Page 56 - Majalah Berita Indonesia Edisi 52
P. 56
56 BERITAINDONESIA, 27 Desember 2007LINTAS MEDIAHarapanDari REDDBeban menjaga kelestarianhutan tropis harus dipikulbersama oleh semua umatmanusia.arbon dioksidayang dipancarkanasap pabrik, kendaraan, dan lainnyake angkasa, telah menjadiselimut yang memerangkapradiasi panas sinar matahari dibumi yang membuat suhupermukaan bumi tidak stabil.Padahal, tanpa selimut itu,panas tersebut akan bisa dengan mudah dipancarkankembali ke ruang angkasa.Akibatnya, terjadilah apa yangmenjadi isu paling hangatdibicarakan di seluruh belahandunia belakangan ini yaknipemanasan global dan perubahan iklim.Di Indonesia, isu ini menjadilebih hangat sehubungan dengan posisi Indonesia sebagaituan rumah konferensi perubahan iklim (Conference ofParties /COP) PBB ke-13, Desember 2007. Media massa nasional termasuk majalah terbitan ibukota pun mengangkattopik ini sebagai laporan utama.Majalah Trust (3-9/12) misalnya, memaparkan, tak kurang dari 10.000 orang, dari189 negara berkumpul di Bali,Desember 2007. Mereka yangdatang dari latar belakangyang berbeda seperti, ilmuwan, LSM, lembaga konsumen, industrialis, ekonom,politisi, hingga pencinta alam,itu akan membahas sekitar600 makalah. KTT Bali inimerupakan kelanjutan dariProtokol Kyoto yang menyepakati pembatasan pembuangan gas rumah kaca(GRK) yang diberlakukan untuk negara-negara maju (Annex I). Berdasarkan Protokolitu, negara-negara maju ituditetapkan kuota emisi. Namun demikian, bagi yang kesulitan memenuhi kuota, dimungkinkan untuk membelikredit karbon dari negaranegara yang pembuangan emisinya masih di bawah batasyang ditetapkan. Dengan adanya sistem kredit karbon, negara-negara berkembang yangmemakai mekanisme pembangunan yang bersih (clean development mecanism) jadiberpeluang memperoleh pendapatan.Indonesia sendiri, memilihmekanisme Reducing Emission from Deforestation andDegradation (REDD). Yaitu,menawarkan diri menjaga hutannya agar menjadi paruparu dunia. Namun untukupaya itu, Indonesia dibayaroleh negara-negara yang harus mengurangi emisi GRK.Jika agendaitu berhasil,setiap tahun Indonesia diharapkan akan memperoleh dana sampai US$40 juta. Memang enak kalau sisa hutanyang ada bisa tetap lestari,sekaligus mendapat pemasukan berupa kredit karbon.Cuma masalahnya, untukmencapai tujuan itu sangatlahrumit karena untuk menjagakelestarian hutan itu akanterbentur kemiskinan, kebodohan, dan jumlah pendudukyang meruah. Sementara itu,dana yang diperoleh dari negara-negara maju juga belumtentu sampai ke bawah.Hal senada di paparkan majalah Tempo (3-9/12). Disebutkan, Indonesia yang menjadituan rumah acara PBB ini,punya peran cukup pentingdalam upaya menjaga kondisidunia agar tak bertambahgenting. Sebab negeri ini ditengarai berperan besarsebagai salahsatu pemasok karbondi udara. Dengan predikatsebagai negara yang laju kerusakan hutannya tercepat, Indonesia tak hanya dianggapbertanggug jawab atas menciutnya kapasitas paru-parudunia, tapi juga dituduh membiarkan kegiatan pembakaranhutan. Di mata para pecintalingkungan, itu adalah dosaganda. Tuduhan itu menurutpara pemimpin negara berkembang merupakan suatuyang kurang adil. Sebab, mayoritas penduduk negeri berhutan tropis itu masih miskin.Sehingga upaya meningkatkankemampuan ekonomi mereka,termasuk memanfaatkan hutan, tentu didukung.Perbedaan pandangan itulah yang coba dicari titik temunya di Bali. Solusi terbaru,sebelas negara yang memilikikekayaan alam ini, termasukIndonesia, menyatakan bersedia mempertahankan fungsihutannya sebagai paru-parudunia bila negara-negara lainmembantu mereka dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat masing-masing. KonsepReduce Emission from Deforestation and Degradation(REDD) ini pada prinsipnyamenyimpulkan bahwa bebanmenjaga kelestarian hutantropis harus dipikul bersamaoleh semua umat manusiabukan hanya oleh masyarakattempat hutan itu berada.Konsep yang dilontarkanpada 2005 ini pada prinsipnyatelah diterima, namun perincian pelaksanaannya yangbelum tuntas. Bagaimanamenghitung nilai ekonomiyang disumbangkan hutantropis di setiap negara, berapabesar dana masyarakat internasional yang harus ditagih,dan bagaimana menentukanbesaran urunan tiap negaramasih dinegosiasikan.Sementara majalah Gatra(6-12/12) menyebutkan, bahwa bencana akibat perubahaniklim lebih banyak terjadi dinegara berkembang dan yangpaling menderita adalah rakyat miskin. Hakan Bjorkman,Country Director LembagaProgram Pembangunan PBB(UNDP) Indonesia, mengatakan, perubahan iklim itu tabiatnya seperti bandit licik.Lebih suka menyerang makhluk lemah yakni rakyat miskindi negara-negara berkembang.Hal yang sama juga dinyatakan Richard Damania, SeniorEnvironmental EconomistBank Dunia untuk WilayahAsia Selatan. Richard mengatakan, akan disaksikankawasan Asia Selatan dilandabanjir, tapi kawasan bumi lainjustru terkena kemarau. Tapiyang sangat menderita adalahrakyat miskin. Dampak yangterjadi pada rakyat miskintentu tak terperikan. Tingginya angka kemiskinan danrendahnya pengetahuanmembuat mereka tak mampu bertahan terhadap bencana. MSK