Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 18
P. 13
BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006 13V ISIBERITATNI Berkacaune shock boleh juga satusaat menggeser hebohnyaApril mop. Tanggal 29 Juni lalu, para pemirsa benar-benar tersentak ketika Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Djoko Susanto tampil di layar kaca. Kemunculan Jenderal bintang empat ini dilayar televisi bukan sekadar show(nampang), tetapi untuk mengumumkan sesuatu yang luar biasa. Sejumlah besar peralatan militer—145 pucuk senjata, 28.850amunisi, 9 granat tangan dan 28teropong—ditemukan di sebuahrumah mewah milik rekan seangkatannya di Akabri Darat (1975),mendiang Brigjen Koesmayadi.Sayangnya takdir telah memanggil Koes, panggilan akrabnya, sebelum almarhum menjelaskan semua duduk soal tentangsenjata-senjata yang disimpannyaTanggal 25 Juni lalu, nyawanya tiba-tiba direnggutoleh serangan jantung. Satuan Polisi Militer TNI,tanggal 26 Juni mendatangi rumah almarhum dikomplek perumahan Puri Marina, Ancol, Jakarta Utara,menyita peralatan militer tersebut. Mereka jugamembawa pergi Kapten Ahmad Irianto, KomandanBatalyon Paspampres, suami putri pertama mendiangyang kebetulan ada di rumah tersebut.Reaksi yang muncul setelah Jenderal Djoko mengumumkan penemuan tersebut sangat memojokkan TNIdan mendiang Koes. Para analis dan media mem-blowup kasus tersebut, bahwa Koes dan kelompoknya sedangmerencanakan makar atau kudeta. Komentar lain,sistem administrasi manajemen logistik peralatanmiliter TNI, khususnya AD, sangat rapuh sehinggaseorang perwira senior bisa mengelabui atasannya.Kalau senjata-senjata itu hanya untuk koleksi, jumlahnya menyimpang dari kelaziman. Tempat yang patutbagi peralatan militer itu adalah gudang persenjataanTNI.Jenderal Djoko sempat juga sedikit menyingkaptentang perasaan geregetan (penasaran) terhadap sepakterjang Koes dalam soal dagang senjata. Saat itu (tahun2004-2005), Koes, Wakil Asisten Logistiknya KSADJenderal Ryamizard, sedangkan Djoko menjabat DeputiKSAD. Tetapi setelah menjabat KSAD, Djoko tidak segeramengganti teman seangkatannya itu. Mata rantai hubungan dan kedekatan Koes dengan Ryamizard inilahyang membuat kasus itu menyebarkan aroma persaingan politik.Terlepas dari tudingan makar, atau adanya aromapersaingan politik, kasus itu terjadi karena Koes bisamelenggang bebas berkat kedekatan pribadi yang telahmengabaikan sekat-sekat institusional. Dan secarakelembagaan, sepak terjang Koes yang di luar kelazimantelah mencoreng wajah TNI yang sempat terpurukselama era reformasi. Tidak sepatutnya embargo senjatayang dikenakan AS selagi Indonesia menghadapiberbagai kerusuhan, terorisme dan gerakan separatisme, dijadikan alasan untuk membeli senjata di luarprosedur, apalagi di pasar-pasar gelap. Sebab masihbanyak negara lain yang mau menjual senjata secararesmi kepada Indonesia.Bolehlah kita melihat langkahJenderal Djoko dengan positive presumption (anggapan positif);“membersihkan rumah sendiriyang selama ini dianggap angker.”Artinya, kalangan militer sudahmemulai tradisi berkaca di rumahsendiri. Publik semestinya memberi kesempatan kepada TNI, menjelang batas waktu tanggal 9 Agustus yang pernah dijanjikan Panglima Marsekal Djoko Suyanto untuk menuntaskan kasus Koes. Sikap yang diperlihatkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyonocukup jelas, karena sudah meminta tim penyidik Pomad untukmenanganinya secara obyektif,profesional, dan memprosesnya sesuai dengan prosedur hukum yangberlaku.Tentu ini sebuah test case (ujikasus), apakah TNI mematuhijanjinya atau tidak, cukup terbuka atau tidak, mengambil langkah hukum secara profesional atau tidak.Sebab publik masih menanti ujung dari kasus pengadaan rumah prajurit dan pembelian pesawat Foker50. Masyarakat juga tak ingin TNI terperangkap “benang kusut” persoalan internal yang sedikit banyak bisamengganggu kinerja dan citranya.Terlepas apa pun motifnya, keterbukaan JenderalDjoko, dan langkah sigap Pomad untuk mengurai“benang kusut” tersebut patut dihargai. Mungkinpenyimpangan tidak hanya terjadi pada belanja logistikmiliter, tetapi juga dalam hal-hal lain; misalnya,pendidikan, pembinaan personil dan bisnis militer.Seperti yang diungkapkan Panglima bahwa denganmencuatnya kasus Koes, TNI memperoleh momentumuntuk melakukan pembenahan internal. TNI tidak lagimemiliki anggaran taktis yang tak terbatas seperti yangdinikmatinya di waktu-waktu yang lalu. Sebab tertibanggaran juga harus berlaku buat TNI. Pembenahantersebut tentu punya dampak sangat positif bagi TNIsendiri. Karena nantinya, setiap gerak eksternal TNItidak lagi terbebani oleh timbunan “benang kusut” internal. Tetapi dengan itu saja tidak cukup untukmembangun TNI yang profesional dan percaya diri.Masyarakat juga harus bersikap dan berbuat fairterhadap TNI-nya. Publik tidak lagi memerangkap TNInya dengan tudingan sumir melanggar HAM. Sebab“pelanggaran HAM” merupakan cap yang menempeldi kening tentara. Cap itu sudah menjadi paradigmayang susah dihapuskan bahwa hanya prajurit yangpantas diancam dengan sanksi pelanggaran HAM.Sedangkan tentara yang menjadi korban sipil HAM-nyadisepelekan. Masyarakat menganggapnya sudah jaditakdir bilamana seorang tentara tewas di medan tugas,meskipun tidak sedang berperang.Kembali ke kasus Koes, publik menunggu keberanianTNI untuk memproses secara hukum mereka yangpatut diduga bersalah. Terlepas apakah dia aktif ataupensiunan, perwira senior atau yunior. J