Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 67
P. 5


                                    BERITAINDONESIA, 16 Mei - 15 Juni 2009 5V ISIBERITAkarikatur: dendyRiuhnya Koalisierasa sangat melelahkan melihat riuhnya dinamikakomunikasi politik yang dipertontonkan para elitpartai dalam dua bulan terakhir ini. Merekamelakukan manuver dan komunikasi politik yangamat riuh. Terkadang malah menjengkelkan lantaran merekamaju-mundur penuh sandiwara, sindir-menyindir danancam-mengancam. Ditambah lagi dengan pertikaian internal partai. Syukur, akhirnya proses koalisi antarparpol itu punberakhir untuk memenuhi targetwaktu yang ditentukan KPU.Memang, riuhnya proses kesepakatan pembentukan koalisi itu,tidaklah harus dipandang sebagaisuatu hal yang menjengkelkanatau buruk. Proses komunikasipolitik itu bisa juga dimaknai sebagai suatu proses pembelajaranpolitik, baik bagi para politisi itusendiri maupun bagi publik.Karena dengan menyaksikandan membaca tingkah-polah parapolitisi itu, publik tahu dan akhirnya memiliki pengetahuan ataulandasan penilain mana yang baikdan mana yang buruk. Sehinggapublik makin mengenal watak, jatidiri, integritas, komitmen dansikap para politisi dan partainya.Dengan demikian bisa terpandudalam menentukan pilihan padaPilpres 8 Juli mendatang.Memang, jika menyaksikanlakon para politisi itu dalam dinamika komunikasi politik dalamrangka membangun kerjasama politik (koalisi) Pilpres pekanpekan terakhir ini, amat tampak telanjang bahwa masihbanyak politisi negeri ini yang belum juga beranjak dewasa.Walaupun tidak sekanak-kanak perangai taman kanak-kanak,sebagaimana pernah diistilahkan oleh Gus Dur. Tetapi paling tidak masih tampak kurang dewasa. Misalnya, masih adayang suka ancam-mengancam maju-mundur, merengek, danmutung, manakala keingiannya tidak terpenuhi atau karenakurang merasa dihormati dalam penyampaian informasikeputusan politik. Namun, ketika dibelai, dibujuk rayu, dandisanjung langsung memuji-muji dan saling berpelukan dancium-mencium.Sebaliknya, ada pula yang selalu menyatakan diri palingsantun dan sopan berpolitik, tetapi mengambil keputusansecara sepihak tanpa lebih dulu mengajak mitra koalisinyaberembuk. Kurang menempatkan mitra koalisinya dalamposisi sepadan dan setara, tetapi seakan menempatkannyasebagai subordinasi partainya.Hal ini paling tampak terlihat, ketika SBY, Capres PartaiDemokrat memberitahu pilihan calon pendampingnya,Boediono, kepada partai-partai yang sebelumnya menyatakandiri berkoalisi dengan Partai Demokrat. Para petinggi partaiitu bereaksi keras, mengancam akan hengkang, membentukkoalisi alternatif bahkan segeramendekat dengan koalisi lainnya.Mula-mula mereka menudingSBY terlalu sombong, terlalu percaya diri dan tak memenuhi etikakomunikasi politik. Kemudian,merengek mengatakan pilihanatas Boediono itu tidak mencerminkan perpaduan nasionalisrelijius (Islam). SBY dan Boedionotidak dianggap sebagai seorangmuslim yang taat (relijius), tidakpantas disebut merepresentasikanumat (Islam).Mereka menganggap SBY terlalu percaya diri dan medikte. Tetapi sebaliknya mereka tidak pernah merasa juga ingin mendikteSBY. Padahal, publik menyaksikan bahwa SBY dan Partai Demokrat, tidak pernah terlihatkasak-kusuk mengajak merekaberkoalisi. Melainkan merekalahyang datang menawarkaan diridan Partai Demokrat mengatakanselalu membuka pintu kepadapartai mana pun yang ingin ikut bergabung.Selain itu, SBY juga sebelumnya sudah menyatakan koalisiakan dibangun berdasarkan platform, bukan ideologi partai.Dan, partai-partai itu pun sudah menyepakati dan sering kalimenyatakan niatnya berkoalisi dengan SBY bukan sematamata untuk ikut bagi-bagi kursi kekuasaan tapi demikemaslahatan bangsa.Tapi, ya, itulah proses dinamika politik, yang bisa kitajadikan sebagai pembelajaran politik, untuk meningkatkankedewasaan politik ke depan. Berbeda pendapat tentulahsebuah keniscayaan dalam berdemokrasi. Tetapi hendaklahdalam tataran prinsip, jati diri dan komitmen partai, tidaksekadar karena sebuah kehormatan berkomunikasi ataukepentingan pribadi dan golongan yang sempit.RedaksiT
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10