Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 10
P. 16
16 BERITAINDONESIA, 6 April 2006BERITA UTAMASudah setahun DPR mengajukan interpelasi tentang giziburuk dan penyakit polio. Baru dijawab sekarang, setelahratusan anak pengidap busung lapar, meninggal denganmengenaskan. Di NTT saja, belum termasuk daerahdaerah lain, dalam kurun waktu setahun—Maret 2005-Maret 2006—sebanyak 61 penderita meninggal dunia.Berita pilu ini muncul (8/3) hanya sehari setelahinterpelasi DPR dijawab oleh pemerintah. Namun jawaban pemerintah yangdisampaikan Menko Kesra Aburizal Bakrie dan Menkes Siti Fadilah Soepari(7/3) sangat normatif.Penderita gizi buruk dan busung lapar di NTT mencapai 161 Balita, kesialanmenimpa 76 anak lantaran tidak masuk di dalam program pemberianmakanan tambahan. Sebagian besar dari anak-anak ini (61) akhirnyameninggal dunia lantaran menderita kekurangan gizi yang sangat parah,demikian laporan Harian Indo Pos (15/3).Program Pangan Dunia (WFP) memang telah memberi bantuan susu,namun tak mampu menolong anak-anak malang tersebut. Seolah menyesal,Kepala Puskesmas Batakte, Kupang Barat, dr. Angelique Kuhurimamengungkapkan, dana yang diterimanya dari kantor Menko Kesra hanyauntuk melayani 85 Balita. Anak-anak kurang gizi yang dilayani sesuai denganalokasi Menko Kesra.Di Bengkulu, tiga bayi pengidap gizi buruk meninggal dunia. Sedangkandua bayi lainnya, warga kota Banjarmasin, juga meninggal dunia karenaDerai tawa dari para anggota Dewan seolahmemberi kesimpulan bahwa persoalan busunglapar dan polio dianggap angin lalu dan sudahtuntas.Sidang penting itu hanya mendengarkanketerangan sepihak dari pemerintah. Tidak adadialog, tidak ada tanya jawab. Tetapi ada jugavandalisme. Para pengusul interpelasi tidak jadibicara karena mikrofon tiba-tiba mati, ataudimatikan? Keanehan lain; pimpinan DPR tidakmemberi kesempatan bicara kepada anggotaDewan.Usai sidang paripurna itu, muncul berbagaikecaman dan kritik. Misalnya, mantan KetuaMPR Amien Rais, menyindir DPR kembali padafungsinya yang berpuluh-puluh tahun, hanyajadi tukang stempel. DPR semestinya, bukanjadi panggung sandiwara dan retorika, tetapitempat untuk bertukar pikiran mengenai nasibrakyat dan masa depan bangsa.Substansi interpelasi jadi kabur, kehilangan momentum. Para anggota parlementidak merekomendasikan apa-apa untukmendesak pemerintah bertindak segeramencegah jatuhnya korban-korban baru.Sepertinya, pemerintah lebih mendekatkandiri pada otoritas DPR, bukan menerima masukan untuk menangani permasalahan lebihtepat dan sungguh-sungguh. Maka munculsuara-suara untuk menambah insentif paraanggota Dewan. Agaknya—legislatif daneksekutif—telah sama-sama kehilangankepekaan untuk mengatasi kesulitan yangdialami rakyat miskin.Contoh yang paling konkrit, kasus kenaikanharga BBM rata-rata 128%, tanggal 1 Oktober2005. Saat itu pemerintah berteriak kerastentang kemungkinan defisit APBN yangteramat serius bilamana harga BBM tidakdinaikkan. Di parlemen muncul asumsi yangsama tentang perlunya kenaikan tersebut, jikatidak ingin pemerintah tak berdaya mengatasipersoalan makro dan mikro ekonomi. Faktanya,semua fraksi di DPR, kecuali PDIP, menyetujuikenaikan harga BBM dengan besaran sepertiyang diusulkan oleh pemerintah.Lantas anggota fraksi-fraksi tersebut, untukmenampilkan diri sebagai sinterklas, memintapemerintah mengucurkan bantuan tunailangsung kepada setiap RTM yang berjumlah15 juta. Memang terjadi surplus pemasukan didalam APBN, tetapi uang Rp 15 triliun menguapseperti air di padang pasir.Sementara pihak menilai, tunjangan Rp 10juta per bulan yang diberikan pemerintahkepada setiap anggota dewan tak lain dan takbukan sebagai “imbalan” atas dukungan DPRpada kebijakan pemerintah menaikkan hargaBBM tersebut.Begitu kenaikan memicu laju inflasisampai 18,38% dan ribuan PHK di berbagaiindustri, fraksi yang mendukung hanyaberdiam diri. ■ SHKORBAN BUSUNG 16 BERITAINDONESIA, 6 April 2006Ratusan Balita pengidap gizi buruk menantitambahan makanan dalam penderitaanpanjang. Banyak yang tak mampu bertahan.BERITA UTAMA