Page 62 - Majalah Berita Indonesia Edisi 101
P. 62


                                    62 BERITAINDONESIA, Edisi 101 BERITA SEJARAHdiketahui dengan pasti tentang hal ini. Bahasa Karo juga menunjukkan jejak pengaruh Muslim. Mereka mungkin telah memasuki Batak Karo melalui bahasa Melayu. Juga terlihat dari karakteristik mantra mulai dengan bismillah. Dalam pemerintahan Hindia Belanda, tanah Batak yang selama berabad-abad mampu bertahan dari gempuran perang suci Islam, baik dari utara (Aceh) maupun dari Selatan (Minangkabau), akhirnya mampu mengislamkan sebagian Tanah Batak. Gottfried Simon (1912) dalam The Progress and Arrest of Islam in Sumatra, menyebut: “Apa yang gagal dilakukan selama berabad-abad dengan Islam telah dicapai secara spontan dalam waktu kurang dari satu dekade di bawah perlindungan Pemerintah Kolonial.” (Gairdner, WHT, 1910: The Reproach of Islam, Third Edition, London: Church Missionary Society, p.294.)Teori BarusSejak tahun 672 Masehi atau tahun 48 Hijriyah, Islam sudah masuk ke labuhan Tanah Batak, Lobu Tua, Barus. Tetapi penyebaran agama Islam masih terbatas hanya dianut para pedagang pendatang. Namun, diperkirakan satudua orang Batak sudah mulai ada yang beragama Islam. Mereka ini lama kelamaan bahkan kehilangan identitas kebatakannya dengan mengganti nama dan menghilangkan marganya.Kemudian, Lobu Tua lebih dikenal sebagai kota pelabuhan bernama Barus, sebagai tempat pembelian (sumber) kapur barus, sudah disinggahi para penjelajah dan pedagang dari berbagai belahan dunia sejak sebelum abad 1, di antaranya pedagang dari Parsi, Mesir, Arab, dan Tamil India. Kejayaan kota tua Barus sebagai bandar niaga dunia dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaeus. Pada sekitar 150 Masehi, Ptolemaeus telah menyebut (merujuk) Sumatera Utara dan pulau-pulau sekitarnya sebagai Kepulauan Barus. Claude Guillot memaparkan bukti-bukti arkeologi bahwa sejak abad ke 6 Masehi, Barus sudah menjadi kawasan perdagangan yang ramai. Pada akhir abad ke 7 yang juga merupakan abad pertama Hijriah, pedagang-pedagang Arab mulai menjejakkan kakinya di pelabuhan Barus. Abad barat laut Sumatra, orang-orang Islam memiliki kegiatan misionaris (penyebar agama) yang berhasil dalam skala yang lebih besar. Pasuri, Lambri, Haru, Perlak dan Samadra berturut-turut dimenangkan oleh Islam. Raja Mara Silu dari Samadra dipanggil Malik setelah pertobatannya ul Saleh. Putranya Malik-ul-Zahair atau Malik-ul-Zaher tentu saja orang yang sama dengan Almalic Azzhahir, Sultan Somothrah, pada 1346. Karena itu, Almalic Azzhähir adalah putra raja Islam pertama di Samadra, yang pertobatannya pasti terjadi pada awal abad ke-14. (Kowal, Johannes, 1922: s.22-23).Lebih lanjut Kowal mengatakan sekitar pertengahan abad ke-14, para penganut Islam di Sumatra sudah sangat banyak dan mendominasi terutama bagian barat laut pulau itu. Secara khusus, waktu dan metode penyebaran Islam ke Tanah Batak, yang paling menonjol, menurut Het Bataksch Instituut (Leiden), entri pertama adalah ke selatan Padang Lawas di Mandailing pada saat Padri (+ 1820 - 1830). Sekitar tahun 1850 Mandailing dan Angkola sebagian besar adalah Muslim: pada tahun 1880 masih ada beberapa penyembah berhala di Padang Lawas; setelah 1890 dapat dianggap sebagai keseluruhan Muslim, kecuali untuk bebera pa gereja kecil Kristen. Het Bataksch Instituut mencatat, secara bertahap, Islam menembus wilayah Angkola utara: Batang Toru, Sibolga, Sipirok, Pahae dan dalam beberapa tahun kemudian bahkan sampai ke Silindung. Saat itu (1909), di Pahaë ada + 500 hingga 600 Muslim, di Silindung hanya beberapa keluarga. Di jalan dari Tarutung (Silindung) ke Pangaloan (Pahae) bahkan sudah ada masjid.Ketika itu, Islam membuat beberapa kemajuan dalam sepuluh tahun terakhir (1809-1909) di beberapa wilayah rendah Karo Dusun (khususnya Langkat) dan di bagian Simeloengoen atau Si Baloengoen (Simalungun). Bahkan Dr. Hagen telah mengklaim bahwa ada waktu ketika Islam telah menembus ke jantung daerah Toba. Di Karo Gunung, orang Batak juga sudah memiliki pengetahuan tentang Islam, kemungkinan besar melalui kontak dengan Gayo dan Aceh, meskipun tidak dapat Makam Papan Tinggi, Makam Mahligai, Makam Syekh Mahdun, Makam Syekh Ibrahim Syah, Makam Tuan Ambar, Makam Tuan Syekh Badan Batu di Barus, Tanah Batak
                                
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66