Page 45 - Majalah Berita Indonesia Edisi 11
P. 45


                                    (BERITA DAERAH)BERITAINDONESIA, 20 April 2006 45Transportasi: Bus Way dan MonorelJakarta yang berpenduduk lebih dari 8juta jiwa dan setiap hari didatangi lebihdari 2 juta pekerja dari daerah-daerahpenyangga, tentunya harus didukungsistem transportasi yang handal. MenurutInggard Joshua, untuk menjawab persoalan ini, Pemda DKI Jakarta telahmembangun konsep Pola TransportasiMakro Jakarta. “Namun dalam pengaplikasiannya, layanan transportasi yanghandal itu masih mengesampingkankepentingan masyarakat pengguna saranatransportasi lainnya,” katanya.Inggard mencontohkan pengoperasianbus way. Sebelum pengoperasian bus waysaja, setiap jalanan di Jakarta sudah macet,apalagi setelah pengoperasiannya yangmenyita jalan. “Memang benar, bus waydiperuntukkan mendukung transportasimassal, tetapi perlu dikaji lebih mendalamanalisis dampak lingkungannya (Amdal),”katanya seraya menghubungkan denganpajak kendaraan bermotor yang menjadiprimadona pendapatan DKI Jakarta.Kalau pada satu sisi pajak kendaraanbermotor semakin meningkat, namunpada sisi yang lain tidak memberikankenyamanan yang memadai dalam mengendarai kendaraannya, maka akanmemicu perasaan apriori di kalanganpemilik kendaraan. Sesungguhnya, tambah Inggard, dibandingkan dengan saranatransportasi massal lainnya, tampaknyamasih lebih efisien angkutan monorel,karena tidak menyita jalan yang ada.Sayangnya, pembangunan angkutanmonorel yang sudah dinanti-nantikanmasyarakat Jakarta itu, hingga kini belumjelas. Bertitik tolak dari pengerjaannyayang tersendat-sendat, terlihat jelas bahwakonsorsium yang disepakati pemerintahitu kurang credible, baik dari sisi kemampuan teknis maupun finansial. “Kenapapembangunan monorel tidak dilakukansecara Government to Government (G toG). Bukankah DKI Jakarta memiliki uangyang banyak dan APBD dapat dijadikanjaminan pembayaran kepada negara yangmendukung pembangunan monorel tersebut?” tuturnya.Ingard mengingatkan, jika pembangunan monorel terseok-seok seperti sekarangini, akan memicu peningkatan biayainvestasi yang signifikan. “Tentunya, costyang besar itu akan dibebankan kepadamasyarakat yang menggunakan jasa monorel tersebut,” katanya.Pemukiman Rumah Susun danPenanggulangan BanjirKepadatan populasi penduduk di Jakarta telah memicu munculnya berbagaipermasalahan sosial bagi masyarakatnya.Salah satu dampak dari peningkatanjumlah penduduk ini adalah keterbatasanlahan untuk pemukiman. Ironisnya, jalankeluar penyediaan pemukiman yangditempuh masyarakat, secara umummelanggar tata ruang, yakni denganmembangun rumah-rumah di tempattempat terlarang, seperti bantaran kali dantempat-tempat lain yang mengganguketertiban dan keindahan kota.“Kalau kita lihat, banyak orang yangtinggal di bantaran kali. Keberadaanmereka di sana membuat bantaran kalimenjadi tempat kumuh, yang memicupencemaran air, juga menengarai terjadinya banjir. Ini harus ditertibkan denganmerelokasi penduduk,” tuturnya.Ketika ditanya, banyaknya pendudukyang tidak memiliki tempat tinggal pascapenggusuran, Inggard Joshus menyatakanagar mereka yang memenuhi syarat kependudukan DKI Jakarta diberi pemukiman di rumah-rumah susun. “Sayaberharap, program kali bersih dan relokasiwarga dari bantaran kali benar-benardilaksanakan sesegera mungkin, sehinggaJakarta sebagai wajah terdepan Indonesiabenar-benar layak menjadi kota metropolitan,” tuturnya.Perjanjian Kerja Sama PengelolaanAir MinumDi pihak lain, tambah Inggard, layananpublik lain yang dinilai memberatkanmasyarakat Jakarta adalah pelayanan airminum. Sejak tahun 1998, pengelolaan airminum di DKI Jakarta telah diserahkankepada 2 (dua) perusahaan asing. Tujuannya, memberikan perlayanan yang semakin baik. Namun, harapan perbaikanlayanan air minum, ternyata tidak terjadi.Para pelanggan selalu mengeluh denganlayanan air minum yang tidak berkualitasdan mahal.“Ini merupakan konsekuensi langsungdari kerja sama Pemerintah DKI Jakartadengan perusahaan yang tidak qualified.Akibatnya, biaya yang dikeluarkan untukberinvestasi, jauh lebih besar, dan hal ituakan dibebankan kepada konsumen,”tandasnya.Menurut Inggard, DPRD sering ditempatkan pada posisi yang sulit bilamenghadapi masalah seperti ini. Di satusisi, pengikatan ataupun pengakhiransuatu perjanjian dengan pihak swastaataupun negara lain, merupakan domaineksekutif. Di sisi lain, perjanjian itu telahdisetujui DPRD periode sebelumnya. “Jadikita hanya mendorong kinerja pemerintahagar semakin baik dan di sisi lain mendesak pemerintah meninjau kembaliberbagai kerja sama yang merugikanmasyarakat Jakarta,” katanya.■L AN JAKARTAINGGARD JOSHUA
                                
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49