Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 28
P. 13
BERITAINDONESIA, 04 Januari 2007 13V ISIBERITABangsa Terkorup “perang” melawankorupsi yang dicanangkan SBY melupakan satu hal, strategi pencegahan.Contoh kecil yangsedang dilakukanoleh Kantor Imigrasi (Kanim) JakartaBarat, memberi terapi bagi pencegahan praktik percaloan dan korupsi.Kepala Kanim,Arifin Moch. Natsir,SH, MM, sangatmemahami praktik korupsi dan uang siluman yang tadinyamerajalela di kantornya. Dia pernah dua tahun bertugas disitu sebagai kepala seksi pengawasan, namun tidak punyawewenang untuk mencegah atau menindak. Begitu duduksebagai Kepala Kanim (Mei 2006), dia langsung bergerak,memulainya dengan sebuah survei. Kemudian dia membentuk tim pejabat pelaksana baru yang punya tekad dan visiuntuk memberantas korupsi, sekaligus menata kembalipelayanan publik. Sebaliknya, dia secara konsisten memberlakukan punishment and reward terhadap setiap karyawan.Pelayanan publik mulai diperbaiki sejak Agustus laludengan menata kembali area pelayanan dan membangunsistem teknologi informasi. Sistem tersebut berhasilmenghentikan praktik percaloan, karena tidak ada lagi kontaklangsung antara pemohon paspor dan petugas imigrasi.Pimpinan Kanim mulai menerapkan sistem tersebut daridirinya sendiri, tidak menerima semua tamu yang inginmenyelesaikan urusan mereka lewat pintu belakang.Para pemohon diberi pelayanan satu pintu dengan nomorantri yang tercetak di mesin cetak (printer). Kedatangan mereka pun diatur dalam dua jadwal waktu pelayanan—pagi sampai tengah hari, dan tengah hari sampai sore—berdasarkanurutan nomor antri. Lewat sebuah layar sentuh (touch screen),para pemohon memperoleh berbagai informasi resmi tentangbiaya, pelayanan, dan jadwal waktu penyelesaian paspor.Sekarang tidak ada lagi ruang bermain untuk calo, petugasloket dan pejabat Kanim. Bayangkan, untuk paspor saja, lebihdari 200 dokumen yang harus diselesaikan setiap hari. Jikatidak, dokumen tersebut bisa menumpuk, dan antrian akansemakin panjang. Ini belum termasuk untuk pelayanan orangasing.Dari contoh kecil tersebut bisa diambil kesimpulan bahwastrategi pencegahan jauh lebih efektif dari penindakan untukmenekan, bahkan meniadakan, korupsi dan budaya percaloandi sektor pelayanan publik. Tetapi dengan syarat: harusdikendalikan oleh pemimpin atau pejabat—di tingkat apapun—yang punya keberanian, kejujuran dan konsistensi;penerapan sistem yang terbuka dan profesional; parakaryawan yang disiplin dan terampil. Strategi ini dengansendirinya memperbaiki pelayanan publik yang dampaklanjutannya meningkatkan kepercayaan masyarakat padapemerintah.Rakyat pemilih bertanya; sudahkah SBY menyusun strategipencegahan korupsi secara sistematis, integral dan konsisten?Bisa dipastikan jawabannya belum. Namun yang patutdiperhatikan, langkah besar melawan korupsi bisa dimulaidengan langkah-langkah kecil. redikat bangsa terkorup—tahun ini di urutan ketujuh—masih melekat pada Indonesia. Tidak salahbila para demonstran pada Hari Antikorupsi seDunia, mengibarkan spanduk, berlabel: Aku MaluDicap Bangsa Korupsi. Namun fakta ini tidak untuk ditangisi,harus ada langkah-langkah yang serius, terencana, integraldan sistematis untuk mengatasinya.Survei Barometer Korupsi Global 2006 yang digelar olehTransparency International, meminta pendapat 62.000responden di 62 negara, dan para responden Indonesia (1.000orang), menempatkan DPR pada indeks korupsi tertinggi 4,2bersama Polri. Indeks korupsi partai politik (4,1), peradilan(3,8) dan perizinan (3,6).Juga survei tersebut memberi nilai 2,4 indeks persepsikorupsi pada Indonesia (menempati urutan 130 dari 163negara). Dan Indonesia digolongkan sebagai negara terkorupke tujuh di seluruh dunia. Negara-negara lain yang masukdalam urutan sama, yaitu; Azerbaijan, Burundi, RepublikAfrika Tengah, Ethiopia, Papua Nugini, Togo dan Zimbabwe.Tahun lalu, Indonesia menduduki urutan ke enam negaraterkorup di dunia, menempati urutan 158 dengan nilai IPK2,2. Hasil survei tersebut dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII).Keberadaan Indonesia di dalam kelompok negara terkorupke tujuh membuat citranya semakin terpuruk di mata parainvestor asing. Dana 55 juta dolar dari Merchantile ChallengeAccount (MCA) yang dijanjikan Presiden AS George W. Bushakan diprioritaskan untuk membiayai pembenahan birokrasiIndonesia dari tindak korupsi. Sebab, bebas korupsi menjadisyarat utama masuknya para investor AS ke sini.Upaya pembenahan birokrasi dalam dua tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), masih terkesan tambal-sulam, tidak terlihat langkah yang terencana dansistematis. Konsep pembenahan birokrasi yang ditunggu dariKantor Meneg Pembinaan Aparatur Negara tidak muncul juga.Tidak salah jika survei tersebut membuktikan bahwagebrakan pemerintahan SBY melawan tindak pidana korupsitidak efektif, karena masih dilakukan dengan metode “tebangpilih.” Menurut hasil survei TI, sebanyak 68% responden Indonesia menyatakan gebrakan SBY tidak efektif, hanya 29%yang menyatakan efektif. Kenapa begitu?Mungkin selama ini, SBY terlalu percaya pada KomisiPemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan langkahpenindakan, tetapi bukan pencegahan. Padahal langkah“penindakan” mau tidak mau melekat dengan konotasi“tebang pilih dan politis”, karena tidak mungkin ribuan kasuskorupsi kakap bisa ditangani sendirian oleh KPK. Apalagimemasuki kawasan korupsi di kalangan aparat penegakhukum—polisi, jaksa dan hakim. Prestasinya terbatas padamantan pejabat negara, dan kasus-kasus korupsi kelas teri,seperti di Komisi Pemilihan Umum (KPU).Karena melemahnya penyelesaian kasus para pelakukorupsi, publik menaruh kepercayaan yang sangat rendah,untuk tidak mengatakan tidak percaya sama sekali, padakesungguhan aparat penegak hukum menindak korupsi.Terkait dengan indeks korupsi kepolisian yang cukup tinggibisa dilihat dari pengurusan SIM, STNK dan BPKB yanghampir semuanya dilakukan lewat jasa calo. Bagaimanapublik bisa percaya jika lantai yang kotor disapu dengan sapuyang tidak bersih.Boleh jadi SBY dikepung korupsi dari berbagai penjuru,termasuk dari lembaga legislatif dan yudikatif. NamunPilustrasi: dendy