Page 65 - Majalah Berita Indonesia Edisi 101
P. 65
BERITAINDONESIA, Edisi 101 65BERITA SEJARAH Begitu pula di daerah Asahan dan Labuhan Batu. Contoh paling menonjol adalah proses Islamisasi (Melayunisasi) orang Batak Toba yang bermukim di Asahan, pada masa Kesultanan Melayu Asahan yang berpusat di Tanjungbalai. Sebagaimana diuraikan Mailin mengutip petikan wawancaranya dengan Raja Chairil Anwar (Raja Atan, Ketua Forum Komunikasi Keluarga Besar Kesultanan Tanjungbalai Asahan), 6 April 2015, bahwa pada masa kesultanan itu, setiap orang yang ingin tinggal menetap dan memiliki tempat tinggal (tanah dan rumah) di kota Tanjungbalai harus masuk Melayu dan bermakna pula menjadi Muslim. Akhirnya mereka (orang Batak) harus meninggalkan adat budaya asalnya, kemudian memakai adat budaya Melayu dan masuk Islam. Mailin pun memperkuatnya dengan mengutip pendapat Judith Nagata tentang Melayu dan Islam, yakni “It is almost impossible to think of Malay without reference to Islam”. Hal mana suku bangsa Melayu mempunyai falsafah hidup bahwa Melayu itu Islam. Sehingga sering disebut memeluk agama Islam sama dengan masuk Melayu dan sebaliknya.Gottfried Simon dalam The Progress and Arrest ofIslam in Sumatra (1912) juga menyebut orang Batak masuk Islam berarti mereka meninggalkan kebangsaan mereka. Bahwa orang Batak Muslim tidak lagi menyebut diri mereka orang Batak tetapi orang Melayu dianggap sebagai hasil pertobatan yang menyedihkan tetapi tidak terhindarkan. Maka di tengah masyarakat Melayu-Batak terkenal sebuah pantun: Bukan kampak sembarang kampak/ Tapi kampak pembelah kayu/ Bukan batak sembarang batak/ Tapi batak sudah jadi melayu. Pantun tersebut dibalas dengan: Tidak masalah kampak membelah kayu/ Jadi masalah kalau kampak membelah rotan/ Tidak masalah batak menjadi melayu/ Jadi masalah kalau batak lupa daratan.Teori Islamisasi PadriKaum Paderi yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol berhasil mengislamkan daerah Tanah Batak Selatan (Angkola dan Mandailing) dengan kekerasan pedang, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan yang sangat kejam dalam Perang Paderi. Namun tidak berhasil mengislamkan orang Batak di Tanah Batak Utara sebagai sebagai Centrum der Battalander, sebagai pusat asal orang Batak, tempat di mana budaya dan peradaban orang Batak berkembang paling sempurna (Junghuhn, Franz Wilhelm, 1847: p.251).Scharten menyebut Padri atau padre adalah kata Portugis yang berarti imam. Para anggota sekte itu juga disebut orang putih, orang berjubah putih. Sekte ini mungkin didirikan oleh beberapa jamaah haji yang telah menyaksikan reformasi kaum Wahabi di Arab. Berawal dari Pagaruyung, Sumatera Barat (1803). Tuanku Imam Bonjol bernama asli Muhammad Shahab (1772-1864), seorang ulama dan pemimpin yang berjuang angkat senjata (Perang Paderi) menghadapi Kaum Adat Minangkabau (suku bangsanya sendiri) untuk menerapkan syariat Islam sesuai dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni), mazhab Hambali.Kemudian melebarkan perjuangan misi ke Tanah Batak, di mulai dari perbatasan Mandailing, ke Angkola, lanjut ke Tanah Batak Utara (Silindung, Humbang dan Toba Holbung). Invasi Paderi (Perang Sabil), yang dipimpin Tuanku Rao, ke Tanah Batak tahun 1816-1821, berlangsung sangat brutal dan keji membunuh ribuan orang-orang Batak, terutama di daerah Tanah Batak Utara, yang tidak mau dipaksa menganut agama Islam. Masyarakat Batak juga menyebutnya Silom Bonjol (Islam Bonjol), karena Kaum Paderi datang dari Bonjol, dipimpin Tuanku Imam Bonjol.Perang Padri yang juga disebut Padritime dianggap sebagai entri pertama Islam ke Tanah Batak, diawali dari selatan Padang Lawas dan Mandailing. Setelah menduduki dan mengislamkan Angkola dan Mandailing (Tapanuli Selatan), Paderi melanjutkan penyerbuan ke Tanah Batak Utara, yakni Pahae, Silindung, Humbang dan Toba Holbung. Dr. Hagen telah mengklaim bahwa ada waktu ketika Islam telah menembus ke jantung Tanah Batak Toba, selain juga wilayah Tanah Karo dan Timur Danau Toba (Simalungun). Rumah-rumah dibakar, dan banyak penduduk ditawan dan dibunuh tanpa peduli apakah mereka wanita, anakanak atau orang tua yang tak berdaya. Ada yang matanya dicungkil dan mayat bergelimpangan menutupi jalan setapak, sehingga tidak mungkin lagi menguburnya dengan baik. Kebanyakan mereka yang selamat karena Kota Padang Sidempuan, Tanah Batak Selatan. Foto Anonim