Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 10
P. 13


                                    BERITAINDONESIA, 6 April 2006Tetapi uang tunai itu menguap dalamsekejap karena mereka harus menutuputang dan membeli barang-barangkebutuhan pokok.Penuh retorika—kalau tidak bisadibilang sandiwara politik—para anggota parlemen merasa bahwa solusigizi buruk anak-anak malang tersebutcukup diatasi dengan interpelasi aliaspenggunaan hak bertanya mereka.Tidak lebih dari itu. Tidak ada upayayang lebih serius dan pengamatanlebih mendalam, kenapa ada keluarga—berbulan-bulan—tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasarsekalipun. Kenapa di sudut-sudut desadan kota yang kumuh, anak-anakharus menderita dan mati kelaparan.Boleh dibilang para anggota parlemen sudah cukup puas hanya lantaran interpelasi mereka ditanggapipemerintah. Padahal jawaban pemerintah juga penuh retorika. Tidakbanyak menyentuh persoalan dasar.Masalah yang mesti diatasi; ribuanBalita di seluruh penjuru negeri tergeletak tak berdaya dan mati mengenaskan lantaran busung lapar.Memang paling mudah mencari dalih.Kambing hitam satu: warisan masalalu. Dan kambing hitam dua: ketidakberdayaan pemerintah mengatasihambatan politis dan teknis.Seperti yang terjadi pekan lalu (7/3) di depan sidang paripurna DPR:Aburizal Bakrie, konglomerat yangdipercaya menjabat Menko Kesra,ASI terasa mengering, takbergizi, tak memuaskanrasa dahaga dan laparbuat anak-anak malang dipojok timur Indonesia. DiNTT, selama setahun ini,61 anak Balita mati dengan mengenaskan lantaran menderita busung lapar,bahasa halusnya “kurang gizi.” Danmasih banyak Balita di daerah-daerahlain yang mengidap penyakit serupa.Menurut standar yang disiarkanDepartemen Kesehatan; gizi cukupbagi anak Indonesia (usia 0-6bulan): berat badan 6 kg, tinggibadan 60 cm, energi 550 Kkal, protein 10 g, Vitamin A 375 RE, Vitamin D 5 ug, Vitamin E 4 mg dan Vitamin K 5 ug. Sedangkan (usia 7-12bulan): berat badan 8,5 kg, tinggibadan 71 cm, energi 650 Kkal, protein 16 g, Vitamin A 400 RE, Vitamin D 5 ug, Vitamin E 5 mg dan Vitamin K 10 ug. Gejala kurang makanyang akut berujung pada penyakitkurang gizi alias busung lapar.Dunia ini memang penuh denganketimpangan dan ketidakadilan. DiJakarta, orang kaya dengan mudahmenghabiskan puluhan juta rupiahdi hotel-hotel berbintang dantempat-tempat hiburan elit, hanyadalam semalam. Padahal orang-orangmiskin, baik di desa maupun di kota,membanting tulang seharian untukmemberi makan apa adanya, makanankurang gizi, kepada anggota keluargamereka. Sebuah ironi yang menggemaskan, tetapi memalukan.Aneh, di era yang serba canggih ini,di Indonesia malah terjadi prosespemiskinan. Rumus pemiskinan paling sederhana; harga-harga meroketminus pendapatan rendah atau pendapatan nol.Belakangan ini, proses tersebutmenggumpal ibarat gunung es setelahpemerintah (tahun 2005) dua kalimenaikkan harga BBM. Angka RTMpun serta merta naik dari 15 jutamenjadi 15,6 juta. Kenaikan hargaBBM yang kedua (1/10-2005) membuat banyak RTM (Rumah TanggaMiskin) terhempas ke lembah busunglapar. Memang pemerintah memberikan kompensasi, yaitu dana bantuantunai Rp 300.000 untuk setiap RTM.BUSUNG LAPARVISI BERITAberbicara tentang terjadinya gizi burukyang dia kaitkan dengan warisan masalalu, otonomi daerah, dan lumpuhnyasarana dan prasarana pelayanan. Disisi lain, reaksi para anggota parlemenyang dipilih oleh sebagian besar pemilih miskin itu, kebanyakan hanyabasa-basi. Tak ada tindak lanjut.Lantas apa hasil konkrit dari penggunaan hak interpelasi DPR? Nonsen.Kecuali kegalauan yang muncul dimedia massa; mempersoalkan ketidakhadiran Presiden Susilo BambangYudhoyono untuk menjelaskan langsung kepada para wakil rakyat tentang kemelut busung lapar dan penyakit polio, dua sisi suram yangsangat melekat dengan keseharianmasyarakat miskin.Rasanya setelah negeri ini merdeka 61 tahun, semakin banyak orang jatuh miskin, menyentuh angkahampir 100 juta jiwa. Ini yangmembuat mereka tak mampu—memenuhi standar gizi, tinggal dirumah yang layak, merawat kesehatan dan mendidik anak-anakmereka.Semestinya, selama rentang waktu tersebut, negara sudah mampumemberi rakyatnya lapangan kerjadengan penghasilan yang memadai,pendidikan dan perawatan kesehatan secara cuma-cuma. Yangterjadi malah sebaliknya. Indonesiamalah tersingkir dari kelompok negaranegara berkembang dan terjerembabke dalam kelompok negara-negaramiskin.Akibatnya, ribuan calon tenaga kerjawanita dan anak-anak mengalir dariJawa, Madura, NTB, NTT dan Kalimantan Barat, masuk secara gelap keBrunai Darussalam, Sabah dan Serawak. Di sana mereka dijanjikanpekerjaan yang tidak bisa disediakanoleh pemerintah. Negeri ini menjaditidak bermartabat, bahkan di depanmata negeri-negeri serumpun.Muak hidup miskin turun temurundan bertekad mengubah nasib, merekapun tergiur rayuan dan janji mulukpara calo. Banyak yang masuk perangkap perdagangan manusia, terjerat perdagangan seks dan perbudakan anak-anak. Risiko ini merekaambil juga supaya tidak menderitakelaparan di negeri sendiri.Agaknya, peribahasa: “hujan batu dinegeri sendiri lebih baik daripadahujan emas di negeri orang,” tak lagiberlaku bagi mereka.■13
                                
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17