Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 44
P. 16


                                    16 BERITAINDONESIA, 23 Agustus 2007BERITA UTAMAbangan sipil di Indonesia mempunyaibeberapa finding yang harus diperbaiki.“Dan yang paling penting adalah,mereka mengatakan telah menyediakanbeberapa kali kesempatan untuk Indonesia sebelumnya. Mereka membuat tulisan,mereka minta untuk bertemu, tidakditanggapi,” kata Jusman.Ketika dicecar bahwa sudah ada beberapa kali kesempatan diberikan kepadaIndonesia untuk menjelaskan kondisiterbaru penerbangan sipilnya, tetapi tidakpernah digunakan oleh pejabat sebelumera kepemimpinannya, Jusman membalikkan persoalan bahwa itu pernyataanUni Eropa.“Mereka mengatakan demikian. Tetapisebetulnya, kalau kita lihat, pada jawabankita itu, pertama adalah, pada waktumereka mengirim surat itu kan sebetulnyadi sini ini sedang terjadi perubahan (reshuffle). Yang kedua adalah, kita itu padatanggal 22 Juni, bapak direktur jenderalpenerbangan sipil kita (maksudnya,Dirjen Perhubungan Udara, Dephub),yaitu Bapak Mulyawan (Suyitno), itu telahdatang ke Brussel,” jelas Jusman.Ketika ditanya wartawan AnTeve lagi,“Tapi kabarnya tidak mengklarifikasimalah menonton sesuatu yang tidak adahubungannya dengan tugasnya pada saatitu?,” Segera ditangkis Jusman, “Itu kataorang. Kalau kata beliau, laporan kepadasaya adalah, beliau sudah ketemu denganbadan otoritas tersebut, dan kemudianbeliau sudah minta waktu untuk adanyasuatu presentasi. Tapi badan otoritaspenerbangan Eropa mengatakan bahwakesempatan bagi Indonesia bulan Oktober. Jadi, pada waktu itu beliau mengatakan, Oktober. Karena itu, sebelum adalarangan, harusnya diberi kesempatan.”Jusman tidak membantah, dan mengatakan harus mengakui, tingginya rasioangka kecelakaan yaitu 3,77 persen atassetiap satu juta take off dan landingpesawat Indonesia, jauh di atas rata-ratainternasional yang hanya 0,25 persen.“Akan tetapi, soal keputusan pelaranganmasih bisa diperdebatkan,” ujar Jusman,saat melakukan kunjungan kerja kefasilitas perawatan pesawat Garuda(GMF), (23/7), di Jakarta. Sebab, kata dia,berdasarkan Konvensi Chicago ada tahaptahap yang harus diambil oleh suatunegara yang peduli dengan keselamatansebelum mengambil keputusan pelarangan. Tahapan itu adalah permintaan klarifikasi, meminta izin atas temuan, pemberian peringatan, dan pelarangan.Infografis yang ditampilkan oleh KoranTempo Jumat (27/7) sesungguhnya hanyalah sekadar mamastikan rahasiaumum yang tak pernah mau diakui kebenarannya oleh otoritas penerbangansipil di Indonesia, bahwa tahapan berdasarkan Konvensi Chicago, sudah dilakukan oleh Uni Eropa. Yaitu, bahwa padatanggal 16 April 2007 Direktorat JenderalEnergi dan Transportasi Uni Eropa sudahmengirim surat meminta penjelasan soalkeamanan penerbangan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,Departemen Perhubungan. Tetapi UniEropa tidak mendapatkan balasan.Lalu pada 21 Mei, Uni Eropa mengulangmengirim surat yang mesti dijawabsebelum 30 Mei. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Budi Mulyawan Suyitno,membalas surat itu. Tetapi, menurut DutaBesar Indonesia untuk Uni Eropa RiphatKoesoema, surat itu terlambat dibalas.Pada tanggal 22 Juni Indonesia mengirim delegasi untuk memberikan penjelasan, tapi tidak mendapat waktu berbicaradengan Dewan Penasihat Komisi Eropa.Akhirnya pada 28 Juni, Komisi Eropamelarang 51 maskapai penerbangan Indonesia terbang ke Uni Eropa mulai 6 Juli2007. Dan, saat berbicara kepada wartawan di Seoul pada 26 Juli 2007, kendatiterlambat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengisyaratkan akan memecatpejabat Departemen Perhubungan, yangdinilainya telah menyusahkan negara.Kekhawatiran Presiden sangat beralasan. Mencabut larangan terbang dariUni Eropa sudah tak semudah apabilaotoritas dalam negeri serius menanggapipermintaan mereka. Bukan hanya dibutuhkan waktu lama dan proses rumitdan berliku, melainkan Indonesia memang harus melakukan perubahan mendasar dalam hal keselamatan penerbangan, terutama bidang regulasi yangsesuai standar internasional. Demikianpula, Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten danmemiliki sertifikasi yang sesuai standarinternasional, serta keharusan menggunakan teknologi terbaru berbiaya mahalyang juga harus sesuai.Kekhawatiran Dunia InternasionalIndustri jasa hingga fabrikasi pesawatterbang di Indonesia selama ini memangselalu disorot dunia. Maklum, Indonesiaadalah negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki jumlah pendudukterbesar keempat di dunia.Jumlah konsumen potensial dan luasnya wilayah Indonesia membuat lajuindustri jasa penerbangan makin cepatPesawat Lion Air jatuh di Pekan Baru. Pesawat Adam Air patah dua di Bandara Juanda Suraba
                                
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20