Page 65 - Majalah Berita Indonesia Edisi 69
P. 65
BERITAINDONESIA, Agustus 2009 65BERITA HUMANIORAMendidik AnakKetika si kecil belajar demokrasi dan kebersamaan lewatfilm.enimbang baik-buruk pengaruh televisi terhadap anakanak memang tidak semudahmematikan tombolnya. Dalam arus informasi yang demikian derasnya, televisi menjadi buah simalakamabagi dunia pendidikan, terutama bagiPendidikan Anak Usia Dini (PAUD).Begitulah hasil penelitian Zamris Habibdengan makalahnya yang diberi judulIndustri Film Anak Indonesia dalamrangkaian acara pekan film anak Indonesia, KidsFfest 2009 di Jakarta akhir Julilalu. “Film anak-anak yang beredar saatini sebagian besar tidak cocok untuk konsumsi anak-anak. Keresahan para orangtua biasanya dilandasi penilaian filmtersebut dianggap tidak mendidik dankurang menunjukkan pendidikan moral,”ungkap Zamris.Zamris juga memaparkan penelitiannyabahwa film yang paling berpengaruh saatini adalah Doraemon dan Crayon Sinchan. Banyak atau sedikit, kata Zamris,tokoh Doraemon dan Sinchan telahmenemani anak selama bertahun-tahun.Menurut Zamris, industri film lokal masihbelum banyak memproduksi karya yangcocok untuk pendidikan anak yang berpijak pada kebudayaan lokal. Pakarkomunikasi pendidikan ini menambahkan, “Padahal, di zaman informasi sepertisekarang ini, film punya peranan sebagaiagen pendidikan yang punya demandbesar.”Untuk menjawab kebutuhan akan filmyang cocok untuk anak-anak itulah, NiaDinata (sutradara dan produser film)bersama teman-temannya menggelaracara KidsFfest 2009 atau dengan namapopulernya Festival Film Anak Goelali2009, yang sekaligus untuk memperingatiHari Anak Nasional pada 23 Juli lalu.Acara Goelali sendiri dihelat pada 17-26 Juli silam, dengan beragam mata acaramulai dari seminar (seperti yang sudahdijelaskan tadi di atas), workshop, storytelling, dan juga pemutaran 25 film dari18 negara. Film yang diputar di antaranyaGeng: The Adventure Begins (Malaysia),The Happiness of Kati (Thailand), TheLewat FilmLetter for the King (Belanda), Mia & TheMigoo (Prancis), Niko & The Way to theStars (Finlandia), dan Teo’s Voyage(Meksiko).Barangkali inilah ajang yang pertamakali melibatkan anak-anak sebagai subyekdan obyek sekaligus. Anak tidak hanyahadir sebagai penonton (pasif), yangmendapat “rekomendasi” judul film daripara orang tua dan guru. Selain acaradibuat menghibur, ada pesan edukasiyang ingin disampaikan dari sekadar festival tahunan ini.Selama festival, anak-anak menjadi juriuntuk memilih film mana yang merekasuka. Merekalah yang menentukan filmmana yang terpilih jadi yang terbaik.“Saya ingin anak-anak juga terlibat,tidak hanya menonton tapi menilai, manayang dia suka. Unsur hiburan itu penting,melihat kenyataan minimnya jumlahproduksi film anak. Tapi unsur pendidikan seperti ini mewakili pendidikandemokratis. Karena sewajarnya, anak jugamempunyai hak akan hiburan,” tutur NiaDinata pada Berita Indonesia.Begitu juga untuk mata acara pemeran(exhibition), anak-anak diberi keleluasaanuntuk mengikutsertakan karya gambarmereka dengan tema “Karakter FilmImajinasiku”, dan sekaligus menjadi juripenentu karya favorit mereka lewat voting. Seluruh karya yang masuk (sesuaikriteria) dipamerkan secara bersama diMuseum Bank Mandiri, Jakarta, selamafestival berlangsung.Selain itu, masih ada acara yang melibatkan proses edukasi anak secara langsung. Anak-anak diajak melihat langsungproses pembuatan cerita, animasi danproses pembuatan film secara menyenangkan di sekolah mereka. “Yang sangatdiharapkan setelah festival ini, anak akanterangsang pengetahuannya secara teknisdan kepekaan humaniora mereka. Apalagidengan workshop untuk film animasi,bukankah film jenis itu yang sangatdisukai mereka?” tambah Vivian Idris,yang juga menjadi salah satu pencetusGoelali.Salah satu film yang paling menonjolselama putaran pertama Festival Goelaliini adalah film Meraih Mimpi, sebagaikarya pertama film animasi 3D di Indonesia. Film berdurasi 80 menit ini digarap(nyaris) 100 persen oleh tangan danmodal sendiri. Film yang diproduksi olehInfinite Frameworks (IFW), sebuah studio animasi yang berpusat di kota Batamini mempercayakan Philip Mitchel sebagai sutradara. Film yang diadaptasi daribuku cerita bergambar anak berjudul Singto the Dawn, karya Minfung Ho rencananya juga akan diputar di sejumlahnegara seperti Singapura, Korea, danRusia. Untuk di Indonesia sendiri, secarareguler akan bisa ditayangkan mulai awalSeptember mendatang. CHUSMAnak-anak diajarkan proses membuat filmdengan handycam