Page 15 - Majalah Berita Indonesia Edisi 09
P. 15
BERITAINDONESIA, 23 Maret 2006 15TANGANPeringatan yang dilontarkan Panglima Soedirmantersebut masih sangat relevan dengan keinginanrakyat, TNI yang tidak terkotak-kotak oleh politikpartisan dan politik kekuasaan. Soedirmanmelihat kondisi politik dan keamanan di era 1949,bisa menyeret bangsa Indonesia ke jurangperpecahan. Ini dampak dari pemberontakan PKI (1948), aksipolisional Belanda (1948-1950), pemberontakan-pemberontakanbersenjata, dan krisis konstitusi yang berkepanjangan dari 1955sampai 1959. Yang dicemaskan Panglima Soedirman, hanyutnyapara perwira TNI di dalam krisis politik partisan, akibat darikegagalan demi kegagalan kepemimpinan sipil di era demokrasiparlementer (1949-1959).Tantangan buat TNI saat ini; masih berkembangnya keinginansekelompok orang di sejumlah daerah kaya untuk memisahkandiri (gerakan separatis, baik secara tersembunyi dan terangterangan). Sekarang sedang berkembang gagasan untukmelibatkan para prajurit TNI di arena politik, memberikanmereka hak pilih di dalam Pemilu 2009. Gagasan ini menimbulkan reaksi pro dan kontra. Jadi, peringatan PanglimaSoedirman tersebut bisa menjadi titik tolak penempatan posisipolitik TNI. Saat ini, TNI selaku alat negara di bidangpertahanan, masih menghadapi klaim dan “pencurian” pulaupulau dan kekayaan laut oleh pihak-pihak asing. Selain ituketahanan negara diuji oleh berbagai bencana alam (setelahmalapetaka tsunami) di Aceh, tanah longsor, banjir, krisispangan, kelaparan dan kurang gizi, wabah penyakit, krisisekonomi yang berkepanjangan, terutama akibat kenaikan hargaBBM, dan ledakan pengangguran. Juga dugaan-dugaan korupsiyang melibatkan para pejabat sipil dan militer. Dalam kondisi negara seperti itulah, Panglima TNI MarsekalDjoko Suyanto dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyonomenggantikan Jenderal Endriartono Sutarto. Endriartonomeninggalkan pekerjaan rumah yang cukup pelik bagi Djoko,perlu-tidaknya prajurit TNI memberikan hak pilih pada Pemilu2009. Djoko memulai PR-nya dengan melakukan jajak pendapatpada sejumlah prajurit tentang hak pilih mereka.Kesejahteraan dan Hak PolitikDengan jajak pendapat tersebut TNI ingin mengisi reformasiinternalnya dengan membuka kran bottom up, bukan sematamata dengan garis komando (top down). Komitmennya terhadappenegakan HAM juga merupakan bagian terpenting reformasiinternal TNI. Memang ke depan TNI harus profesional dalamposisi politik yang proporsional, sejalan dengan doktrin PanglimaSoedirman: “Garis politik TNI adalah garis politik negara.”Ketika TNI tengah berupaya menegakkan profesionalisme,berkembang wacana pengambilalihan bisnis TNI. Wacana inimemunculkan pro dan kontra. Awalnya, adanya bisnis TNI taklain untuk memenuhi kebutuhan hidup prajurit. Berperangmembela bangsa adalah tugas utama prajurit TNI sebagai patriot bangsa. Tetapi pengorbanan jiwa raganya tak diimbangidengan kelayakan hidup. Anggaran negara yang terbatas danmahalnya peralatan membuat TNI harus membagi alokasi danasecara cermat.Akibatnya gaji prajurit pun sangat minim. Liputan 6 SCTV (20/2)melaporkan, gaji prajurit kurang dari Rp 1 juta. Bahkan gaji seorangjenderal hanya sekitar Rp 2,2 juta. Realitas inilah yang memunculkan pikiran para petinggi TNI untuk mengembangkan bisnis.Awalnya, bisnis TNI hanya seadanya. Tapi di masa Orde Barubisnis yang dinaungi oleh sejumlah yayasan ini menggurita keberbagai sektor kehidupan hingga mencapai kurang lebih 219unit jumlahnya.Namun banyaknya suara miring tentang usaha-usaha yangdikelola dan dimiliki TNI, yang konon hanya menguntungkanbeberapa elit militer ini, membuatnya harus ditinjau kembali.Secara obyektif, keterlibatan TNI di dunia politik mesti dilihatdari konteks historis TNI dan aspek dinamika internalkontemporernya. Historisnya, keterlibatan militer Indonesiadalam bidang politik telah dimulai sejak Indonesia merdeka.Selama masa Orde Baru, ABRI dengan peran Dwi Fungsinyapernah mendominasi kehidupan sosial politik kekuasaan yangcukup dominan, bahkan eksesif.Cukup banyak kajian yang menghasilkan kesimpulanketerlibatan militer Indonesia dalam aktivitas politik kekuasaanlebih banyak mudlaratnya dibanding manfaatnya.TNI terus menerus menjalani proses reformasi internal, karenaini pekerjaan besar yang memerlukan waktu panjang. Namunsemangat reformasi yang berlebihan semestinya tidak mengucilkan TNI dari masalah-masalah politik, terutama politik negara,yakni yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara.Di tengah proses reformasi yang berkesinambungan tersebut,akankah TNI terseret kembali ke gelanggang politik kekuasaan,seperti yang dikomentari oleh sementara pihak yang kurangsepakat terhadap pemberian hak memilih kepada prajurit TNI.Menurut mereka, tugas utama menjaga dan melindungipertahanan dan teritorial negara sudah merupakan tantangandan tugas yang amat berat diemban TNI.Akan tetapi, kalangan yang mendukung dari perspektif bahwaanggota TNI adalah warga negara yang dijamin negara akan hakhak politiknya. Yang pasti, Mabes TNI –berdasarkan Rapim TNI(27/2)— telah mengambil keputusan untuk menggelar jajakpendapat secara sampling kepada prajurit TNI sekitar April/Mei2006. Tujuannya, menampung aspirasi awal untuk kemudianmengambil keputusan akhir, apakah TNI akan menggunakan hakmemilihnya pada Pemilu 2009 atau tidak.Ternyata, memang masih banyak tantangan yang harus dihadapiTNI ke depan. Waktu yang akan menilai kehebatan ‘tangan dingin’Djoko Suyanto menata TNI, baik secara institusional maupunfungsional, menyongsong setiap tantangan zaman. ■ AD, SH“Tentara Nasional Indonesia(TNI) merupakan satusatunya milik republikyang harus tetap utuh.”(Panglima Besar JenderalSoedirman)