Page 14 - Majalah Berita Indonesia Edisi 32
P. 14
14 BERITAINDONESIA, 01 Maret 2007V ISIBERITABalada Banjir Jakartaenja jatuh di batas cakrawala, mendung sedikit demisedikit memekat di langit Jakarta bersamaanmerambatnya Kamis sampai lewat tengah malam.Hujan deras tumpah ruah dari sekujur langit Jakarta sampai dini hari Jum’at (2/2). Agaknya hujan derastidak hanya tumpah di Jakarta, tetapi juga di Puncak danBogor. Kali Ciliwung yang melewati kedua kawasan tersebut,tak pelak lagi mengirim kado air bah untuk Jakarta.Air Kali Ciliwung dan tumpahan hujan menyatu di tempattempat rendah, mengepung dan merendam pemukimankumuh dan mewah, jalan, sekolah, rumah sakit serta pabrikdi Jakarta. Air bah itu seakan mencibir para petinggi danwarga terhormat ibukota. Banjir dahsat yang munculmendadak seolah menguji janji dan kepedulian merekaterhadap rakyat yang menderita bertahun-tahun, karenamenanggung beban ekonomi.Ternyata ketika banjir pertama dan kedua terjadi, merekatidak peka, acuh dan lalai terhadap penderitaan puluhan ribupengungsi yang panik mencari perlindungan. Saat itu takterlihat para petinggi negara, politisi dan legislator, yangmengunjungi para korban banjir untuk berempati ataumengulurkan bantuan. Tak juga tampak para anggota DPRDJakarta yang getol mempersoalkan tunjangan komunikasiintensif.Namun Kamis sore itu (1/2), muncul balada banjir yangmemilukan di sepanjang pinggir jalan Jatinegara, di bibir KaliCiliwung. Segerombol penghuni bantaran Kali Ciliwung,berdiri atau duduk berderet di emper-emper toko. Merekamasih duduk atau berdiri di situ sampai dini hari Jum’at.Meskipun langit Jakarta sore itu cerah, ratusan warga mulaimengungsi lantaran rumah mereka tergenang banjir kirimandari Puncak, Bogor dan Depok. Mereka memang salah, karenamembikin rumah di bibir, bantaran dan kolong jembatan KaliCiliwung.Namun kita berbicara soal rasa kemanusiaan. Kesampingkan dulu ketidakberdayaan dan kesalahan mereka. Padawajah-wajah mereka yang lesu dan lelah, terpancar gumpalanmurung. Soalnya, mereka tidak bisa kembali ke gubuk merekaatau mengungsi ke rumah keluarga dan ke tempat pengungsian. Pada hari ketiga, baru berdiri tenda tidak seberapa besardi halaman Sekolah Santa Maria dan bioskop Nusantara,Jatinegara, yang sudah bangkrut.Saat itu, tak ada petinggi, politisi, legislator atau anggotaDPRD Jakarta yang mendatangi mereka. Padahal di musimkampanye pemilihan, mereka mengumbar janji muluk untukmemperbaiki nasib dan harkat rakyat kecil.Berikutnya balada pilu sekelompok warga pemukiman elitKelapa Gading yang bermata sipit. Mereka juga sengsara danterlantar, lantaran amukan banjir. Di atas truk bak terbuka,sekitar 2o penumpang duduk berdesakan. Mereka datang dariarah Kelapa Gading, menerjang banjir yang merendam PuloGadung.Dari wajah-wajah yang memerah, karena kelelahan dan kegerahan, terpancar sendu yang bisu. Hanya seorang pimpinanrombongan, pria kekar usia setengah baya, melakukan kontaktelepon dengan personil sebuah hotel berbintang di jantung kotaJakarta. Namun hari itu, Minggu (3/2), sejumlah ruas jalanyang menuju sederet hotel berbintang di kawasan elit MHThamrin, air menggenang setinggi satu meter lebih. Jalan MHThamrin sendiri tergenang air dengan ketinggian yang sama.Selanjutnya balada angkutan darurat dan kemacetan lalulintas di banyak ruas jalan yang tergenang banjir, dan di jalantol Jagorawi. Ketika melintasi ruas jalan yang tergenangsampai sebatas dada, semua mobil harus bergerak lambatatau ngebut agar tidak mogok di tengah benaman air.Namun pengendara yang ngebut akan dicaci-maki olehpara tukang gerobak, karena menyibakkan air laksanagelombang laut. Mereka menawarkan jasa angkutan banjirdengan ongkos yang aduhai mahalnya. Para pejalan kaki yangterjebak genangan banjir, terpaksa naik gerobak untukmelintasi jarak 50 sampai 100 meter, bisa dipungut tarifRp 100.000 sampai Rp 150. 000.Gerak mobil yang melambat menimbulkan kemacetanberuntun. Di tengah kemacetan itu, banyak pengendara yangpanik dan stres, karena takut mobil mereka mogok terbenamair. Mereka bisa menjadi mangsa empuk anak-anak remajapria yang menunggu mobil mogok sembari bermain-main digenangan air. Untuk mendorong mobil mogok, mereka bisamengompas sang pengendara dengan imbalan ratusan riburupiah.Kepanikan para pengendara juga terjadi di Pintu Tol TMII,Jakarta Timur. Baru memasuki pintu tol, banyak pengendaraberbalik arah, karena melihat kemacetan di badan jalan tolmenuju Grogol dan Tanjung Priok. Jalan tol Jagorawi—Sabtudan Minggu—benar-benar mengalami kemacetan palingparah sepanjang sejarahnya.Balada banjir paling menarik, munculnya polemik antaraGubernur Sutiyoso dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.Sabtu malam (3/2). Sutiyoso, katanya, menginformasikankepada Presiden via HP ke Sekkab Sudi Silalahi, akanmembuka Pintu Air Manggarai (PAM). Namun dengan risiko,bangunan-bangunan penting dan strategis yang terentangdari Menteng sampai ke Harmoni, bisa terendam banjir.Sehari kemudian, Minggu (4/2), Presiden SBY mengeluarkan unek-uneknya di Bekasi. SBY mengatakan bahwa diamerasa tidak berwenang memberi izin untuk membuka PAM.Mengelak menyebut nama gubernur atau nama pejabatnya(Sutiyoso), SBY mengatakan wewenang itu ada di tanganpemerintah daerah.Semua balada tersebut, mungkin tak akan terjadi, andaikanDaerah Aliran Sungai di Puncak dan Bogor yang dilalui KaliCiliwung, dihijaukan kembali. Atau rencana membangunwaduk yang menampung amukan air Kali Ciliwung dikawasan Margonda, Kota Depok, bisa terwujud.Dengan demikian beban berat PAM ratusan tahun untukmelindungi kawasan strategis tersebut dari ancaman banjirkiriman, bisa sangat berkurang. S ilustrasi: dendy