Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 08
P. 14
14 BERITAINDONESIA, 10 - 23 Februari 2006BERITA UTAMAIndonesia heboh. Rupanya,selama bertahun-tahun ada‘teroris’ bernama formalinyang diam-diam menyusup kedalam makanan yangdikonsumsi rakyat setiap hari.Nama formalin pun menjaditopik favorit dari ibu-ibu sampai wartawan. Bahkan, menjadi momok yangmembangkrutkan ekonomi pedagang dibanyak tempat.Begitulah cara negeri ini menyambuttahun baru 2006. Yayasan LembagaKonsumen Indonesia (YLKI) sampaigeleng-geleng kepala. Soalnya merekasudah mengeluarkan warning soal penyalahgunaan formalin pada makanan itusekitar 10 tahun yang lalu. Saat itu samasekali tak ada respon. Jangankan sidak kepedagang tahu, penjual ikan atau tukangbakso. Orang-orang dengan cuek aliastidak peduli tetap mengkonsumsimakanan-makanan yang disinyalir menggunakan bahan pengawet mayat itu.Kasus ini membuat geger Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) danDepartemen Kesehatan (Depkes). Hubungan kedua institusi itu sempat diwarnai ketegangan. Depkes menudingBPOM tidak becus menjalankan tugasnya.Menteri Kesehatan Siti Fadilah Suparisangat menyayangkan kenapa BPOM –yang sudah lama tahu soal penyalahgunaan formalin pada makanan – tidakmempublikasikannya dengan sungguhsungguh sejak dulu. Akibatnya, Depkesyang gregetan langsung berencana untukmenarik kembali badan ini di bawahkoordinasinya.Kepala Badan POM Sampurno bersikaphati-hati menanggapi ekses politik dariheboh formalin ini. Soal keinginan Menkes menempatkan kembali institusinya dibawah koordinasi departemennya, Sampurno memilih no comment. Tapi menanggapi tudingan bahwa BPOM lemahdalam pengawasan, ia langsung angkatbicara.Menurutnya, setiap tahun Badan POMmempublikasikan kasus-kasus temuannya. Tidak hanya penggunaan formalin,tetapi juga boraks dan zat pewarna dalammakanan. Meski efeknya tidak sehebohsekarang, yang jelas public awareness ituselalu dilakukan.Semua kasus itu selalu ditindaklanjutisampai ke meja hijau. Ia mengaku herankenapa BPOM yang disalahkan, padahalsoal peredaran dan tata niaga formalinbukan kewenangan institusinya. BPOMhanya bertugas mengawasi makanan.Nyatanya, YLKI pun tidak terlalu menyalahkan BPOM. Mereka justru berdiridi belakang institusi ini dan mendukungsocial enforcement yang tengah dilakukan. Meski mereka menganggap hal ituterlambat dilakukan, toh lebih baikterlambat daripada tidak sama sekali.YLKI dengan gamblang justru menganggap Departemen Perdagangan danDepartemen Perindustrianlah yang palingbertanggung jawab dalam hal ini. Sebab,kedua departemen itu seharusnya mengeluarkan peraturan yang ketat mengenaitata niaga formalin dan bahan kimiatertentu (BKT). Sehingga penyalahgunaannya bisa diminimalisir sampaipersentase nol.Selama ini, menurut YLKI, DepartemenPerdagangan hanya mengatur tata niagaformalin impor. Tetapi tata niaga formalin yang diproduksi di dalam negeri tidakdiawasi. Sehingga terjadilah distorsi itu.Formalin mestinya hanya boleh dijualoleh sarana yang memiliki izin khususkepada end user sesuai peruntukannyadan dilarang digunakan sebagai pengawetmakanan.Berlangsung Sangat LamaPada Desember 2005, BPOM melakukan pengujian pada sampel jenis-jenismakanan di delapan kota, yakni Jakarta,Bandung, Bandar Lampung, Semarang,Yogyakarta, Surabaya, Mataram danMakassar. Formalin ditemukan pada mieSetelah puluhan tahun berjalan, penyalahgunaan formalin pada makananbaru sekarang dipersoalkan secara luas.Masyarakat panik. Di manakah tanggungjawab pemerintah?GENERASI AWETAN DI basah, tahu, ikan asin dan ikan basah, jugabakso. Dari sampel yang diambil darikota-kota tersebut, separuhnya mengandung formalin dengan kadar yangcukup tinggi.Kecurigaan pun mencuat di manamana. Jenis-jenis makanan tersebut mulaidihindari. Akibatnya penjual makananyang tidak memakai bahan pengawetpemicu kanker itu pun ikut merugi karenakehilangan pembeli.Inspeksi mendadak langsung dilaku-