Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 13
P. 13
BERITAINDONESIA, 18 Mei 2006SMK 45 menit per mata pelajaran.Saat ini memang anak-anak kelebihan muatan, selain materi pelajarannya terlampau rumit, juga terlalubanyak (16 mata pelajaran). Tentu orang tua sangat terbeban karena harusmembeli banyak buku dan keperluanlainnya.Apa pun bentuk kurikulum atauperubahan yang dilakukan oleh pemerintah, guru tetap menempati posisisentral untuk pencapaian tingkatkecerdasan anak didik. Namun citraguru yang seharusnya kompeten danberwibawa, terkikis oleh rendahnyapendapatan dan kesejahteraan mereka. Sedangkan guru menjadi barometer maju atau mundurnya mutupendidikan. Paling tidak, ada limavarian untuk memperoleh guru yangbenar-benar prima; dedikasi, tingkatkesejahteraan, kompetensi dan sistempengangkatan.Seorang guru harus memiliki dedikasi tinggi pada tugas utamanya.Karena itu gaji dan tunjangan kesejahteraannya harus mencukupikebutuhan layak, sehingga dia tidakbekerja sambilan yang bisa mengganggu konsentrasinya mengajar. Diasendiri harus memiliki kompetensi jikaingin menghasilkan anak didik yangkompeten. Dan dalam pengangkatanseorang guru harus benar-benar obyektif, berdasarkan jurusan pendidikan dan kompetensinya—bukanlantaran koneksi, apalagi sogokan.Pada era 1950-an, guru sekolahrakyat (SR) harus datang ke sawahatau ladang untuk menggiring muridmasuk sekolah. Karena, pada musimtanam dan panen padi banyak kelasPernahkah Anda membacaatau mendengar kisahLiliput? Kisah tentangseorang pria Liliput yangingin menggelindingkansebuah batu ke puncakbukit. Namun batu itu tidak pernahsampai ke puncak. Begitulah kisahtentang sistem pendidikan Indonesia.Ganti rezim ganti sistem, ganti menteriganti kebijakan. Selalu dimulai dariawal lagi. Kebanyakan kandas ditengah jalan.Pemerintah reformasi sudah mengganti kurikulum SD-SMP-SMA-SMKdari CBSA 1994 (Cara Belajar SiswaAktif) ke KBK (Kurikulum BerbasisKompetensi). Tidak hanya kurikulumyang selalu berubah. Nama departemennya pun berubah sesuai selerarezim yang berkuasa. Di zaman Orla:Departemen Pendidikan dan Pengajaran, Orba: Departemen Pendidikandan Kebudayaan, dan Orref: Departemen Pendidikan Nasional. Pergantiannama membawa perubahan sistemdan substansi pendidikan.Mata pelajaran yang elementer punsering jadi korban. Misalnya, matapelajaran Kebangsaan (Civic), SejarahNasional, Kebudayaan Nasional danBudi Pekerti, dewasa ini tidak ditemukan lagi. Semestinya mata pelajarantersebut dipertahankan untuk memelihara kesadaran berbangsa bagisetiap generasi baru Indonesia.Dewasa ini, Departemen PendidikanNasional—muara dari sistem pendidikan bangsa—berencana merevisiKBK atau Kurikulum 2004. Kurikulum reformasi ini diterapkan tidaklama setelah Bambang Sudibyo ditunjuk sebagai Mendiknas. KBK sudahdiuji coba di sejumlah sekolah. Kurangberhasil.Karena itu, UU Sistem PendidikanNasional mengamanatkan pembentukan Badan Standardisasi PendidikanNasional (BSPN) untuk merevisi KBKagar bisa diterapkan di sekolah-sekolah pemerintah dan swasta di seluruh Indonesia. KBK memuat 16 matapelajaran dengan jam belajar lebih dari1.000 jam setahun. Langkah pertamapimpinan BSPN Prof. Dr. BambangSuhendro adalah memangkas jambelajar mengajar—SD cukup 35 menit,SMP 40 menit, sedangkan SMA danMUTU PENDIDIKANVISI BERITAyang kosong. Kilas balik ini hanyauntuk menggambarkan betapa besarnya pengabdian guru, dan betaparendahnya kesadaran orang tua, meskipun sekolah serba gratis.Sekarang, sebagian besar guru dikota punya pekerjaan sampingan,memberi les privat atau mengajarrangkap di sekolah-sekolah lain, bahkan ada yang jadi tukang ojek. Guru didesa juga bekerja sambilan sebagaitukang ojek, petani atau pedagang.Mereka tidak meneladani para pendahulunya. Pengabdian guru rendah,tetapi orang tua murid punya kesadaran sangat tinggi untuk menyekolahkan anak mereka. Kendalanya,tingginya biaya pendidikan yang takterjangkau oleh kantong mereka.Dampaknya, sama saja antara duludan sekarang—banyakanak usia sekolah yangtidak menikmati bangku sekolah atau keluardari sekolah sebelumwaktunya.Idealnya, negara menanggung biaya pendidikan anak-anak dariSD sampai SMA. Kebijakan ini bisa menjembatani jurang ketidakadilan di sektorpendidikan. Karena hanya anak-anak keluargakaya yang bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya.Sedangkan anak-anak keluarga miskin, paling tinggi tamat SMP, kebanyakan tamat SD.Belum lama ini, tersebar beritagembira. Ada kesepakatan antarapemerintah pusat dan daerah—provinsi, kabupaten dan kota—untukbersama-sama menanggung biayapendidikan, paling tidak, dari SDsampai SMA dan SMK. Tetapi yangperlu diawasi oleh pemerintah danDPR agar pendidikan benar-benargratis. Jangan lagi ada alasan untukmengenakan berbagai pungutan kepada orang tua murid.Kalau ingin memperbaiki mutupendidikan, pemerintah, paling tidak,harus memperhatikan empat hal:ciptakan guru-guru yang prima, batasijumlah siswa, paling banyak, 20 perkelas, kurangi jam belajar, cukupisarana dan prasarana. Tetapi pemerintah sendiri harus konsistenberpegang pada sistem pendidikanyang berkesinambungan. ■13