Page 15 - Majalah Berita Indonesia Edisi 52
P. 15


                                    BERITAINDONESIA, 27 Desember 2007 15LINTAS TAJUKMobil Pribadi Versus PremiumEfektivitas pengalihan konsumsi premiumuntuk mobil pribadi masih diragukan.enaikan harga minyak mentah dunia belakangan inimemaksa pemerintah merencanakan kebijakan tidak populis, yakni mengurangi beban subsidi BBM dengan tidak memperbolehkanmobil pribadi membeli premium oktan 88, yakni premium yang biasa dikenal selama ini. Mereka diharuskanmemakai premium oktan 90atau pertamax yang beroktan82 yang subsidinya lebih kecil.Artinya, hanya kendaraanumum, mobil dinas, dan motor saja yang diperbolehkanmembeli BBM bersubsidi. Menurut Menteri ASDM, Purnomo, kebijakan itu akan diambilpemerintah jika harga minyakmentah dunia mencapaiUS$100 per barel, sebab dengan harga demikian, subsidiyang harus disediakan pemerintah akan melonjak jadiRp170,7 triliun dari sebelumnya hanya Rp 45,8 triliun.Kebijakan itu rencananya akandiberlakukan secara bertahap.Diawali dari daerah Jakarta,Bogor, Depok, Tangerang,dan Bekasi (Jabodetabek). Selanjutnya nanti ke wilayah Batam,Bali, dan seterusnya.Wacana ini menjadi perhatian harian-harian ibukotamingu pertama Desember lalu.Dalam tajuknya, sebagian menyatakan bisa memaklumi.Namun sebagian lagi menolakrencana tersebut.Salah satu harian yang bisamemaklumi rencana pemerintah tersebut adalah harianKompas. Dalam tajuknyatanggal 5/12, Kompas menyebutkan, meski tidak sejalandengan apa yang pernah disampaikan Presiden SusiloBambang Yudhoyono, langkahyang akhirnya akan dilakukanpemerintah itu bisa dipahami.Hanya saja diingatkan, pemerintah hendaknya memberikan penjelasan yang lebih jelastentang latar belakang keluarnya kebijakan tersebut agarseluruh masyarakat paham,seberapa besar beban yang dihadapi sehingga harus ditanggung bersama-sama. Kemudian, pemerintah juga harusmempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk bisamenyerap besarnya kenaikan.Karena, tidak semua pemakaiBBM bersubsidi (pemilik mobil pribadi) merupakan orangyang berekonomi mapan. Banyak di antara mereka yangmemilih memakai kendaraan pribadi karenatidak ada pilihantransportasiumumyangbisa diandalkan atau kalaupun ada, biayanya terlalu mahal.Hal senada disampaikanharian Indo Pos (6/12). Disebutkan, beban subsidi BBM diAPBN yang kian berat setelahharga minyak dunia bergerakantara USD85–USD100 perbarel, memang harus segeradijawab dengan konkret. Bilatak ada inisiatif dari pemerintah untuk pengurangansubsidi BBM (yang selama inijuga dinikmati kendaraan pribadi), tentu saja akan menggerogoti dana pembangunan.Bangsa ini makin tidak bisamembangun apa-apa apabilatak secepatnya “menyapih”pemakai BBM bersubsidi.Menurut Indo Pos, memangtak semua inisiatif pemerintahitu populis, tapi sikap populiskadang justru tidak produktifdan meninabobokan. Karenaitu, langkah-langkah inisiatiftersebut anggap saja sebagaiobat pahit tetapi menyembuhkan, daripada dimanjakandengan subsidi BBM tapi menjadi “kolesterol” di APBN.Harian Media Indonesia (6/12)memberikan du- kunganlebih tegas. Disebutkan, faktamenunjukkan, subsidi sesungguhnya tidak sepenuhnya dinikmati orang miskin. Karenaitu, harus ada keberanian untuk tidak lagi menjual BBMbersubsidi. Insentif bagi industri diberikan saja dalam bentuk pajak, tidak dalam bentukBBM. Rakyat miskin juga bisadibantu melalui insentif hargakonsumsi yang lain. Dengandemikian, pemborosan danmanipulasi energi akan teratasi melalui satu formula sajayaitu, harga yang disesuaikandengan fluktuasi pasar internasional.Sedangkan harian InvestorDaily (6/12) dengan tegasmenolak rencana itu. Harianini menyebutkan, pembatasankonsumsi premium ini selintasberbeda dengan kenaikan harga BBM. Padahal jika dicernalebih dalam, langkah ini adalahgaya Orde Baru untuk menyiasati janji untuk tidak menaikkan harga BBM. Pembatasan konsumsi ini ujungnyaadalah menambah beban masyarakat. Di samping itu, banyak dampak negatif dari rencana tersebut. Yang jelas, wacana itu sangat menyakiti hatirakyat karena menimbulkanefek diskriminatif.Rakyat mengerti bahwa pemerintah menanggung beban berat akibatkenaikan harga minyakmentah. Tapi, strategimengalihkan beban kepada rakyat bukanlah carabijaksana. Tim ekonomiharus cerdas, tangkas, dancermat mencari jalan keluardari permasalahan ini. Janjiuntuk tidak menaikkan hargaBBM merupakan pertaruhankredibilitas pemerintah, bukandengan cara mudah melaluipenyiasatan strategi.Penolakan yang sama jugadiberikan harian Republika(6/12). Harian ini menyebutkan, wacana pengurangan subsidi merupakan suatu yangharus ditolak. Karena efektivitas kebijakan tersebut masih diragukan dan dampaknyajuga sudah pasti akan secaralangsung menaikkan hargabarang-barang. Sehingga,maksud hati hendak menyesarkelas menengah-atas, namunkebijakan tersebut justru akanlebih banyak memukul kelasbawah. Menurut Republika,sudah saatnya pemerintahberani mengambil risiko dengan mencari sumber danalain untuk mengatasi kenaikansubsidi tersebut. Yakni, mengambil dari kelas menengahatas secara langsung. Jika ituyang dilakukan, maka pemerintah benar-benar memilikihati emas. „ MSK
                                
   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19