Page 60 - Majalah Berita Indonesia Edisi 57
P. 60
60 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS60 BERITAINDONESIA, 19 Juni 2008Perempuan-Perempuan di kepala keluarga yang tinggal di bantaransungai. Jadi diharapkan warga sekitarbantaran sungai tidak lagi mendiamiwilayah tersebut.Salah satu keluarga yang tinggal di sekitar bantaran sungai adalah keluargaYanti (23). Dia tinggal bersama orangtua,dua orang adik dan anak perempuannyayang berusia tiga tahun. Sudah puluhantahun mereka tinggal di bantaran sungai.Yanti mengatakan kalau daerahnya sudahmenjadi langganan banjir. Pada tahun2007 silam banjir yang melanda kawasannya hingga mencapai atap rumah menyebangun rumah yang mencapai kisaranharga Rp15 juta. Harga tersebut memangbukanlah harga yang murah bagi keluargaYanti yang tingkat ekonominya rendahini. Jadi, mereka harus mencicil sedikitdemi sedikit.Ketika ditanya mengenai pembebasanlahan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah di sekitar bantaran sungaidan sebagai gantinya pemerintah berencana membangun rumah susun untukwarga sekitar, Yanti menanggapi tidak adamasalah jika rumah susun tersebut diperuntukkan secara gratis bagi wargakurang mampu.Bergelut dengan ArusPerempuan paruh baya itu bernamaRohana (49), dia tengah asyik mengambilsampah-sampah plastik yang lewat bersama arus deras sungai Ciliwung di atasrakit bambu yang licin dan berlumut.Dengan memakai jaring yang disambungkan ke bambu, dengan sabar Rohanamenunggu sampah-sampah plastik yanglewat di depannya. Sampah-sampah yangkebanyakan diambil adalah bekas botoldan gelas plastik air mineral. Ada pulakaleng minuman dan botol beling yangikut dimasukkan ke dalam jaring ketikabenda-benda tersebut hanyut bersamaarus sungai.Sudah delapan belas tahun dia besertasuami dan dua orang anaknya hidup diYanti, ibu Rohana dan nenek Mardiah merupakanpotret perempuan warga Jakarta yang hidup dibawah garis kemiskinan. Hidup yang lebih layaksudah menjadi keinginan mereka sejak lama, hanyasayang kesempatan itu belum datang menemuiketiga perempuan tangguh tersebut.uasana ramai terlihat jelasketika melewati sebuah pasar tradisional di kawasanBukit Duri, Jakarta Selatan.Para pedagang sibuk melayanipembeli yang kebanyakan kaum ibu.Berbagai macam kebutuhan sandangpangan tersedia di sana meskipuntidak selengkap pasar modern yangbiasa kita sebut supermarket.Di pasar tradisional itulah sebagianwarga Bukit Duri menggantungkan hidupnya dengan berjualan. Masyarakatdengan tingkat sosial-ekonomi rendahStampak tergambar jelas di sini. Sementara, jika dilihat sekilas pasar keciltersebut berada dalam wilayah padatpenduduk. Apalagi tata ruang perkampungan yang kurang teratur dan terletak di bantaran sungai Ciliwungmembuat kawasan itu cenderungkumuh.Bagi penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di wilayahtersebut lebih memilih hidup di sepanjang bantaran sungai dengan segalarisiko terberat yang harus mereka terima yakni banjir. Untuk itu, merekamembangun rumah panggung semipermanen dengan tiang-tiang penyangga rumah yang terbuat dari kayubahkan ada pula yang menggunakanbambu-bambu besar sebagai tiang penyangga rumah mereka. Meskipun halitu tidak dibenarkan oleh pemerintahdaerah, mereka tetap bertahan hidupdi bantaran sungai. \nya tinggal di jalur hijau, tempat resapan air. Mereka tidak sadar dan tidakpeduli kalau sudah membangun disitu,\pintu air Manggarai.Untuk mengatasi masalah ini, Departemen Pekerjaan Umum dan Kementerian Negara Perumahan Rakyatberencana membuat proyek RumahSusun Sederhana Sewa (Rusunawa)yang diprioritaskan kepada 70.000babkan Yanti sekeluarga harus menumpang di rumah orang lain yang tidakterkena banjir.\ kalau tinggal di sini cuma kalau banjir saja. Cape mengangkut barangbarang belum lagi malu dan tidak enak kalau harus menumpang di rumah oranglain,\Yanti mengaku senang tinggal di bantaransungai karena sudah terbiasa dengankeadaannya dan sudah tidak kaget lagikalau banjir datang. Yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana bisa makan danmencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.Yanti mengatakan jaman sekarang sangatsusah mencari uang.Keluarga Yanti hanya mengandalkanpendapatan dari warung yang tidak tentujumlahnya dan hasil dari mengumpulkansampah-sampah plastik yang melintas disepanjang sungai Ciliwung yang nantinyaakan dijual kepada pemborong. Dari hasilmenjual sampah-sampah plastik itu,keluarga Yanti kadang mendapatkan Rp.50.000, itupun harus dikerjakan seharianpenuh. Maklum saja kedua orangtua Yantitidak mempunyai pekerjaan tetap, sementara dia dan adik keduanya putus sekolahkarena tidak ada biaya. Hanya adikterakhirnya yang masih melanjutkansekolah sampai SMU.Keluarga ini masih harus menanggungbiaya lain, seperti biaya sewa tanah seharga Rp25 ribu/bulan serta biaya mem-