Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 78
P. 5
BERITAINDONESIA, 15 Juli - 15 Agustus 2010 5V ISIBERITAilustrasi: sonny pUtang Kitatang kita (Indonesia), terutama utang luar negeri,baik utang pemerintah maupun swasta, sudahsemakin besar. Berdasarkan data PerkembanganUtang Negara (Pinjaman Luar Negeri & SuratBerharga Negara), Edisi Juni 2010, yang dipublikasikanDirektorat Jenderal Pengelolaan Utang KementerianKeuangan RI, Posisi Utang Pemerintah pada Mei 2010 telahmencapai Rp.1.609,31 triliun atau USD.175,31 miliar. Terdiridari Pinjaman LN sebesar USD 63,46 miliar dan SBN sebesarUSD 111,84 miliar.Sementara berdasarkan data statistik, utang luar negeriyang dipublikasikan bersama oleh Bank Indonesia danKementerian Keuangan, Volume I Februari 2010, total utangluar negeri Indonesia (pemerintah dan swasta) padaDesember 2009 telah mencapai USD 172.871 juta, ekuivalenRp. 1.590,41 triliun dengan kurs Rp.9.200/USD.1).Dalam data statistik tersebut, BI danKemkeu mendefinisikan utang luar negeri sebagai utang penduduk (resident)yang berdomisili di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk(non resident). Konsep terminologiutang luar negeri mengacu pada IMF’sExternal Debt Statistic: Guide for compilers and Users (2003), beberapa ketentuan pemerintah RI dan Peraturan BI.Besarnya jumlah utang luar negeriIndonesia itu, telah mencemaskan.Kendati pemerintah berusaha meyakinkan bahwa semakin tingginya nilainominal utang itu tidak perlu dicemaskan. Karena ratio utang Indonesiaterhadap PDB kini sudah berada dalamzona aman yakni 26 persen dari PDB.Moody’s Investors Service pada (21/6/2010) juga menaikkan peringkatutang Indonesia berdominasi rupiahdan mata uang asing dari stabil menjadi positif dengan levelBa3, atau satu level di bawah investment grade (level layakinvestasi). Sebagaimana dikutip Reuters Senin (21/6/2010),Moody’s Investors Service menyebut dengan demikian Indonesia memiliki kapasitas yang kuat untuk mewujudkanpertumbuhan berkelanjutan, stabilitas dan efektifitaskeuangan dan kebijakan moneter.Sebelumnya, Maret 2010, Standard & Poor’s juga meningkatkan rating utang Indonesia berdominasi mata uang asingdua tingkat di bawah investment grade. Bahkan Januari 2010,Fitch Ratings telah meningkatkan rating Indonesia menjadisatu tingkat di bawah level layak investasi (investment grade).Namun, justru gencarnya puja-puji ini yang perlu diwaspadai. Pemerintah boleh bangga dengan kenaikan peringkatini. Tapi kita mendukung pernyataan Menkeu Agus Martowardojo dalam menanggapi hal ini, pemerintah harus semakinberhati-hati dalam menetapkan kebijakan fiskal dan moneter.Sebab naiknya peringkat utang tersebut juga bermaknabahwa Indonesia yang terus didorong lembaga dan negaranegara maju (kreditor) untuk melanjutkan ketergantunganmeminjam (berutang), untuk membayar utang dan bungayang jatuh tempo, tetapi bukan lagi pinjaman lunak (berbungarendah) melainkan dengan pinjaman komersial berbungalebih tinggi. Sehingga, kenaikan peringkat utang ini bisamenjadi perangkap jika pemerintah tidak berhati-hati.Pemerintah, maupun pihak swasta seharusnya lebihberhati-hati, jangan-jangan penawaran pinjaman luar negeriitu justru diskenariokan untuk melanggengkan ketergantungan dan sekaligus mengeruk habis sumber daya alam Indonesia, sebagaimana telah terjadi selama ini.Pemerintah maupun swasta jangan lagi selalu banggamenerima tawaran negara lain atau investor asing yangbersedia memberikan utang, tanpa peruntukan produktif.Jangan lagi ada proyek yang kurang dirasakan manfaatnyatetapi sengaja diada-adakan untuk menampung uluran danautang. Apalagi bila pemberian pinjaman tersebut diembelembeli persyaratan yang lebih menguntungkan lembaga ataunegara kreditor dan merugikan Indonesia. Antara lain, sepertiterjadi selama ini, dipersyaratkanmembeli barang produk dan jasa konsultan dari negara kreditor.Sadar atau tidak, sesungguhnya ketergantungan kita pada utang telahmengakibatkan kedaulatan pengelolaan ekonomi Indonesia terampas. Kerapkali negara-negara kreditor, melaluiBank Dunia dan IMF, mengintervensiperumusan kebijakan ekonomi Indonesia, sesuai kepentingan mereka. Salahsatu yang paling nyata dan berdampakluas adalah langkah IMF yang mendikte Indonesia memberlakukan ekonomi pasar bebas. IMF memaksapemerintah Indonesia memprivatisasiBUMN serta menghapus subsidi secaratotal. Bahkan ‘memaksa’ Indonesiamenetapkan kebijakan privatisasiBUMN itu dalam Ketetapan MPR.Bukankah hal ini telah membuat kemandirian ekonomi Indonesia semakin rapuh yang padagilirannya bermuara pada proses penyengsaraan rakyatbanyak?Karena itu, marilah kita hentikan sindrom kebijakanmencari pinjaman luar negeri itu, dengan menggalang kekuatan sendiri dan menegakkan kedaulatan ekonomi negaraini. Memang, pengurangan (penghentian) utang luar negeri,itu memerlukan pemimpin yang visioner dan punya integritastinggi. Berani bersikap, jujur dan sungguh-sungguh antikorupsi. Akan sangat sulit meninggalkan ketergantungan (ketagihan) berutang jika korupsi masih merajalela dan bahkansemakin canggih. Sebab korupsi telah membuat rakyat semakin sengsara yang pada gilirannya membuat mereka apatis.Korupsi telah mengakibatkan kesiapan rakyat untukberkorban, bekerja keras dan berpartisipasi semakin rendah.Termasuk dalam hal keikhlasan rakyat (terutama golonganmenengah ke atas) membayar pajak. Padahal, kesadaranrakyat (golongan menengah ke atas) membayar pajak sangatdiyakini akan mampu mengurangi ketergantungan pemerintah pada utang luar negeri. Hal ini akan bergerak, manakalapemerintah (Presiden) lebih visioner, jujur dan sungguhsungguh anti koprupsi. RedaksiU