Page 13 - Majalah Berita Indonesia Edisi 44
P. 13


                                    BERITAINDONESIA, 23 Agustus 2007 13V ISIBERITAIndonesia di Pelupuk Mataosisi tawar Indonesia di mata dunia tampaknya bisamengkhawatirkan jika dilihat dari beberapa kejadian hubungan antarnegara belakangan ini. Sepertinya, Indonesia (sebuah negara besar berpenduduk 240juta jiwa) bisa hanya akan laksana gajah yang justru taktampak di pelupuk mata dunia. Hanya akan menjadi the invisible elephant, jika kita (Indonesia) tidak mengantisipasinya.Satu di antara kejadian hubungan antarnegara yang palinghangat diberitakan media di Indonesia belakangan ini adalahmengenai keputusan sepihak Komisi Uni Eropa yangmelarang terbang seluruh maskapai Indonesia ke Eropa,sekaligus meminta warga Eropa agar jangan menggunakanmaskapai Indonesia untuk bepergian di seluruh dunia.Larangan Uni Eropa telah pula menjadi acuan bagi sejumlahnegara, antara lain Arab Saudi.Larangan terbang seluruh maskapai Indonesia ke Eropaoleh Komisi Uni Eropa (secarasepihak) yang telah berlaku efektifsejak 6 Juli 2007 dan kemudiandigenderangi pula oleh Arab Saudi,itu membuat kita terhenyak. Berbagai komentar mengalir, termasukPresiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengecam keputusan sepihakKomisi Uni Eropa itu. BahkanPresiden sempat meminta MenhubJusman Syafii Djamal untuk mengkaji kemungkinan retaliasi terhadap maskapai dari Uni Eropa.Kita makin terhenyak tatkalaberedar kabar berita pelaranganpesawat Garuda terbang ke ArabSaudi. Mendengar berita itu, sejumlah tokoh, termasuk MenteriAgama Maftuh Basyuni mengancam tidak memberangkatkanjamaah haji kalau Garuda tidak boleh masuk Arab Saudi.Pertanyaan yang kemudian muncul di benak kita: Mengapanegara-negara lain itu begitu enteng menyatakan keputusansepihak kepada Indonesia? Untuk memahami pertanyaan ini,kita perlu lebih dulu menyadari bahwa dalam era globalisasisaat ini tidak ada satu bangsa yang bisa hidup sendiri tanpabangsa-bangsa lain. Lalu dalam kaitan itu pula terlihat posisitawar (bargain position) Indonesia dalam hubungankerjasama antarnegara.Tampaknya, kita harus mengakui bahwa posisi tawar kitamasih harus lebih ditingkatkan. Di tengah kesadaran bahwakita tidak mungkin (tidak mudah) hidup sendiri tanpabekerjasama dan bermitra dengan negara lain, kita perluintrospeksi sekaligus melakukan penguatan posisi tawardengan meningkatkan kemampuan diri sebagai bangsa yangcerdas, berkualitas dan maju. Sehingga disegani dandihormati secara sejajar oleh bangsa-bangsa lain.Introspeksi suatu hal mutlak. Jika kita simak perihalpelarangan terbang seluruh maskapai Indonesia oleh KomisiUni Eropa, ternyata tidak semata-mata didasari tidaktampaknya Indonesia di pelupuk mata mereka, melainkanjuga akibat keteledoran pemerintah dan kecerobohan paraoperator maskapai penerbangan kita.Kita tahu bahwa sebelum Uni Eropa bersikap, DirjenPerhubungan Udara Departemen Perhubungan Budhi MSuyitno, 25 Maret 2007, telah mengumumkan ke publikkategorisasi maskapai penerbangan nasional. Bahwa tidaksatu pun maskapai penerbangan Indonesia masuk ketegori I,termasuk Garuda Indonesia.Pengumuman kategorisasi itu dimaksudkan untuk memacupara operator memperbaiki diri menjamin keselamatanpenerbangan. Hal itu dipicu hilangnya pesawat AdamAir KI574 yang membawa 102 penumpang pada 1 Januari 2007.Kemudian, 7 Maret, giliran pesawat milik Garuda IndonesiaGA 200 terbakar di Bandara Adisutjipto Yogyakartamenyebabkan 22 tewas dan sejumlah orang luka-luka.Kategorisasi maskapai penerbangan nasional itu ditambangi laporan International Air Transport Association (IATA),serta travel warning Australia dan AS. Sementara DirektoratJenderal untuk Komisi Energi dan Transportasi Uni Eropamasih mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepadaDephub pada 16 April 2007.Tapi Dephub teledor, tak membalas surat tersebut.Berhubung suratnya tak dibalas,Uni Eropa menyusul surat keduapada 21 Mei 2007. Selain itu, UniEropa juga mengirim surat ke semua maskapai penerbangan Indonesia pada 30 Mei 2007. Sampaiakhirnya, Komisi Uni Eropa mengumumkan pelarangan terbang semua maskapai Indonesia ke daratanEropa yang berlaku efektif 6 Juli2007.Dirjen Perhubungan Udara Dephub Budhi M Suyitno memberiberbagai alasan kenapa dua surattersebut tidak ditanggapi. Antaralain Dephub sedang berkonsentrasimerestrukturisasi organisasi setelahpergantian menteri dan sejumlahpejabat eselon I dan II di lingkungan Dephub.Apa pun alasan yang diberikan, hal ini perlu dijadikanpelajaran berharga oleh jajaran birokrasi kita. Sudah menjadibahan omongan publik betapa lambannya pelayananbirokrasi kita. Bahkan sampai terasa selalu berusahamempersulit bukan mempermudah pelayanan. Birokrasi kitadigambarkan dengan semboyan: Jika bisa dipersulit mengapadipermudah! Sebuah gambaran telanjang birokrasi yangkorup.Maka inilah saatnya birokrasi kita untuk bangkit, mereformasi diri, menjadi birokrasi yang melayani secara profesional.Hentikan kebiasaan korup yang menggurita di jajaranbirokrasi kita! Dengan itu, birokrasi kita akan dipandangterhormat oleh publik dalam negeri, juga publik negaranegara lain.Hal ini sekaligus bermakna sebagai upaya perbaikan dirike dalam. Sebagai bangsa beradab yang setara dengan bangsabangsa lain di dunia, mari kita menjalankan pemerintahanyang bersih, demokratis dan menegakkan hukum serta bergiatmencerdaskan bangsa dan melakukan pembangunanekonomi bagi kesejahteraan rakyat.Dengan upaya perbaikan diri seperti itu, kita akanmelangkah dengan busungan dada percaya diri menjalinpersahabatan dan kerjasama antarbangsa dalam kesetaraanyang berkeadilan. Dengan demikian tidak akan ada lagibangsa lain yang meremehkan kita. Kita akan selaluterpandang di pelupuk mata dunia sebagai suatu bangsabesar. „Pilustrasi: dendy
                                
   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17