktanaman yang menghasilkan bahan bakar bio. Sementara,permintaan pangan terus meningkat, maka meroketlahkenaikan harga pangan. Harga pangan mahal, suatu fenomena yang belum pernah terjadi di dunia pertanian. BagiIndonesia, hal ini sebuah tantangan sekaligus peluang.Menurut Bank Dunia, akibat menurunnya panen, harga bahan pangan seperti gandum,beras dan jagung naik secarakeseluruhan mencapai 83 persen dalam tiga tahun terakhir,khususnya beras naik 200 persen. Bahkan Berita Indonesiamencatat dalam beberapa tahun terakhir terjadi lonjakanharga beras dari 165 dollar ASper ton tahun 2002 menjadi330 dollar AS tahun 2007 danmencapai rekor 1000 dollar ASsaat ini. International Rice Research Institute (IRRI) memperkirakan kenaikan hargamasih akan berlanjut hingga2010 dan perlu waktu 5-10tahun untuk mencapai tingkatkestabilan harga.Akibatnya terjadi kepanikan, protes bahkan kerusuhandi sejumlah negara. Ada pemerintah yang panik meningkatkan impor, sebaliknya adanegara yang menghentikanekspor beras. Kepanikan itusemakin memperburuk situasi. Kepanikan tidak begitu terasa di Indonesia. Walaupunkekuatiran akan adanya krisispangan di Indonesia sempatmuncul sehubungan fenomena banjir yang melanda sebagianwilayah Indonesia, terutama di sentra-sentra produksipangan. Tapi pemerintah bahkan sempat cukup pede mewacanakan ekspor beras tahun ini. Walaupun akhirnya ditundasetelah mendapat kritik dan protes dari beberapa pihak.Dalam kondisi harga pangan, terutama beras, yang melambung tinggi di pasar global, pemerintah mengeluarkanInstruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2008 tentangKebijakan Perberasan, yang berlaku mulai 22 April 2008. Dalam Inpres itu ditetapkan HPP (harga pembelian pemerintah)untuk gabah kering panen di tingkat petani naik 10 persen,yaitu dari Rp 2.000 per kilogram menjadi Rp 2.200. Jugamenaikkan harga gabah kering giling di gudang Bulog dariRp 2.600 per kg menjadi Rp 2.840, atau meningkat sekitar9,23 persen. Serta harga beras di gudang Bulog dari Rp 4.000per kg menjadi Rp 4.300.Inpres Nomor 1 Tahun 2008 merupakan policy perberasanpemerintah teranyar, yang bila dicermati kebijakan itu lebihbias pada kepentingan konsumen daripada petani. SebabPolitik PerberasanK kenaikan HPP gabah dan beras itu kurang mampu meningkatkan daya beli petani. Para petani menilai, selain besarankenaikan HPP terlalu rendah, juga sangat terlambat. Sebaiknya HPP ditetapkan jauh sebelum panen raya, idealnya saatmusim tanam. Kebijakan ini hanya menguntungkan bagi pedagang dan tengkulak.Pemerintah memang diperhadapkan pada posisi yangharus lebih cerdas dan berani dalam mengambil kebijakanmengenai perberasan ini. Di tengah fenomena harga pangandunia yang makin naik diperhadapkan dengan makin bertambahnya jumlah pendudukmiskin di Indonesia, sertakenyataan mayoritas (75%)petani hanya petani gurem(kepemilikan lahan kurangdari 0,5 hektar) dan buruhtani yang net comsumer (mengonsumsi lebih banyak daripada yang dihasilkan), mengisyaratkan bangsa dan negaraini membutuhkan pemimpinyang tidak sekadar pandaiberwacana dan berpidato.Negeri ini membutuhkanpemimpin yang memiliki visidalam pengambilan kebijakan yang menempatkan petani sebagai sentral dan memiliki keberanian menjalankanreformasi agraria. Politikketahanan pangan denganvisi dan keberanian seperti inisangat mutlak, apalagi padaera berakhirnya beras murahyang sudang menjadi fenomena hari ini.Politik ketahanan pangan,tidak cukup hanya dengan pengaturan harga yang biaspada kepentingan konsumenserta upaya peningkatan produksi hingga mencapai surplus. Tetapi, harus dibarengidengan reformasi agraria yang menempatkan petani sebagaisentral. Hal ini mutlak, bukan hanya karena mayoritaspenduduk Indonesia petani dan buruh tani, tetapi juga karenasektor pertanian sangat berperan penting dalam mengatasikemiskinan, penyediaan lapangan kerja, serta penopangpenting stabilitas makroekonomi.Zaman harga beras murah sudah berakhir dan harga berasmahal adalah sebuah peluang. Politik perberasan nasionaldituntut menjawab tantangan dan peluang ini. Sebagai negaraagraris yang subur dan luas, tantangan dan peluang inisepatutnya dijawab sebagai momentum kebangkitan bangsaini.Sementara ini, jawaban untuk tantangan dan peluang inibelum tercermin dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2008 tentangKebijakan Perberasan. Selain hal tersebut di atas, Inpres inibelum mencerminkan adanya gelora nyali untuk menjadikanbangsa ini menjadi eksportir utama produk pangan tropis.Kita masih belum malu jadi importir pangan terus. Q
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10