Page 8 - Majalah Berita Indonesia Edisi 45
P. 8


                                    8 BERITAINDONESIA, 06 September 2007BERITA TERDEPANMengheningkan CiptaMengheningkan cipta di usia kemerdekaanIndonesia yang ke-62 ini makin bermaknaganda saja. Bukan hanya saat pentinguntuk mengenang jasa pahlawan, tetapisudah menjadi momen menundukkankepala bagi mereka yang hidupnya masihterlunta-lunta di negeri merdeka nan kayaini.ahun berganti tahun, pertanyaanyang sama selaluterlontar setiap kaliIndonesia merayakan harikemerdekaannya tanggal 17Agustus. Coba lihat berbagaitulisan dalam bentuk berita,opini, tajuk, atau editorial diberbagai media massa. Bilasemua tulisan itu dibaca, semuanya berujung pada satupertanyaan besar, “Seberapajauh kita (Indonesia) benarbenar merdeka?”Hampir semua (kalau tidakingin dikatakan semua), sependapat bahwa Indonesia sesungguhnya belum lepas daripenjajahan. Benny Susetyo,pendiri Setara Institute dalamopininya di Harian Kompasmenulis, merdeka bermaknabebas dari penjajahan fisik danmental. Ketidakadilan ekonomi, agama, sosial, budayadan politik adalah bentuk ketidakmerdekaan. Hal yangsenada juga disampaikan olehcendekiawan Dawam Rahardjo sebagaimana dikutip olehHarian Investor Daily dalamtulisan Liputan Khususnya,“Kemerdekaan yang dirasakanrakyat saat ini tak lebih darikemerdekaan politik dari penjajah saja. Sementara hak-hakasasi rakyat masih terabaikan.Sungguh menyedihkan bilazaman sudah merdeka, rakyatmasih dalam penderitaan danketerpurukan hidup”.Menundukkan kepala dalamupacara peringatan kemerdekaan di berbagai tempatbermakna ganda. Acara penting seperti upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan ke-62 Republik Indonesia di Istana Merdeka,17 Agustus lalu, misalnya, tidakdihadiri para mantan presidendan wakil presiden denganberbagai alasan. Media massasibuk mengangkat berita tentang cucu mantan PresidenSoeharto, Wiratama Hadi Prananto Pratikto yang didaulatmenjadi pengerek bendera diIstana Negara. Sementara itu,di bagian timur Pulau Jawa,ratusan korban lumpur panasmenggelar upacara proklamasikemerdekaan RI ke-62 di tempat penampungan Pasar BaruPorong. Upacara yang dipimpin oleh inspektur upacaraBambang Sulistomo yang merupakan putra Bung Tomo ituadalah wujud penghormatanmereka kepada para pahlawankemerdekaan yang telah gugursekaligus bentuk keprihatinanwarga atas bencana lumpuryang menyengsarakan mereka.Meski begitu, tidak sedikit diantara mereka tak kuasa menahan air mata saat menyanyikan lagu Indonesia Raya karena terharu. Tetesan air matayang juga mungkin bermaknaganda.Usia kemerdekaan 62 tahunnyatanya hanya deret angkayang menjauhkan Indonesiadari penjajahan bersenjatasemata. Di balik itu, esensikemerdekaan masih terbelenggu seiring keuzuran usiaRepublik ini. Bangsa ini kaya(sumber daya alam, jumlahpenduduk, budaya, dan sebagainya), tetapi rakyatnya hidup miskin. Sebuah paradoksyang masih mengekor dalamsetiap langkah bangsa ini.Dari sudut kesejahteraan rakyat misalnya, bangsa ini masihjauh tertinggal bahkan darinegara yang belakangan merdeka seperti Malaysia danSingapura. Ada banyak faktoryang menyebabkan negarakaya tetapi miskin ini. Birokrasi berbelit-belit yang saratdengan suap dan sogok, korupsi yang sudah menjadi ‘gaya hidup’ sehari-hari di semuakehidupan publik termasukpenegak hukum itu sendiri.Kondisi Republik ini semakinterpuruk dengan berbagaibencana alam yang terjadiberbagai tempat. Belum lagimelihat persepsi publik duniayang memandang Indonesiasebelah mata. Citra Indonesiasebagai negara yang ‘berbahaya’ belum juga lepas. Sebagai contoh, tindakan Uni Eropa memberi label ‘tidak aman’kepada maskapai penerbangan Indoneisa dengan menghimbau pengguna jasa penerbangan di 27 negara Uni Eropa dan agen-agen perjalananuntuk tidak menggunakanmaskapai penerbangan Indonesia. Belum lagi travel warning yang rutin dikeluarkanpemerintah AS, Australia danbeberapa negara barat lainnya.Kenyataan ini tentu menimbulkan pertanyaan, “Apakahnama Indonesia yang disandang Republik ini membawasial?” ‘Jawaban’ pertanyaanini mencuat dalam sarasehanEkayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) yang digelar wartawan seluruh Jakarta di Jakarta Media Center,Kamis malam (16/8). Pakarspiritual metafisika dari Tibet,Arkand BZ, mengungkapkanbahwa nama Indonesia melahirkan angka-angka negatifyaitu simbol angka 5255. Menurutnya, angka ini membawaIndonesia menjadi negarayang tidak jujur pada dirinyasendiri. Meski kurang transparan menjelaskan bagaimana ia memperoleh simbolangka itu, tanpa ilmu metafisika pun, apa yang disampaikan oleh Arkand itu,harus kita akui, benar adanya.Ketidakjujuran dan tidak adanya integritas lah yang membuat bangsa ini berjalan melata dalam membangun rakyat dan negaranya.Sungguh ironis memang,di usianya yang kian dewasa,rakyat Republik ini malahsemakin menundukkan kepala. Tertunduk karena masih didera kemiskinan, tertunduk karena malu melihatdiri sendiri yang lebih sukaberbuat tidak jujur. Kemerdekaan yang sudah diraihsejak 62 tahun lalu tampaknya belum menjadi tiketmenuju sejahtera, damaisentosa. „ MLPTilustrasi: dendy
                                
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12