Page 66 - Majalah Berita Indonesia Edisi 72
P. 66


                                    66 BERITAINDONESIA, November 2009BERITA LINGKUNGANPilih Hutan KotaAtau Beton?Berkaitan dengan isu pemanasan global (global warming),pembangunan gedung beton di kota-kota kini menjadisalah satu penyumbang pemanasan bumi di sampingpembabatan hutan.edung-gedung di kota, baikyang berbentuk horizontalmaupun vertical, pada intinyamemberi dampak kerusakanlingkungan apabila para pengelola tidakmemerhatikan keseimbangan lingkungan,baik dalam penyediaan lahan hijau maupun pemanfaatan air tanah. Kerusakanakan semakin cepat jika hal ini tidakdiatur dengan jelas oleh undang undangatau peraturan lain. “Kota merupakandaerah yang didominasi oleh bangunangedung. Kalau bangunan itu tidak kitaatur, maka kota akan menjadi semakintidak teratur, sementara sumber dayaalamnya terkuras untuk membangun,” demikian kata Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Cipta Karya, AntoniusBudiono di Banjarmasin, KalimantanSelatan beberapa waktu lalu.Undang-undang tentang bangunangedung sebenarnya jelas mengatur tentang syarat pembuatan bangunan yangramah lingkungan, antara lain persyaratan administrasi, persyaratan teknis, proses penyelenggaraan, serta hak dan kewajiban pemilik dan penggunanya. Namun di setiap daerah, UU tersebut masihmemerlukan Perda sebagai peraturanpelaksanaan yang disesuaikan dengandaerah masing-masing. Hal inilah salahsatu kendala yang dialami Indonesia saatini dalam hal pembangunan gedungramah lingkungan ini. Menurut Antonius,dari 400-an kabupaten/kota yang ada diIndonesia, baru 36 daerah yang sudahmenyelesaikan Peraturan Daerah (Perda)tentang Bangunan Gedung (PUSDATADepartemen Pekerjaan Umum). Padahal,UU Bangunan Gedung ini tidak dapatdilaksanakan tanpa adanya Perda. Apalagi, bangunan gedung merupakan privatedomain (milik pribadi) sehingga relatiftidak mudah untuk diatur.Sayangnya, banyak Pemerintah Daerah(Pemda) di era otonomi kurang memahamimakna desentralisasi, sehingga seringmuncul Perda yang bermasalah dan kontraproduktif. Perda yang dibuat sering lebihberdasarkan kepentingan pemasukankeuangan bagi daerah (PAD) ketimbangkepentingan yang lebih luas. Demikianhalnya dengan Perda bangunan gedung ini,Perda yang dibuat lebih hanya mengaturretribusi saja tanpa mengatur persyaratanteknis, apalagi tentang aspek lingkungan.Padahal sudah menjadi realitas, meningkatnya perkembangan dunia usaha,jumlah penduduk, dan kebutuhan efisiensi pelayanan pemerintahan, membuatkebutuhan prasarana gedung di perkotaan juga turut meningkat. Berbandingterbalik dengan hal tersebut, persediaanlahan justru semakin menyempit karenadigunakan untuk berbagai prasarana.Karena itu, demi efisiensi lahan, pembangunan gedung bertingkat kini menjadisuatu pilihan mutlak di seluruh dunia,termasuk di Indonesia.Antara bangunan vertikal dengan horizontal, sebenarnya bangunan vertikallebih banyak memberi peluang bagi parapengelola untuk membuka lebih banyakruang terbuka dalam keseimbangannyabagi penghijauan. Artinya, perbandinganluas lahan yang ada antara bangunanbeton bertingkat dengan ruang terbukahijau bisa memberi lebih banyak ruangterbuka hijau.Berbeda dengan Kota Tokyo di Jepangyang harga tanahnya sudah selangit dankebutuhan gedung tinggi sudah amatmendesak sehingga sangat wajar jika jarakantar-gedung bertingkat sudah sangatberdempetan dan membuat sedikit peluang untuk menyediakan ruang terbukahijau. Sedangkan kota-kota di Indonesia,mengambil Jakarta sebagai contoh, sebenarnya masih memiliki lahan yang lebihluas untuk gedung ideal, yakni gedungdengan ruang terbuka hijau (dan lebihideal lagi jika dilengkapi dengan ketersediaan penampungan air dalam bentukkolam atau danau kecil), apabila parapengelola gedung memiliki kesadarantinggi akan pentingnya keseimbanganlingkungan. Lebih ideal lagi, jika dalamsatu kawasan tersedia lahan yang dijadikan hutan kota sebagai paru-paru kotayang akan banyak menyerap polusi udara.Namun sayangnya, meskipun ada perdayang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta,banyak pengelola yang mengabaikannya.Merujuk pada kasus Jakarta ini, melihatmasih lemahnya kesadaran pemilik ataupengelola gedung dalam hal lingkunganini, kiranya ketegasan penegakan hukumperlu ditingkatkan. Seperti disebutkanNirwono Joga, Ketua Kelompok StudiArsitektur Lansekap Indonesia (KASALI),UU Nomor 28 Tahun 2002 jelas mensyaratkan pembuatan bangunan yangramah lingkungan. Di samping itu, pendirian bangunan hijau (green building)juga menurutnya merupakan tanggungjawab bersama. Apalagi dengan adanyapemanasan global yang ditandai anomalicuaca, kurangnya ketersediaan air, sertamenyebarnya berbagai macam penyakit.Sedangkan melihat beberapa permasalahan bangunan ramah lingkungan ini secara umum, kiranya perlu ada dorongan kepada Pemerintah Daerah agar menyegerakan menyelesaikan Perda tentang bangunan lingkungan ini. Kemudian, perluada ketegasan pemerintah pusat untuk menegakkan perundangan yang ada. Dan yangtak kalah penting adalah perlunya sosialisasi kesadaran penyelamatan lingkungan demi keselamatan masyarakat. „ DENGfoto: istBanyak gedung di Jakarta tidak memiliki ruang terbuka hijau
                                
   60   61   62   63   64   65   66   67   68