Page 49 - Majalah Berita Indonesia Edisi 48
P. 49


                                    BERITAINDONESIA, 25 Oktober 2007 49BERITA PEREMPUANSaur Marlinang ManurungIbu Gurudi Tengah Belantaraeman-temannyabiasa memanggilnya Butet. Dia merasakan betul ketidakberdayaan Orang Rimbayang tak bisa baca tulis saatmereka seringkali dimanfaatkan “orang terang”. Orang terang adalah sebutan yang diberikan Orang Rimba terhadap seseorang di luar komunitas mereka.Orang Terang sering menipumereka. Tanah mereka kerapdirampas lewat selembar suratperjanjian. Para perampas itusering mengatakan pada mereka jika selembar kertas ituadalah sebuah penghargaandari kecamatan, kemudianmereka diberi uang yang jumlahnya sangat sedikit. Setelahitu mereka diminta untukmembubuhkan cap jempol diatas sehelai kertas. Karenabuta huruf, mereka turuti sajaapa kemauan orang terang,mereka tidak menyadari bahwa itu adalah penipuan.Sokola Rimba (sekolah rimba) yang dia bangun bukanlahsebuah sekolah formal yanglazimnya ada di masyarakat,yakni berbentuk sepetak bangunan tembok dan beratapgenteng. Sokola itu hanya berbentuk dangau kecil tak berdinding yang bersifat nomaden. Jadi jika tak dibutuhkanlagi bisa segera ditinggalkan.Jika ditanya, dimana alamatSokola Rimba itu, maka dengan mudah Butet menjawab,“Pada koordinat 01' 05' LS -102' 30' BT.” Karena sentrasekolah itu tak pasti desa maupun kecamatannya.Dalam pola pengajaran, Butet menerapkan cara belajaryang berbeda, mengenalkanhuruf per huruf berdasarkanbentuk dan cara mengejanya.Misalnya, A seperti atap, Cseperti pegangan periuk, ucapkan M dengan mulut dikatupkan. Huruf pun dirangkai dalam 14 kelompok berpasangan.Berkat metode mengajarnyaini, tahun 2001 Butet dianugrahi “The Man and BiosphereAward” dari LIPI-UNESCO.Begitupun saat murid-muridnya mulai menulis. Diamembagikan buku tulis bergaris, pensil, dan pena. Bagimurid yang tidak kebagianalat-alat sekolah, merekamengambil ranting dan menggarisi di atas tanah. Tak jarang,saat tiba waktunya menggambar, salah satu murid menangkap seekor kijang kecil. Binatang itu ditidurkan di ataskertas dan mulailah sang murid menggambar ruas-ruastubuh kijang tersebut.Untuk mengatasi kebutuhanjumlah pengajar, Butet membuat sistem melatih anak-anakyang sudah mahir untuk menjadi guru. Butet mengistilahkan tim kecilnya ini sebagaikader guru. Dengan 14 orangkader guru angkatan pertamaSokola Rimba inilah Butetterus merangsek ke jantungrimba. Dalam buku SokolaRimba, Butet banyak membahas tentang suka dukanyadalam memberikan pendidikan pada orang rimba.Dia masuk ke dalam jajaranwanita berpengaruh versi majalah Globe Asia edisi Oktober2007, menempati peringkat 11dari 99 perempuan paling berpengaruh di Indonesia denganskor 94,7. Diatas Yenny Wahidyang memiliki skor 94,5. Sementara itu, peringkat pertamadipegang Megawati SoekarnoPutri dengan skor 98,5.Berawal dari IklanSaat merasa jenuh menjadipemandu wisata di TamanNasional Ujung Kulon padamedio 1999, pemilik dua gelarkesarjanaan, Sastra Indonesiadan Antropologi dari Universitas Padjajaran ini membacasebuah iklan di harian Kompas: “Dicari fasilitator pendidikan alternatif bagi sukuasli Orang Rimba, Jambi.”Bunyi iklan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Warung Informasi Konservasi (Warsi) itumenggugahnya. “Mungkin inilah yang kucari,” kata batinwanita kelahiran 1972 ini.Pada tujuh bulan pertamaketika berada di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD)Jambi, dimana Orang Rimbaberada, Butet tidak langsungmengajar. Dia harus merisetberbagai kehidupan OrangRimba mulai dari pola pengasuhan anak, hubungan orangtua dengan anak, hubunganantar anak sambil berbaurdengan mereka.Selain pendidikan dasar,baca, tulis dan hitung, dia menerapkan pula pola pendidikan advance yaitu pengetahuan tentang dunia luar, lifeskill, dan pengenalan tentangorganisasi, sehingga bisa menjadi mediator ketika merekabersinggungan dengan dunialuar, agar mereka tak mudahdieksploitasi lagi.Selama delapan tahun, wanita penerima anugerah “Woman of The Year” tahun 2001di bidang pendidikan olehtelevisi swasta Anteve ini,menggerakkan Sokola-Kelompok Pendidikan Alternatif.Kini, Sokola Alternatifnya sudah menyebar di 10 daerah,diantaranya Jambi, Aceh, Makassar, Bulukumba (Sulawesi),Flores, Pulau Besar dan Gunung Egon, Halmahera, Klaten, Bantul, dan KampungDukuh (Garut). Sayang, Kampung Dukuh sudah berhenti,jadi tersisa hanya sembilan.Wanita yang juga penerimapenghargaan dari majalahTime sebagai “Heroes of AsiaAward 2004” ini merasa nyaman di hutan. Karena begitumasuk ke sana, menurutnya,seakan jarum jam berhenti,identitas gelar sarjana yangdimilikinya terlupakan danyang paling membuatnya terharu dan tak akan dilupakan,saat semuanya memanggilnya“Bu Guru”. „ ZAHDedikasinya sebagai guru bagi sukupedalaman Jambi mengantarkannya kedalam jajaran wanita berpengaruh versimajalah Globe Asia edisi Oktober 2007.TSaur Marlinang Manurung foto: kompas.com
                                
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53