Page 7 - Majalah Berita Indonesia Edisi 07
P. 7
Kilas balik 2005 danprospek 2006 menjadisorotan berita akhirtahun (Desember2005) berbagai massmedia, terutama media cetak. Jikakita simpulkan, pada umumnya massmedia itu menggambarkan realitatengah terjadinya proses pemiskinanrakyat sepanjang tahun 2005 dandikuatirkan masih akan berlanjutpada 2006.Ironisnya, proses pemiskinan ituterjadi justru akibat faktor dan kebijakan pemerintah yang dinilaikurang tepat. Antara lain, kenekatanpemerintah menaikkan harga BBMdua kali dalam satu tahun, bahkanterakhir dengan kenaikan rata-rata126 persen. Akibatnya, harga kebutuhan sehari-hari terus naik, sementara penghasilan masyarakattidak naik secara signifikan. Bahkan,PHK besar-besaran terjadi, akibatkesulitan yang dialami beberapaperusahaan.Kendati pemerintah memberi kompensasi uang tunai langsung kepadakeluarga miskin, ternyata itu bukansolusi yang tepat dan benar. Kebijakan ini hanya membuat parapenerima (sebagian rakyat miskin)merasa senang seketika. Tetapi dalamjangka panjang justru menimbulkanmasalah, tidak mendidik bahkanmendorong tumbuhnya kebiasaanmalas dan mental pengemis.Data-data indikator makro-ekonomi juga menunjukkan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya5,3 persen, lebih rendah dari targetAPBN sebesar 6 persen, sehinggabelum mampu membuka lapangankerja secara memadai. Kurs rupiahmenurun dan inflasi melambungsampai 18 persen. Suku bunga punterus menanjak tinggi dan menyulitkan dunia usaha sektor riil. Bahkanperbankan sendiri jadi ketar-ketir.Sementara fakta-fakta riil menunjukkan daya beli masyarakatsemakin rendah. Belum lagi akibattelah dan akan terjadinya gelombangPHK. Bayangkan, sebagaimana diungkapkan Dirjen Bina PenempatanDalam Negeri, Depnakertrans, MiraMaria Handartani mengutip hasilSurvei Angkatan Kerja Nasional 2005BPS saat pembukaan Pameran BursaKerja di Balaikota Solo, Jumat (23/12), selama 2005 jumlah penganggurdi Indonesia tercatat 40,4 juta jiwadari jumlah angkatan kerja 106 jutaorang. Sebanyak 10,8 juta penganggurterbuka dan 29,6 juta penganggursetengah terbuka. Tingkat pengangguran mencapai 10,21 persen.Sementara itu, Pusat PenelitianEkonomi LIPI dan Institute for Development of Economics and Finance(Indef) dalam proyeksi ekonomitahun 2006 memperkirakan, angkapengangguran terbuka jauh di atasprediksi pemerintah yang hanya 9,64juta orang. LIPI memperkirakanangka pengangguran 12,151 juta orang, sedangkan Indef memperkirakan12 juta hingga 12,6 juta orang. (Kompas, 23 Desember 2005).Semua itu terjadi, antara lain,akibat faktor kebijakan pemerintah.Sesungguhnya, kita yakini pemerintah berniat baik dengan berbagaikebijakannya. Terutama tentangpenghapusan subsidi BBM untukmengatasi masalah naik tingginyaharga minyak dunia, sekaligus membangun kemandirian bangsa ini.Namun, kenyataan di lapangan, kehendak baik itu justru menimbulkanmasalah baru yang tidak sanggupdiantisipasi. Mungkin karena momentum dan kondisi ekonomi rakyatMenopang Harapan 2006VISI BERITAyang belum memadai. Sehinggaberbagai kebijakan ekonomi pemerintah terasa seperti jalan pintas.Seperti tindakan seorang pedagangyang tidak memahami masalahmakro.Pemerintah, secara terbuka, tidakpernah mau mengakui kekurangtepatan kebijakan ekonominya,baik makro maupun mikro, sepanjang 2005. Walaupun, secarabijaksana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah menjawabnya dengan melakukan reshufflekabinet, khususnya tim ekonomi.Kebijakan reshuffle kabinet itu,telah pula menghidupkan harapanbaru akan adanya perbaikan. Setidaknya hal ini terlihat dari responpasar secara spontan yang mendorong kenaikan nilai tukar rupiahdari di atas menjadi di bawah Rp10.000 per US dolar.Pemerintah, khususnya tim ekonomi, jangan sampai kehilangan momentum. Berbuat kesalahan kecilsaja, atau membuat pernyataan yangtidak terukur saja, bisa memusnahkanmomentum dan membuyarkan harapan dan ekspektasi pasar danmasyarakat.Salah satu solusinya, kita berharappemerintah punya keberanian membuka berbagai proyek yang secaracepat dan langsung membuka lapangan kerja. Proyek lapangan kerja,secara nyata, bukan retorika! Tentusaja, pemerintah tidak sendirian,tetapi dengan mengajak dan memfasilitasi dunia usaha secara terbukadan besar-besaran.Salah satu, sebagaimana pernahdiangkat media ini sebagai beritautama, menggerakkan pembangunanpabrik BBA (bahan bakar alternatif).Dengan mengggerakkan penanamanpohon jarak dan jagung untuk diolahmenjadi biodisel. Seandainya, danakompensasi BBM didayagunakanuntuk proyek seperti ini, tentu akanlebih tepat, dan tidak sekadar membuat senang seketika. Sehingga, kesulitan dan kelemahan yang kitahadapi sepanjang 2005 hingga harihari ini akan menjadi kekuatan pada2006 dan hari-hari mendatang. â– BERITAINDONESIA, Januari 2006 7