Page 4 - Majalah Tokoh Indonesia Edisi 34
P. 4


                                    4 Q TokohINDONESIA 34 THE EXCELLENT BIOGRAPHYETIPolitisi NegarawanPembaca! Pada saat majalah ini menjelang naik cetak, seorang politisiyang kami anggap tulus dan jujur menyatakan keprihatinan atasperkembangan demokrasi di Indonesia saat ini. Bukannya menjadikandemokrasi itu untuk kepentingan bangsa, tapi malah untuk salingmenjatuhkan. Padahal, tuturnya, para pendiri negara ini telahmemberi landasan dan pelajaran mengenai demokrasi yang semestinyadilakukan.Keprihatinan senada juga telah disampaikan beberapa politisi berjiwanegarawan lainnya. Satu di antaranya adalah politisi senior Prof DrSuhardiman, SE. Dia mengeluhkan, terancamnya jati diri Indonesiasaat ini. Reformasi yang berlangsung sejak 1988, dalampengamatannya, belum menampakkan jati diri dan arah tujuanIndonesia masa depan. Sistim dan struktur politik masih harus ditatasupaya lebih jelas dan terarah. Hal ini justru diakibatkan amandemenUUD 1945 yang dilakukan oleh para politisi yang mementingkangolongannya sendiri. Maka dia melihat perlunya reformasi jilid dua(reformasi budaya) untuk lebih mempertegas jati diri dan tujuan masadepan Indonesia.Keprihatinan Suhardiman juga tercermin dalam Pernyataan PolitikSOKSI hasil Rapimnas 20-21 Agustus 2006 lalu. Substansi pernyataanpolitik SOKSI itu juga berulangkali dikemukakannya saat wawancaradengan wartawan Tokoh Indonesia DotCom. Tampaknya, Suhardimansangat gundah melihat perkembangan politik (demokrasi) di negeri ini.Tampaknya, dia sangat ingin hidup lebih muda lagi, untuk kiranyabisa ikut berperan dalam politik praktis, terutama dalam prosespengambilan keputusan (kebijakan) demi kemakmuran rakyat dankejayaan negara yang sangat dicintainya.Tapi, setinggi apa pun semangat juang kenegarawannya, usia tetapsaja tidak bisa dihambat. Tepat Sabtu, 16 Desember 2006, dia sudahgenap berusia 82 tahun. Usia yang terbilang lanjut, jauh di atas usiarata-rata Indonesia. Namun tampilan pisik apalagi semangat juangnyamasih sangat tinggi. Dia bahkan yakin akan berusia lebih seratustahun. Dan, dia tidak ingin menghabiskan usia lanjutnya itu denganhal yang sia-sia. Dia selalu ingin mengabdi kepada bangsa dannegaranya sampai akhir hayatnya.Dalam percakapan lepas kami, seseorang mengatakan, Suhardimanrasanya terlalu cepat lahir (Solo, 16 Desember 1924), sehingga diaharus berhadapan dengan Soeharto yang lebih 30 tahun tidakberkenan matahari lain bersinar selain dirinya sendiri.Jika direnungkan, ucapan lepas (guyonan) ini justrus sangatbermakna. Bukankah Suhardiman seorang politisi negarawan yangamat hebat pada zamannya? Dalam usia masih relatif muda, diamendirikan dan memimpin SOKSI yang kemudian menjadi salah satupilar pendiri Golongan Karya yang menopang kekuasaan selama tigadasawarsa. Dia juga gemilang memimpin proses legislasi lima undangundang bidang politik di DPR. Tapi, dia tak sekalipun diangkat dalamposisi strategis di pemerintahan. Jabatan paling tinggi hanyalah WakilKetua DPA, yang pada era reformasi ini sudah dibubarkan. Tapi biarpun punya kapasitas dan kompetensi, dia tak pernah memaksakankehendak, apalagi ingin menjatuhkan pemerintahan yang sah.Barangkali, seandainya matahari yang ada dalam dirinya diberikesempatan bersinar dalam jabatan strategis pemerintahan,Suhardiman mungkin akan menjadi saingan terberat Pak Harto.Bahkan jika dia masih dalam usia limapuluh tahun hari ini, mungkindia lebih patut jadi presiden. Demikianlah Pembaca, maka kamimenyajikan profil dan pemikirannya pada edisi ini. Selamat membaca!RedaksiKAPUR SIRIH4 Q TokohINDONESIA 34 THE EXCELLENT BIOGRAPHYETISOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia menyuarakanbeberapa keprihatinan dalam tujuhpoin pernyataan politiknya padaRapat Pimpinan Nasional I SOKSItanggal 20-21 Agustus 2006. Antaralain menyatakan: Prihatin atasmunculnya fenomena phobia terhadap Pancasila; Praktik pelaksanaanUUD 1945 setelah mengalami empatkali amandemen justru telahmemunculkan berbagai kerancuandalam sistem ketatanegaraan;Perkembangan format politik di eramultipartai yang cenderung menimbulkan politik biaya tinggi, lemahnyamoralitas dan budaya politik kebangsaan; Masih banyak rakyat Indonesiayang menderita di bawah garis kemiskinan; Maraknya praktik mafiaperadilan; dan, Masifnya kemerosotan nilai-nilai budaya nasional. Sehubungan dengan itu, SOKSI memandang perlu Reformasi Jilid II, yaituReformasi Budaya yang lebih menekankan pada upaya merekonstruksikembali budaya nasional sebagai centrum dalam mendorong kreativitas,inovasi dan identitas keindonesiaan.S elengkapnya, Pernyataan Politik SOKSI yang tertuang dalam Lampiran Keputusan Rapimnas I SOKSI Nomor: Kep-04/ Rapimnas-I/SOKSI/VIII/2006yang ditandatangani Ketua UmumDepinas SOKSI Syamsul Mu’arif danSekretaris Jenderal FMT Radjagukguk, itusebagai berikut:Tanpa mengabaikan berbagai hasil yangtelah dicapai dalam proses reformasi pembangunan nasional, SOKSI beranggapanbahwa satu windu perjalanan reformasitelah menunjukkan betapa tekad danharapan untuk mewujudkan tatananmasyarakat yang lebih adil, demokratis,dan sejahtera ternyata belum memuaskan. Kenyataan tersebut menunjukkanbahwa perjalanan reformasi belumsepenuhnya memberikan dampak positifdan optimal. Bahkan fenomena menguatnya kekuasaan atas dasar kepentingankepentingan para elite politik, baik dipusat maupun di daerah pada akhirnyacenderung melupakan nasib dan masadepan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI) dalam upayaPernyataaPrihatin Atas Munc
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10