Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 43
P. 13


                                    BERITAINDONESIA, 02 Agustus 2007 13V ISIBERITABercerai Kita Runtuheparatisme, keinginan untuk memisahkan diri(bercerai) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih menjadi masalah pelik bagi bangsaini. Reformasi yang membuka ruang luas bagiberagam ekspresi, selain berdampak positif, sering kaliterkesan kehilangan panduan dalam mengarungi lautankebebasan yang sebelumnya dibungkam. Reformasi, selaindiwarnai tuntutan otonomi juga ditabuh genderang tuntutanmemisahkan diri, mulai dari daratan Aceh hingga Papua. Satudi antaranya, Timor Timur, sudah terlepas.Kejadian paling terkini pengibaran bendera Bintang Kejorasaat atraksi tarian pada acara Konferensi Besar Dewan AdatPapua (DAP) ke II tahun 2007 di Gedung Olahraga (GOR)Cenderawasih, Jayapura, Selasa 3 Juli 2007. Beberapa harisebelumnya, penari Cakalele mengibarkan bendera RMS(Republik Maluku Selatan) di depanPresiden SBY pada puncak peringatanHari Keluarga Nasional (Harganas)XIV di Lapangan Merdeka, Ambon,Maluku, Jumat, 29 Juni 2007. Disusulpendeklarasian Partai Gerakan AcehMerdeka (GAM), partai lokal di NAD,yang dinilai melanggar KesepakatanHelsinki 12 Agustus 2005.Apa yang mengkuatirkan dalam beberapa kejadian terakhir itu? Adalahmasih adanya keinginan kuat untuk memisahkan diri (bercerai) dari NKRI. Beragam faktor mengapa keinginan memisahkan diri itu masih menyala. Selainfaktor naluri (ideologi) merdeka danmerosotnya nasionalisme Indonesia,juga antara lain dipicu faktor ketidakadilan, ketertinggalan dan ketidaksejahteraan rakyatnya.Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Kita bisa belajar daripengalaman tindakan represif yang pernah dilakukan untukmenumpas kaum separatis atas nama kesatuan dan persatuandi masa lalu, yang ternyata tidak berhasil (kontraproduktif)meredam GAM, RMS dan Papua Merdeka. Tindakan represifitu malah bisa mengundang simpati kepada separatis dariberbagai kalangan bahkan dunia.Kemudian kita bisa belajar dari keberhasilan meredamGAM di Aceh, yang ditempuh secara persuasif, melalui dialog sehingga dicapai kesepakatan Helsinki Agustus 2005.Dialog berhasil menemukan titik temu, jalan damai, yangmembuka hak-hak rakyat terpenuhi sehingga mempersempitkeinginan pembangkangan terhadap kesatuan bangsa.Dalam konteks ini, kita bisa menoleh agenda utamaKonferensi Besar DAP ke II 2007 yang membahas berbagaihal menyangkut hak-hak dasar orang asli Papua seperti tanah,hutan, kayu,dan sumber daya alam lainnya, serta hak sosial,ekonomi dan budaya daerah dari kelompok suku masingmasing. Agenda ini bisa kita maknai bahwa kesatuanberbangsa dan kebanggaan berbangsa seharusnya bermuarapada peningkatan harkat, martabat dan kesejahteraan rakyat.Pada era reformasi ini, dialog dan komunikasi harusdikedepankan, di samping kemampuan prediktif danantisipatif pihak keamanan negara perlu lebih ditingkatkan.Transformasi pendekatan dari represif senjata ke dialogkomunikatif kita yakini akan menanduskan keinginanseparatisme.Semangat Sumpah Palapa 1258, Sumpah Pemuda 28Oktober 1928 dan Proklamasi 17 Agustus 1945 sertaMukadimah UUD 1945, sesungguhnya sudah demikian baikuntuk memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa ini. Kitajuga punya peribahasa yang indah: Bersatu kita teguh,bercerai kita runtuh. Sebagai bangsa kita juga punya motto:Bhinneka Tunggal Ika.Namun, masih sangat ironis: Indonesia (Nusantara) yangberhasil merebut kemerdekaannya dengan heroik, kini malahnyaris kehilangan semangat kepahlawanan. Indonesia yangpunya cita-cita agung dalam Pancasila (Mukadimah UUD1945), kini langkahnya gontai seperti orang mabuk, tidaktentu arah. Indonesia yang wilayahnya luas dan kaya, tapirakyatnya miskin. Penduduknya banyak, tapi pendidikan(mutunya) masih rendah. Indonesia bangsa beragama,namun korupsinya peringkat teratas di dunia. Indonesia yangpunya keindahan kata Bersatu kitateguh, bercerai kita runtuh dan Bhinneka Tunggal Ika, tapi separatismemalah subur.Kesadaran bersatu sebagai bangsa, hariini, harus kita bangkitkan agar kita jangansampai kehilangan national pride, kebanggaan diri sebagai bangsa. Dalam halini, kita perlu belajar dari bangsa-bangsalain. Contoh paling anyar adalah UniEropa. Sebanyak 30 negara (bangsa)Eropa mendeklarasikan bergabung dalamUni Eropa dan menandatangani konstitusi pertama di Roma, 29 Oktober 2004.Mereka telah membentuk parlemen UniEropa, Bank Central Eropa dan lembagalembaga lain yang mempersatukan Eropa.Mereka bersatu dari 15 sampai kini sudah30 negara menjadi satu ‘negara raksasa’ Uni Eropa.Negara-negara Eropa yang relatif tingkat kemajuannyasudah jauh di atas kita, masih membutuhkan persatuan UniEropa demi kemajuan mereka. Kehadiran Uni Eropa telahmenggetarkan keadidayaan Amerika Serikat. Dari segi jumlahpenduduk (potensi sumber daya manusia) Uni Eropamencapai 550 juta jiwa yang akan menyaingi populasi AS,yang diperkirakan 550 juta pada tahun 2050. Sehingga, ASdan negara manapun di dunia jangan lagi pernah memandangrendah kekuatan Eropa.Bagaimana posisi Indonesia dalam persaingan dunia, saatnegara-negara Eropa malah menyatukan diri, dan Indonesiamalah masih menjadi tanah subur tumbuhnya separatisme,keinginan memisahkan diri, bercerai-berai? Peribahasa kitasudah mengingatkan bahwa bercerai kita akan runtuh!Tentu, kita tidak kehendaki Indonesia yang tercerai-berai,Indonesia yang akan runtuh. Kita mengimpikan Indonesiayang bersatu, Indonesia yang teguh, Indonesia yang kuat.Indonesia Raya! Maka, mari bersatu-padu, menghilangkanego berlebihan baik sebagai suku, kelompok agama, daerahdan golongan. Menjadi Indonesia yang hidup dalamkebersamaan, bersatu dan senasib sepenangungan. Indonesia yang makmur sejahtera, Indonesia Raya yang kuat.Sehingga (bahkan) kita (Indonesia) sebagai bangsa besardi Asia Tenggara, seharusnya menjadi pelopor terbentuknyanegara raksasa Uni Asia Tenggara. Indonesia yang memilikipopulasi penduduk 240 juta, berpotensi memimpin Uni AsiaTenggara. Mungkinkah itu kita capai? Sangat mungkin, jikakita bersatu! „Silustrasi: dendy
                                
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17