Page 12 - Majalah Berita Indonesia Edisi 15
P. 12
Maut Menjelang SubuhMaut tak mengenai waktu dan tempat. Datangnya tak bisa diramalkan.Itulah yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.Terbungkus rok dan blus yangmasih utuh, jasad gadis usia 10tahun, sebut saja bernamaIndah, ditarik keluar darireruntuhan rumahnya. Jasadnya terbujur kaku, rambutkusut sebatas bahu masih berlumur debu.Sebelum dibungkus kain panjang, ayahnyameminta agar jasad putrinya ditidurkan diatas tanah. Sang ayah menangisi putrinyayang sudah tidak bernyawa, menciumkeningnya sampai para penyelamat meminta untuk merelakan putrinya pergi.Sang ayah hanya bisa memandang kosongke arah jenazah putrinya yang dibawa parapenyelamat untuk dimakamkan.Sebelum gempa maut menjemput dinihari Sabtu (27/5), Sri Mulyani masihmenyusui bayinya, Jangkung, usia limahari, di rumahnya di Desa Canden, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Sritewas tertimbun selama enam jam olehreruntuhan bangunan rumahnya. Jangkung yang ada di pangkuannya selamat.Ketika dia meregang nyawa kemungkinanbayinya terlepas dari dekapannya, terlepaske lantai, dan selamat.Ada semacam isyarat dari Jangkungsebelum maut merenggut nyawa Mulyani(27). Jangkung, tidak seperti biasanya,rewel terus menerus sejak Jum’at. Kakakalmarhumah, Sri Lestari, berkata, “Bisajadi rewelnya Jangkung sebagai satupertanda.” Mulyani tewas di atas tempattidur yang beralaskan tikar. Kemungkinandia tertimpa runtuhan dinding dan atap.Jasadnya yang kaku berada dalam posisimerangkul dan melindungi bayinya.Sedangkan rumahnya rata dengan tanah.Jangkung diketemukan warga masihbernafas di antara timbunan reruntuhan.Bayi mungil itu tidak menangis. NamunJangkung menangis kencang setelahwajahnya diolesi air.Sekujur tubuh ibu muda itu berlumurdarah yang keluar dari luka-luka di kepala,wajah dan tubuh. Lenang Trisujono, ayahJangkung selamat karena ketika gempaterjadi dia berada di luar rumah, sedangmencuci popok bayinya. Dalam guncanganyang terjadi begitu cepat dan dahsyat,Lenang berlari menuju rumahnya untukmenyelamatkan istri dan bayinya. Apamenuju KUA. Pasangan itu mendapatperhatian para pengungsi yang bernaungdi tenda-tenda darurat di dekat KUA.Mereka pun ikut jadi penonton upacaraakad nikah tersebut. Pengantin priamengatakan pernikahan hari itu sudahdirencanakan tiga bulan lalu. Ayah pengantin wanita, Mulyono hanya bisameneteskan air mata, karena putrinyamenikah dalam suasana duka.Sebenarnya pasangan tersebut menetapdi Batam, pulang kampung untuk melangsungkan pernikahan. Mereka tiba diDesa Manggeng Jum’at, sedangkan gempaterjadi Sabtu dinihari. Rumah keduamempelai sama-sama hancur, jadi tidakada pesta perkawinan bagi mereka.Sebagian besar korban yang selamatmengeluhkan tiadanya tenda untuk berteduh. Mereka kedinginan di tengah anginkencang dan hujan deras. Tak ada pasokanmakanan dan selimut. Bantuan pangandari pemerintah terlambat datang, sehingga memaksa mereka mengemis untukmemuaskan rasa lapar. Kusno, korban dariPrambanan, Klaten, menuturkan kepadaKoran Tempo (29/5), bersama ratusankorban lainnya, dia berdiri berjejer antaraYogya-Klaten, menyodorkan kaleng mengharapkan pemberian dari para pengendarayang sedang lewat.Seorang korban di Kecamatan Patuk,Gunung Kidul, mengaku kesulitan membeli makanan karena semua toko tutup.Ganang Hadiwijoyo menuturkan anakanak dan orang tua menderita sakit karenakekurangan makanan dan tempat berteduh. “Saat ini kami membutuhkanbantuan agar bisa bertahan hidup,” kataGanang kepada Koran Tempo.Hampir semua suratkabar di Jakartamembuka dompet kemanusiaan untukdisumbangkan kepada para korban gempadi DIY dan Jateng. Laporan terakhirmengungkapkan gempa Sabtu subuhsudah menelan 5.162 nyawa, 3.490 di DIYdan 1.672 di Jateng. Kerugian materialmencapai Rp 2,5 triliun. Tak kurang dari33.616 rumah penduduk rusak parah,19.593 di DIY dan sisanya di Jateng.Gempa subuh di Yogya masih menyisakankepedihan dan penderitaan. ■ SH (Laporanterkait halaman 46)daya, dia sendiri terluka kena bangunanrumahnya yang sedang runtuh. Lenangmengurungkan niatnya untuk menyelamatkan istri dan bayinya. Enam jamkemudian dia mendapatkan istrinya matiterduduk, tetapi bayinya selamat.Tragedi yang menimpa Indah dan Mulyani hanya sebagian kecil episode mautgempa bumi tektonik yang merenggutnyawa lima ribuan orang lebih. Gempayang berkekuatan 5,9 Skala Richter ituBERITA TERDEPAN12 BERITAINDONESIA, 15 Juni 2006memporak-poranda Daerah IstimewaYogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah,dinihari Sabtu (27/5). Banyak anak danorang tua yang tidak mampu menyelamatkan diri, terkubur di dalam reruntuhanrumah. Mereka yang terjaga dari tidurlantaran guncangan gempa, berlari meninggalkan rumah untuk mencari tempattempat yang lebih aman. Mereka hanyamembawa barang seadanya, terdampar ditenda-tenda pengungsian.Namun di tengah tragedi tersebut masihada yang bisa bergembira. Di sela kesibukan evakuasi dan erangan korban yangmenderita luka parah, sepasang wargaDesa Manggeng, Kecamatan Jetis, Bantul,Agus Pribadi (25) dan Istiani (22) datangke Kantor Urusan Agama untuk melangsungkan pernikahan. Pasangan tersebut, diantar oleh ayah pengantin wanita,seorang warga dan beberapa petugas SAR