Page 19 - Majalah Berita Indonesia Edisi 10
P. 19


                                    BERITAINDONESIA, 6 April 2006 19air. Akar persoalannya adalah kemiskinan,tingkat pendidikan yang rendah danterbatasnya akses layanan kesehatan.Karena ini, maka pemerintah lalu ditudingkurang serius dalam menangani bidangpendidikan, kesehatan dan jaminan layanan sosial.Tudingan kurangnya keseriusan pemerintah dalam menangani masalahkesehatan ini semata-mata dilihat darialokasi anggaran untuk bidang kesehatansecara nasional. Bisnis Indonesia mencatat, anggaran yang dipersiapkan pemerintah untuk bidang kesehatan secaranasional berkisar antara 2,2 hingga 2PXper tahun. Padahal standar kesehatanWHO menetapkan anggaran ideal untukbidang kesehatan 5%.Sehingga anggaran biaya bidang kesehatan di Indonesia dianggap palingrendah dibanding negara-negara tetanggaseperti Malaysia dan Singapura. Kondisiini menjadi lebih berat dengan kemunculan kasus gizi buruk di beberapa daerahbelakangan ini. Beban pembangunankesehatan dengan adanya kasus ini otomatis meningkat.Direktur Program Pangan Dunia (WorldFood Programme) Indonesia, Mohammed Saleheen menjelaskan, masalahakibat kekurangan gizi ini menyebabkannegara harus mengeluarkan anggaranyang tidak sedikit. “Menurut perkiraan,Indonesia sendiri menghabiskan sekitar750 juta dolar AS per tahun karena masalah gizi buruk ini,” ucapnya sepertidikutip Sinar Harapan.Meningkatnya beban pembangunankesehatan akibat kasus gizi buruk, makakebijakan yang berimbang dan simultanmerupakan pendekatan yang sensibeluntuk perencanaan kebijakan kesehatanmasyarakat Indonesia. Yaitu antara upayaupaya kesehatan promotif dan preventif disatu sisi dan upaya kesehatan kuratif,rehabilitatif di sisi lainnya. Bukan kebijakan kesehatan yang berkesan responsifdan cenderung kagetan. Jadi, lebihantisipatif serta dirumuskan dengan carayang lebih sistematis berdasarkan fakta dilapangan.Perjalanan PanjangMasalah gizi buruk yang kini terjadi,sebenarnya bukan masalah yang sematamata terjadi saat ini. Masalah ini telahmelewati proses yang cukup panjang danwaktu yang lama. Jika Ninih (4 tahun) dananak-anak lain kini menderita gizi buruk,itu bukan semata-mata karena saat iniorangtua kekurangan makanan.Proses pertumbuhan dan perkembangan Ninih dan anak-anak lainnya tersebutbermula ketika mereka masih dalamkandungan dan kemudian lahir sebagaibayi. Dari ibu yang juga kurang gizi,lahirlah generasi-generasi yang tidaksekedar kurang gizi, tapi gizi buruk.Tingginya angka kurang gizi pada ibuhamil ini memiliki kontribusi terhadaptingginya angka berat badan lahir rendah(BBLR) . Berdasarkan data Depkes 2004,di Indonesia angka berat badan bayirendah diperkirakan mencapai 350 ribubayi setiap tahunnya.Jika dirunut, krisis ekonomi yang mengakibatkan merosotnya komoditas gizi inisudah terjadi sejak tahun 1997. Dalamkurun waktu 1997 hingga 2006, badaikrisis ekonomi memiliki kontribusi besardalam munculnya kasus gizi buruk yangkini kian marak. Maka anak-anak yangmengalami gizi buruk rata-rata berusia dibawah 9 tahun. Padahal masa-masa usiaBalita tersebut adalah masa-masa pertumbuhan dan perkembangannya. Bukansaja pertumbuhan fisik, tapi juga psikisdan otaknya.Masa Balita adalah masa yang amatpenting, karena masa ini merupakan masakritis dalam upaya menciptakan SumberDaya Manusia berkualitas. Enam bulanterakhir masa kehamilan hingga dua tahunpertama pasca kelahiran merupakan masaemas, dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembanganyang optimal. Gagal tumbuh yang terjadiakibat kurang gizi pada masa-masa emasini akan berakibat buruk pada kehidupanberikutnya yang sulit diperbaiki.Menurut catatan UNICEF, anak yangmenderita kurang gizi berat memiliki ratarata IQ 11 poin lebih rendah dibandingkanrata-rata anak yang tidak kekurangan gizi.Akibat lanjutan, tingginya berat badan bayiketika lahir, akibat gizi buruk yang berlanjut kurang gizi pada masa balita, sertatidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan (catch-up growth) yang sempurna pada masa berikutnya, maka banyakanak sekolah kurang gizi. Lebih darisepertiga (36,1%) anak usia sekolah di Indonesia tergolong pendek dan kurus ketikamemasuki usia sekolah. Ketidaksesuaianantara berat badan, tinggi badan danusianya, sebagai indikator adanya kuranggizi.Masalah gizi dan kesehatan di masadatang akan semakin komplek. Maka, jikatidak segera dihentikan, dalam lima belastahun ke depan Indonesia akan kehilangan1,67 dari 2037 juta remaja lainnya akibatgizi buruk. Bahkan di NTB, satu dari setiapsepuluh remaja diprediksikan tumbuhtidak normal akibat gizi buruk. Jadi,kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarutlarut. Bisa-bisa negara ini akan kehilangangenerasi unggulnya (lost generation)akibat buruknya gizi. ■ ADDirektur Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI, dr. Rachmi Untoro dalamsiarannya yang dipublikasikan Antara menjelaskan tentang upaya penanggulanganmasalah gizi mikro. Salah satunya adalah dilakukan melalui fortifikasi (pengayaan),penganekaragaman bahan pangan dan edukasi untuk meningkatkan kesadaranmasyarakat akan gizi.Menurutnya, selama ini intervensi gizi melalui fortifikasi, suplemasi dan pendidikangizi terbukti efektif dan efisien untuk menanggulangi berbagai masalah gizi mikro.Lebih lanjut dijelaskannya bahwa selama ini fortifikasi zat gizi mikro telah dilakukanpada beberapa produk pangan termasuk terigu (untuk zat besi, asam folat, seng,vitamin B1 dan B2), garam (untuk yodium) dan minyak goreng (untuk vitamin A).Sementara itu terkait dengan upaya penganekaragaman bahan pangan, Rachmimenjelaskan, bahwa pihaknya telah mengampanyekan penggunaan bahan panganlokal kepada masyarakat melalui kader-kader PKK dan Pos Pelayanan Terpadu(Posyandu). ■ ADUpaya Penanggulangan Masalah Gizi MikroPresiden SBY membesukanak kurang gizi
                                
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23