Page 65 - Majalah Berita Indonesia Edisi 51
P. 65


                                    BERITAINDONESIA, 06 Desember 2007 65BERITA BUDAYASarimindanWayang ListrikDua Seniman Indonesia, Butet Kartaredjasa dan I MadeSidia menampilkan karya terbaik yang Indah danmenyentuh dalam Art Summit 2007.eater Wayang Listrik pimpinanseniman I Made Sidia asal Pulau Dewata Bali tampil sebagaipembuka festival di GrahaBhakti Budaya Taman Ismail Marzukipada awal November 2007. Dengangarapan apik Made menampilkan empatdalang sekaligus dengan menggunakandua bahasa, Inggris dan Indonesia. Gambar-gambar proyektor menggunakanelemen pertunjukan modern yang berbeda dengan menampilkan visual dandigital yang indah dan menarik.Made menampilkan simbolisasi tema“Perjalanan Tualen.” Dia mengawali dengan adegan perasaan khawatir atas kondisi lingkungan khususnya hutan yang semakin rusak akibat ulah manusia. Secaratiba-tiba keceriaan para penguni hutan seperti harimau, buaya, jerapah dan sebagainya yang asyik bermain sirna. Mereka menjadi takut ketika mesin-mesindan manusia menebangi dan menjarahhutan tanpa kenal ampun. Hal ini mengekspresikan kegelisahannya melihat tabiatmanusia di masa kini ternyata belumberanjak dari primata.Kemudian, Tualen melanjutkan perjalanannya ke kota. Disinilah akhirnya petualangan Tualen yang dalam pewayangan Bali dikenal sebagai tokoh punakawandimulai. Tualen mendampingi putramahkota kerajaaan Ayodya bernamaRama untuk mencari istrinya Sinta yangdiculik Raja Alengka, Rahwana. Ceritayang berdasarkan pada epik Ramayana inibanyak mengandung pelajaran mengenaikeserakahan dan kesombongan.Wayang ini ditampilkan secara modernberbalut harmonisasi gamelan, keyboard,gitar, dan drum, tidak lazim seperti penampilan wayang tradisional pada umumnya.Sementara, Monolog Sarimin ala ButetKartaredjasa menampilkan lakon dan sekaligus pelajaran yang sangat berartimengenai ketidakberdayaan wong cilik,dengan sebuah rangkaian pentas ArtSummit tanggal 14-18 November 2007 diGraha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki.Sarimin, pria tua berusia 54 tahun, berprofesi sebagai tukang topeng monyet keliling. Suatu ketika dia menemukan kartutanda penduduk (KTP). Dia tidak tahu apayang tertera dalam KTP itu karena diabuta huruf, akhirnya ia memutuskanuntuk menyerahkannya pada Polisi.Apa hendak dikata. Sarimin yang berniat baik menyerahkan KTP, ternyata malah dituduh mencuri dan hendak melakukan pemerasan. Sebab KTP tersebutternyata milik seorang hakim agung. Sangpolisi dengan lantangnya berkata, “Kamubisa dikenai Pasal 322 dan Pasal 368,mengenai pencurian dan pemerasan.”Dengan sekuat tenaga Sarimin menolakmati-matian tuduhan tersebut. Tapisemuanya sia-sia belaka. Dia tetap dijerumuskan dalam penjara. Sarimin hanyabisa pasrah tanpa bisa berbuat apa-apa.Binsar, seorang pengacara yang membelanya malah menyarankannya untukmengaku bersalah.Butet Kartaredjasa menampilkan monolog Sarimin secara cermat, cerdas danpas. Dia secara berganti-ganti menjadiSarimin yang tidakberdaya, polisi yangarogan dan pengacara Binsar yang mencari pembenaran untuk dirinya sendiri.Pagelaran selama hampir dua jam itumembuat penonton menikmati banyolandan celetukan-celetukan khas Raja Monolog Butet. Musik garapan Djaduk Feriantoyang dikemas secara apik dan indah turutserta menghidupkan suasana pementasanyang berlangsung 14-18 November 2007itu. Skenarionya khusus ditulis Agus Noor,yang lahir dari hasil sebuah diskusi panjangbersama praktisi hukum, Pradjoto SH.Pertunjukan yang dipersiapkan selamadua bulan ini terhitung sukses. Bahkanpementasannya diperpanjang. Sedianyapementasannya hanya berlangsung tanggal 13-14 November. Namun akhirnyaberlanjut sampai 18 November. Sariminjuga manggung di Yogyakarta pada 26-27November di Purna Budaya, Bulaksumur.Festival seni kontemporer Art SummitIndonesia 2007 (ASI) ini menampilkanberbagai karya seniman dari berbagai negara, tak kurang 29 pertunjukan seni kontemporer baik bidang tari, teater, maupunmusik. Diikuti oleh 11 negara baik dariAsia dan Eropa. ASI berlangsung sepanjang 1-30 November dengan menampilkan pertunjukan di tiga tempat berbeda, Gedung Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, dan Goethe Institut. „ ZAHT
                                
   59   60   61   62   63   64   65   66   67