Page 21 - Majalah Berita Indonesia Edisi 10
P. 21


                                    BERITAINDONESIA, 6 April 2006 21Jacobus menjelaskan ketidakseriusandari pemerintah terlihat dari lemahnyakoordinasi di semua sektor, baik itu daerahmaupun di pusat. “Jika ada koordinasiantarsektor yakni koordinasi antardaerahdan dari daerah ke pusat, maka gizi buruktersebut dapat ditekan,” katanya.Disinggung soal dana, Jacobus menilaisebenarnya bukan faktor utama karenayang lebih menonjol dalam hal ini adalahlebih pada faktor koordinasi.“Karena kasus sudah merebak, makalangkah yang harus segera diambil pemerintah adalah dengan memperbaikikondisi dengan niat yang tulus,” katanya.Sebenarnya interpelasi gizi buruk,termasuk polio, sudah diajukan DPR kepemerintah tahun 2005, ketika MenkoKesra masih dijabat oleh Alwie Shihab.Namun jawaban pemerintah yang disampaikan Bakrie kala itu tidak menyentuh inti persoalan. Busung laparakibat gizi buruk, menurut Bakrie, merebak tahun lalu karena terjadinya stagnasidalam penyediaan prasarana pelayanandasar kesehatan. Kata Bakrie, kasus giziburuk berkaitan dengan gagal panen,memburuknya ekonomi lokal dan transisisistem pemerintahan daerah. Jawabanyang jauh panggang dari api.Pemerintah pusat malah mempersalahkan pemerintah daerah. Sistem otonomidaerah telah melimpahkan tanggungjawab pelayanan dasar, mencakup bidangkesehatan, pendidikan, pangan dan kependudukan, ke pundak pemerintahdaerah, baik provinsi maupun kabupaten. BURUKKemiskinanBusung lapar dalam bahasa Belandadisebut honger oedem (HO). Antara laindapat terjadi karena masalah ekonomiorang tua yang terimpit kemiskinan.Anak menderita sakit yang tak sembuhsembuh sehingga susah makan. Sanitasilingkungan yang buruk dan pemahamanwarga terhadap kesehatan kurang. Selainitu, bisa juga disebabkan oleh pola konsumsi yang tidak memperhatikan keseimbangan gizi.Hal itu dapat menimpa siapa saja, tidakmengenal status ekonomi. Anak orangyang berkecukupan pun bila tidak diperhatikan keseimbangan gizinya dapatterkena gizi buruk. Tentang kasus busunglapar di NTB, misalnya, meskipun wilayahitu surplus padi, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh tani.Busung lapar disebabkan oleh keadaankurang gizi karena rendahnya konsumsienergi dan protein dalam makanan seharihari mereka sehingga tidak memenuhiangka kecukupan gizi (AKG).Keadaan kurang gizi itu biasa disebutdengan kurang energi protein (KEP).Setiap individu tidak akan memilikimetabolisme yang normal apabila kebutuhan kalori (energi)-nya tidak terpenuhi. Sumber energi manusia adalahzat-zat gizi sumber energi seperti hidratarang, lemak, dan protein. Kekuranganprotein juga akan menurunkan imunitasterhadap penyakit infeksi.Sumber protein utama dari makananadalah daging, ikan, telur, tahu, tempe,susu, dan lain-lain (umumnya lauk-pauk).Karena sistem imunitas tubuh itu sangatbergantung pada tersedianya protein yangcukup maka anak-anak yang mengalamikurang protein mudah terserang infeksiseperti diare, infeksi saluran pernapasan,TBC, polio, dan lain-lain.Sementara itu, menurut Guru BesarIlmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB)Soekirman dalam sebuah artikelnya diharian Sinar Harapan, data dari Indonesia dan di negara lain menunjukkanadanya hubungan antara kurang gizi dankemiskinan.Proporsi anak yang gizi kurang dan giziburuk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk,makin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi; makin tinggi pendapatan,makin kecil persentasenya. ■ RHTersenyum menerima kartu bantuan tunaiASI yang kurang gizi
                                
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25