Page 5 - Majalah Berita Indonesia Edisi 100
P. 5


                                    BERITAINDONESIA, Edisi 100 5VISI BERITASuara KitaSuara yang disampaikan Syaykh Al-Zaytun Abdussalam Panji Gumilang dan beberapa tokoh, di antaranya mantan Wapres Try Sutrisno, dan mantan Panglima TNI Djoko Santoso yang menyerukan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli, pastilah mengandung niat baik (luhur) dan nilai-nilai kearifan, mengingat UUD 1945 tersebut merupakan jatidiri hakiki bangsa Indonesia yang diamanatkan para pendiri bangsa ini.Walaupun berbagai kepentingan elit politik pasca reformasi, tampak nya masih akan mencoba meredam suara tersebut. Namun ide luhur tersebut akan memperoleh jalan jika para tokoh bangsa yang memiliki spirit hikmat kebijaksanaan sebagaimana para pendiri bangsa dahulu terus menyuarakannya. Spirit hikmat kebijaksanaan itulah yang hilang pada awal gerakan reformasi sehingga apa yang telah ditenun para pendahulu (pendiri bangsa) dirobek-robek, hingga bangsa ini kehilangan jatidirinya.Amandemen UUD terjadi di era reformasi. Semangat untuk meruntuhkan pemerintahan Soeharto (Ode Baru) ketika itu sangat emosional. Presiden Soeharto dituding mempertahankan kekuasaan hingga 32 tahun akibat tidak ada pembatasan periode masa jabatan presiden. Maka saat itu, Ketua MPR Amien Rais dan para politisi anti Soeharto bersikukuh me nyatakan bahwa amandemen UUD 1945 harus dilakukan karena menjadi amanat reformasi. Mereka yang menolak dituding dan dikucilkan sebagai antireformasi.Amien Rais saat itu berdalih bahwa amandemen tidak akan menyentuh Pembukaan UUD 1945. Bahkan dia menyebut batang tubuh UUD 1945 juga tidak berubah total dan hanya disertai perbaikan dan penambahan yang dianggap perlu. Namun, ternyata kemudian terjadi perubahan fundamental yang mengubah sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. UUD 1945 diamandemen sampai empat kali. Tenunan para pendiri bangsa itu dirobek-robek. Amandemen I dilakukan 19 Oktober 1999. Antara lain untuk membatasi kekuasaan Presiden yang dianggap terlalu berlebihan, termasuk terkait pembatasan periode jabatan. Kemudian, amandemen II terjadi pada 18 Agustus 2000, antara lain dengan menambahkan aturan terkait wewenang dan posisi pemerintahan daerah (otonomi); peran dan fungsi DPR; serta penambahan mengenai hak asasi manusia. Belum cukup, kemudian dilakukan amandemen III pada 10 November 2001. Dilakukan perubahan besar terkait bentuk dan kedaulatan negara, aturan pemakzulan, hingga pembentukan lembaga seperti Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi, serta mengubah tatacara pemilihan presiden-wakil presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat, dan tidak lagi dilakukan oleh MPR. Disusul amandemen IV pada 10 Agustus 2002, antara lain mengubah hal yang terkait pendidikan dan perekonomian, serta aturan peralihan dan tambahan.Republik Indonesia menjadi negara liberal. Para elit menikmatinya berkolaborasi dengan para pemilik kapital. Indonesia kehilangan jatidiri kenegaraan dan politik. Tidak ada lagi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Rakyat banyak pun ikut larut dalam euforia demokrasi langsung, walaupun sejauh ini pemilihan langsung tersebut tidak berdampak signifikan meningkatkan kesejahtera an rakyat. Korupsi merajalela, kendati KPK berulangkali menangkap koruptor dengan OTT.Lalu apa yang harus dilakukan untuk dapat mengembalikan atau menzahirkan jatidiri bangsa yang hakiki tersebut? Mari bersama-sama menyuarakan seruan hikmat kebijaksanaan itu, menjadi suara kita bersama. Sehingga presiden yang kuat dan berhati luhur akan berani mengambil risiko mengeluarkan dekrit kembali ke UUD 1945.  ch. robin simanullangi di era meeu arus manat l k didilakukadan tDi1Inkenlagi kehik k b
                                
   1   2   3   4   5   6   7   8   9   10