Page 19 - Majalah Berita Indonesia Edisi 101
P. 19
BERITAINDONESIA, Edisi 101 19BERITA UTAMAyang terutama menyerang paru-paru. Merokok merusak fungsi paru-paru sehingga membuat tubuh lebih sulit me lawan virus korona dan penyakit lainnya. Tembakau juga merupakan faktor risiko utama untuk penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit pernapasan dan diabetes yang menempatkan orang dengan kondisi ini pada risiko lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit parah ketika terkena COVID-19. Penelitian yang tersedia menunjukkan bahwa perokok berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah dan kematian.WHO menyatakan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Lebih dari 7 juta kematian ini berasal dari perokok langsung dan sekitar 1,2 juta disebabkan oleh bukan perokok yang terpapar asap rokok orang lain.WHO terus mengevaluasi penelitian baru, termasuk penelitian yang meneliti hubungan antara penggunaan tembakau, penggunaan nikotin, dan Covid-19. WHO mendesak para peneliti, ilmuwan, dan media untuk berhati-hati dalam memperkuat klaim yang tidak terbukti bahwa tembakau atau nikotin dapat mengurangi risiko Covid-19. Saat ini tidak ada informasi yang cukup untuk mengkonfi rmasi kaitan antara tembakau atau nikotin dalam pencegahan atau pengobatan COVID-19. Maka, WHO merekomendasikan agar perokok segera mengambil langkah untuk berhenti merokok.Sejahtera PsikologisSementara itu, ahli psikologi politik, Prof Hamdi Muluk mengatakan pandemi Covid-19 sudah berdampak multi-dimensi. Tak hanya persoalan kesehatan (medis), akan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya dan aspek psikologis. Dalam kondisi tersebut, penataan aspek psikologi menjadi sangat penting dalam upaya melawannya. Menurutnya, kalau seseorang tidak sejahtera secara psikologis, upaya melawan virus korona tersebut akan terkendala karena perilaku tidak mendukung.Hamdi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Minggu (10/5/2020) menjelaskan bagaimana aspek psikologi penting dalam kaitannya melawan Covid-19. Menurut Hamdi, kondisi psikologi berada pada dasar bagi seseorang dalam menghadapi goncangan yang ditimbulkan oleh Covid-19. “Selama ini mungkin orang tidak memahami bahwa kesejahteraan itu tidak tidak hanya secara ekonomi, fi sik tapi juga kesejahteraan psikologi atau phsycological well being. Secara umum memang tiga jenis kesejahteraan ini sa ling berkaitan. Dalam hal ini kondisi fi sik yang prima dengan asupan gizi seimbang dapat berdampak kepada kondisi psikolo gis yang kuat juga. Kalau ekonomi kita tidak sejahtera maka bagaimana kita bisa makan. Fisik jika tidak sejahtera, maka berimbas juga pada psikologi. Sebaliknya, apabila seseorang mampu dalam segi ekonomi akan tetapi kondisi psikologisnya rapuh maka dapat memperlemah imunitas tubuh sehingga fi sik menjadi rentan,” jelas Hamdi.Lebih lanjut Hamdi mengatakan walaupun seseorang berkecukupan secara ekonomi, kalau batin resah terus, gelisah kalau ketakutan, menjadi stres, depresi, kondisi psikologi memburuk dan kondisi fi sik memburuk dan nanti ujungujung nya dirawat dan ekonomi terpengaruh juga. Oleh sebab itu penting bagi seseorang memiliki kesejahteraan psikologi yang bagus. “Sebab sudah jelas dalam beberapa riset bahwa psychological well being mempengaruhi tingkat imunitas seseorang. Imunitas ini kata kunci melawan pandemi. Jadi pandemi dampaknya tidak terlalu dahsyat kalau setiap orang (memiliki) imun, baik secara fi sik dan psikologi. Oleh karena itu perlu ditata bagaimana setiap orang memiliki psychological well being,” kata Hamdi.Prof. Hamdi Muluk: Lawan Covid-19 dengan sejahtera psikologis ms-lwh| BERITAINDONESIA