Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 71
P. 5


                                    BERITAINDONESIA, Oktober 2009 5V ISIBERITAkarikatur: dendyKita Hidup di Atas Cincin Apindonesia sebuah negeri yang berada di jalur gempa dangunung api. Merupakan bagian dari Cincin Api (Ringof Fire) Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik. Itu berartibahwa kita (Indonesia) hidup di atas Cincin Api. Sebuahgambaran betapa penduduk Indonesia sangat rawan ancamanbencana alam gunung berapi dan gempa. Bahkan, akibatseringnya terjadi bencana alam, terutama dalam lima tahunterakhir, Indonesia dijuluki sebagai negeri seribu bencana.Belum lagi duka akibat bencana gempa dan tsunami yangmelanda Nanggroe (Negara) Aceh Darussalam, 26 Desember2004 berkekuatan 9,3 skala Richter, yang menewaskanratusan ribu jiwa pulih,diikuti berbagai bencanagempa dan alam lainnyahingga satu bulan terakhir.Bencana gempa Jawa Barat, bencana banjir bandang di Mandailing Natal,bencana gempa di Sumatera Barat dan disusulgempa di Jambi. Diperkirakan, gempa di Sumatera Barat, 30 September2009 berkekuatan 7,6 SR,menewaskan lebih 1.000jiwa, bahkan ada beberapadesa yang tertimbun diterjang tanah longsor danhilang ditelan bumi.Namun, sangat ironis,kendati sudah berulangkali terjadi bencana alam,tidak terlihat adanya kesiapsiagaan kita untuk menghadapinya. Kita terlihat selalu gagap, panik dan bingung, taktahu apa yang seharusnya dilakukan jika terjadi bencanagempa bumi atau bencana alam lainnya. Bukan hanyapenduduk, bahkan pemerintah dan para ahli pun terkesanselalu gagap, baik dalam memberi peringatan dini maupundalam penanganannya, termasuk proses evakuasi danpenyaluran bantuan kepada korban.Sejenak kita toleh ke belakang, ketika tsunami meluluhlantakkan Aceh. Bukan hanya penduduk yang gagap.Pemerintah dan para ahli kegempaan justru lebih gagap.Tidak terdengar adanya peringatan dini dari pemerintahapalagi dari para ahli. Baru setelah terjadi tsunami, para ahlibertalu-talu memaparkan keahliannya tentang gempa yangmenimbulkan tsunami. Dimana keahlian mereka sebelumtsunami terjadi?Memang, gempa sebuah rahasia alam, rahasia Illahi, belumbisa diprediksi oleh manusia kapan terjadi. Tetapi apakahgempa akan menimbulkan tsunami sudah bisa diprediksi,setidaknya peringatan dini (early warning) sudah bisa segeradisebar. Inilah yang tidak dilakukan oleh pemerintah dan paraahli termasuk media televisi, radio dan online, ketika gempadan tsunami melanda Aceh.Namun sesudah kepedihan di Aceh, tampaknya kita jugatidak mau belajar. Warga masyarakat, bahkan pemerintahsepertinya tidak banyak memahami apa yang seharusnyadilakukan jika gempa bumi terjadi. Sebagai penghuni negeri(bumi) yang rawan dengan gempa bumi, kita tidak memilikikesiagaan penanganan yang memadai. Sangat berbedadengan Jepang, yang sudah akrab dengan gempa bumi,memiliki tenaga terlatih, peralatan canggih, dan pendudukyang siaga.Barangkali inilah saatnya, kita memulihkan kesadaransangat pentingnya belajar tentang bencana alam, gempatektonik atau vulkanik, banjir bandang, badai topan dan lainsebagainya. Khususnya tentang gempa dimana negeri kitaberada di jalur gempa dan gunung api, Cincin Api Pasifik.Selain belajar secara ilmiah (sains dan teknologi)kita juga perlu kembalibelajar dari kearifan lokaltentang berbagai bencanaalam, termasuk gempa.Kita harus mengakuibahwa kearifan lokal yangdiwariskan nenek moyang,sudah sangat banyak kitatinggalkan. Seandainya,kearifan lokal tidak kitatinggalkan, kemungkinanjatuhnya korban dapatdiminimalisir. Apalagi bilakearifan lokal dipadukandengan sains, ilmu-ilmualam, kebumian dan teknologi yang berkaitan dengannya, tentu saja kitaakan lebih siap-siaga.Memang, di tengah semakin kurangnya minat belajar darialam, patut kita syukuri bahwa sejak 11 November 2008 Indonesia sudah mengoperasikan Sistem Peringatan Dini Tsunamiyang dikenal sebagai Ina TEWS (Indonesia Tsunami EarlyWarning System), bantuan lima negara donor, Jerman, Cina,Jepang, Amerika dan Prancis, yang memiliki kemampuanmenciptakan alert (peringatan) 5 menit sebelum tsunami datang.Apalagi bila hal ini dipadukan dengan kearifan lokal. Sangatbanyak cerita kearifan lokal (local wisdom) untuk mengantisipasi berbagai bencana. Seperti di berbagai daerahpinggir pantai dan gunung berapi, penduduk setempat selalumemerhatikan tingkah laku binatang. Seperti di Pulau Simeulue, Aceh, ibu-ibu selalu menyanyikan lagu untuk anakanaknya tentang bagaimana menyelamatkan diri bila pasang(tsunami) menerjang. Terbukti, ketika tsunami 2004,penduduk Pulau Simeulue, yang berada paling dekat denganpusat gempa, justru korban lebih minim.Lebih daripada itu, inilah saatnya di sekolah-sekolah, sejakdini, seharusnya diajarkan ilmu yang berkaitan langsungdengan kemungkinan terjadinya bencana alam, seperti ilmualam, geologi dan kehutanan, serta apa yang seharusnyadilakukan jika bencana alam terjadi. Sehingga kita yang hidupdi atas permukaan Cincin Api dapat mengakrabi berbagaiperistiwa alam (rahasia alam) dengan tingkat kesiagaan dankeselamatan yang lebih tinggi.RedaksiI
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10