Page 8 - Majalah Berita Indonesia Edisi 62
P. 8
8 BERITAINDONESIA, Desember 2008BERITA TERDEPANkarikatur: dendyTerseretSisminbakumMenjadi seorang ahli hukum rupanya tidak menjadijaminan untuk taat hukum.asus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (sisminbakum) di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum UmumDepartemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU Depkum dan HAM)menarik untuk dicermati.Sebab, nama-nama yang diduga terlibattidak asing lagi bagi publik. Romli Atmasasmita, mantan Dirjen AHU misalnya,sudah dijadikan tersangka. Publik terhenyak karena Romli selama ini terlanjurdipahami publik sebagai ikon tokohantikorupsi. Profesor ilmu hukum Universitas Padjadjaran Bandung, ini pernahmenjadi Ketua Tim Perancang UU TindakPidana Korupsi. Dia juga salah seorangyang ikut menyeleksi calon Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahkan dia pula yangmenyarankan pemakaian seragam khususuntuk tersangka korupsi.Kasus ini semakin hangat diulas mediasetelah mantan Menteri Hukum dan HakAsasi Manusia Yusril Ihza Mahendra ikutterseret dalam kasus ini. Pasalnya, Yusrildianggap berjasa meluncurkan sisminbakum. Pada 4 Oktober 2000, sebagaimenteri Hukum, ia mengeluarkan suratkeputusan pemberlakuan sisminbakum.Ia juga yang menunjuk Koperasi Pengayoman Pegawai Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (KPPDK)dan PT Sarana Rekatama Dinamika(SRD) sebagai pengelola sistem ini.Dengan Sisminbakum, pemohon namaperusahaan baru dan perubahan badanhukum dari notaris bisa memesan melaluisitus www.sisminbakum.com tanpa perludatang ke Departemen. Cukup denganmembayar sejumlah biaya akses (accessfee), permohonan akan diproses. Setiaphari tak kurang dari 200 permohonandiajukan notaris dari seluruh Indonesia.Setiap permohonan dikenakan biayaminimal Rp 1.350.000. Pemasukan perbulan sebelum 2007 sekitar Rp 5 miliardan setelah 2007 sekitar Rp 9 miliar.Yang menjadi masalah, dana tersebuttidak masuk ke kas negara, melainkanmasuk sebesar 90% ke rekening PT SRDsebagai penyedia jasa aplikasi sistemadministrasi, yang dalam hal ini bertindaksebagai mitra Depkum dan HAM. Sisanya,10% masuk ke KPPDK. Uang yang masukke koperasi ini lantas dibagi lagi: enampersen untuk Direktorat Administrasi,sisanya untuk koperasi. Uang masuk keDirektorat Administrasi kemudian dibagilagi untuk kantong pejabat dan berbagaikeperluan. Dirjen AHU menerima Rp 10juta per bulan, Sekjen Rp 5 juta per bulan,para direktur Rp 5 juta per bulan, kepalasubdirektorat menerima Rp 1,5 juta perbulan, dan keperluan rapat, perjalanandinas luar negeri, atau sumbangan keisteri pejabat.Negara diduga rugi Rp 400 miliarkarena kutipan ini tak dimasukkan dalamkas negara.Kasus dugaan korupsi sisminbakum inisemakin menarik karena Yusril mengakutidak tahu ada pembagian dana biayaakses antara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Dephukdan HAM serta KPPDK. Ketidaktahuannya itu beberapa kali ia tegaskan dihadapan wartawan. Pembagian dana itusendiri tertuang dalam perjanjian kerjasama tanggal 25 Juli 2001 yang ditandatangani Ketua Umum KPPDK Ali AmranDjanah dan Dirjen AHU Romli Atmasasmita. Kepada penyidik, Yusril jugamengaku tidak mendapat dana dari biayaakses itu. “Saya tidak terima aliran dana.Tidak ada aliran dana yang sampai kementeri. Itu semua menjadi uang koperasidan dibagikan rata ke anggotanya setiaptahun,” katanya.Pengakuan Yusril tersebut tidak begitusaja diterima penyidik. Sebab, usai memeriksa Nyonya Sukesih, mantan istri Yusril,Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy seperti dikutip Koran Tempo(18/11), mengatakan, sejumlah uang dariKPPDK dikucurkan saat Sukesih hendakbepergian ke luar negeri. Jumlahnya Rp10-15 juta. Sukesih sendiri mengaku menerima dana, tapi tidak tahu sumbernya.Tidak hanya sampai di situ, kejagungjuga menemukan kejanggalan-kejanggalan. Pengadaan Sisminbakum, misalnya, dilakukan tidak melalui tender.Yusril, yang sudah dua kali dimintaiketerangannya sebagai saksi perkarakorupsi Sisminbakum, 18 dan 20 November, punya pendapat sendiri. Menurut dia,itu bisa dilakukan karena uang biaya aksesyang diterima bukan uang negara jaditidak perlu tender.Soal mengapa biaya akses ini tidakdimasukkan dalam pendapatan negarabukan pajak (PNBP), Yusril juga punyaargumen tersendiri. Menurutnya, tudingan jaksa bahwa biaya akses Sisminbakumbertentangan dengan Pasal 17 ayat (2)Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 42Tahun 2002, tidak benar. Di situ disebutkan, departemen/lembaga tidak diperkenankan mengadakan pungutan danatau tambahan pungutan yang tidaktercantum dalam undang-undang atauperaturan pemerintah. Bagi Yusril, keppres itu tidak bisa dijadikan dasar karenatidak berlaku surut. Sebab Sisminbakumberlangsung sejak 2001.Ditambahkan dia, sejak Sisminbakumdidirikan, Presiden Susilo BambangYudhoyono sudah mengeluarkan duaperaturan pemerintah (PP) yaitu No.75tahun 2005 dan No.19 tahun 2007. Dalamkedua PP itu disebutkan, PNBP dari biayapengesahan perseroan sebesarRp200.000, sementara biaya akses takK