Page 17 - Majalah Berita Indonesia Edisi 10
P. 17


                                    BERITAINDONESIA, 6 April 2006 17mengidap gizi buruk. Menurut laporanHarian Pelita (10/3), di Banjarmasin, duadari tiga penderita gizi buruk meninggaldunia. Seorang di antara kedua penderitasempat dirawat di RSU Ulin, Banjarmasin.Tetapi, Dina Safitri, usia 19 bulan, meninggal di rumah sakit (8/3). Sedangkanpenderita lain, Raihan, usia 13 bulan, tidaksempat dirawat, meninggal di rumahorangtuanya di Kelayan B, Banjarmasin.G LAPAR MASIH BERJATUHANBERITAINDONESIA, 6 April 2006 17Penderita yang masih hidup, Sandri, usia12 bulan, masih dirawat di RSU Ulin.Sampai Maret 2006, di Bengkulu ditemukan 56 Balita yang mengalami giziburuk, tiga di antaranya meninggal dunia.Kepala Dinas Informasi dan KomunikasiPropinsi Bengkulu Husni Hasanuddinyang dikutip Pelita, mengatakan angkapengidap gizi buruk tahun 2005 mencapai390 Balita. Semua penderita sudah ditangani, banyak yang pulih setelah diberimakanan tambahan. Tetapi ada jugapenderita yang tidak bisa disembuhkansecara total dengan makanan tambahanhanya 4 bulan.Jawaban pemerintah yang disampaikanBakrie tidak menyentuh inti persoalan.Busung lapar akibat gizi buruk, menurutBakrie, merebak tahun lalu karena terjadinya stagnasi dalam penyediaan prasaranapelayanan dasar kesehatan. Kata Bakrie,kasus gizi buruk berkaitan dengan gagalpanen, memburuknya ekonomi lokal dantransisi sistem pemerintahan daerah.Jawaban yang jauh panggang dari api.Pemerintah pusat mempersalahkanpemerintah daerah, lantaran terjadinyapergeseran besar dalam fungsi pelayanandasar selama delapan tahun terakhir.Sistem otonomi daerah telah melimpahkan tanggung jawab pelayanan dasar,mencakup bidang kesehatan, pendidikan,pangan dan kependudukan, ke pundakpemerintah daerah, baik propinsi maupunkabupaten.“Jika kebijakan desentralisasi mengurangi kualitas maupun kuantitaspelayanan dasar pada masyarakat, makakita harus berani memikirkan kembalisekaligus mencari jalan keluar dari persoalan yang ada,” kata Bakrie di depanrapat paripurna DPR. Sidang itu dipimpinoleh Soetardjo Soeryoguritno, Wakil KetuaDPR dari FPDIP.Dalam soal penyakit polio, Bakrie meminta DPR melihatnya secara proporsional. Sebab virus polio yang menyebardi sini bukan berasal dari wilayah Indonesia, tetapi dari Afrika Barat. Kata Bakrie,masalah polio harus diterima sebagai faktawarisan masa silam, tanpa harus menuding siapa yang salah, dan pemerintahberusaha memperbaikinya.Menkes Siti Fadilah mengatakan, pihaknya sudah berusaha keras menanganipenyakit polio dengan program imunisasinasional (PIN). Sampai sekarang PINsudah tiga kali.pun pewakilan presiden oleh menteridiperkenankan oleh Tatib DPR.Pernyataan tidak puas juga disampaikanSekretaris FPDIP, Mayong Padang. Diamenginginkan Presiden hadir di DPRuntuk menyampaikan jawaban pemerintah. “Bagaimana kelanjutan interpelasiini, kita lihat nanti,” kata Mayong.Sekretaris FPP Lukman Hakiem punyapandangan berbeda. Kedua masalahtersebut, katanya, tidak tiba-tiba terjadi,tetapi melewati proses yang cukup lama.Dia tidak ingin pemerintah sekarang yangdipersalahkan, karena krisis ekonomi yangmengakibatkan merosotnya kualitas giziterjadi sejak 1997. Sedangkan kasus poliomerupakan kecendrungan global.“Saya yakin kedua masalah ini butuhperbaikan dalam jangka panjang,” kataLukman.■ SH“Tidak ada lagi kasus baru penyakit polio. Dengan adanya PIN diharapkan tidaklagi muncul kasus baru,” kata Siti Fadilahkepada harian sore Sinar Harapan (7/3). Pimpinan fraksi oposisi (PDIP) TjahjoKumolo menilai adanya kolusi antara SBYdan Ketua DPR Agung Laksono dalam soalinterpelasi. Dia mempersoalkan ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjawab pertanyaanpara anggota DPR. SBY hanya diwakilioleh dua menterinya; Bakrie dan Fadilah.Ini sesuai dengan surat yang disampaikanAgung kepada SBY. Tjahjo mempersoalkan surat Agung ke Presiden, meskiNASIB: Ibu dan anaknya busunglapar merenungi nasib.Anak pengidap gizi burukAnak-anak gizi buruk
                                
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21