Page 24 - Majalah Berita Indonesia Edisi 70
P. 24
24 BERITAINDONESIA, 10 Agustus 2006BERITA KHAS24 BERITAINDONESIA, September 2009 ilustrasi: dendyJangan Salahkan Klaim Malaysia atas budaya Indonesia untuk kesekiankalinya, seharusnya membuat pemerintah Indonesia lebihintrospeksi diri terutama dalam hal melindungi hak ciptaterhadap seni budaya.ari pendet yang awalnya biasadilakukan di Pura merupakantarian pemujaan yang melambangkan penyambutan atasturunnya dewata ke alam dunia. Namunseiring dengan perkembangan zaman,acara ritual tersebut mengalami perubahan menjadi tarian ‘ucapan selamat datang’.Belakangan, masyarakat Indonesia dibuatresah oleh sebuah iklan budaya pariwisatayang menonjolkan tarian pendet. Masalahnya, iklan itu ditayangkan Malaysiamelalui iklan acara Discovery Channelbertajuk ‘Enigmatic Malaysia’, Agustus lalu.Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, kemudian melayangkan nota protes kepada Pemerintah Malaysia. “Negara tetangga Malaysia berulah lagi.Setelah dulu lagu Rasa Sayange, ReogPonorogo, dan Tari Indang Bariang, sekarang Tari Pendet, kata Jero Wacik dalamkonferensi pers di gedung DepartemenKebudayaan dan Pariwisata (24/8).Menteri Jero Wacik sudah sepantasnyagusar. Pasalnya, sudah ada kesepakatan,jika ada karya budaya yang berada dalamwilayah abu-abu (grey area) dan hendakdijadikan iklan komersial, harus salingmemberi tahu. Karena dalam kasus TariPendet tak ada pemberitahuan, Jero Wacikmenegaskan, “Itu pelanggaran etika”.Pelukis I Made Wianta, punya pendapatjitu. Menurutnya, tari Bali berbeda dengan tarian lain di Nusantara, sehinggatidak mungkin diklaim. Kekhasan tarianBali, antara lain pada seledetan mata atauhentakan kaki. Karena itu, jika Malaysiamengklaim, “Itu keliru sekali”.Sebagai seniman senior Indonesia, PutuWijaya juga sangat menyayangkan sikapMalaysia mengklaim budaya Indonesia.Dengan tegas ia mengatakan, Malaysiasangat mengganggu masyarakat Indonesia. Kejadian yang terjadi secara berulangulang sudah bisa dianggap menantangdan mempermainkan perasaan masyarakat Indonesia. Dia menghimbau sesamanya seniman dari Malaysia untuk bergerak menelusuri apakah permasalahanini dipicu kepentingan bisnis semata ataupemerintah. Karena seorang seniman tidak akan melakukan ini. Dan kalauurusannya bisnis maka harus bayar, namun bila pemerintah, seharusnya harusdiselesaikan dengan pemerintah.Sebenarnya, upaya Malaysia ‘menggunakan’ bahkan mengklaim budaya asliIndonesia sebagai miliknya bukan yangpertama terjadi. Pada Agustus 2007,Sekjen Departemen Kebudayaan danPariwisata, Sapta Nirwandar menyatakanpemerintah telah mendaftarkan batik danangklung ke Unesco, sebagai masterpieceworld heritage. Diduga langkah inimerupakan reaksi setelah sebelumnyaMalaysia mengklaim dan mempatenkanbatik motif “Parang Rusak”, angklung,wayang kulit, hingga rendang.Pada Oktober 2007, lagu yang sangatmirip “Rasa Sayange” menjadi soundtrack iklan pariwisata Malaysia. Judullagu itu adalah “Rasa Sayang”. Lagu inipernah di-upload di situs resmi pariwisataMalaysia, http://www.rasasayang.com.my,dan disiarkan oleh televisi-televisi di Malaysia. Klaim ini menuai kecaman hebatdari masyarakat Indonesia, hingga DPR.Tapi Malaysia berdalih lagu itu sudahterdengar di Kepulauan Nusantara sebelum lahirnya Indonesia, sehingga tidakbisa diklaim sendiri oleh Indonesia.Pada 21 November 2007, para senimanPonorogo kaget oleh munculnya TariBarongan yang sangat mirip Reog Ponorogo. Oleh Malaysia, tarian itu diberinama Tari Barongan. Website Kementerian Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Malaysia, http://heritage.gov.my,pernah memampangnya dan menyatakantarian itu warisan dari Batu Pahat, Johor,dan Selangor. Di samping itu juga Malaysia sedang mengincar buku-buku kunosastra melayu.Klaim Malaysia atas budaya Indonesiauntuk kesekian kalinya, menurut sejumlah pihak, merupakan kesalahan pemerintah Indonesia. Budayawan RadharPanca Dahana berpendapat, kecolonganbudaya tersebut sebenarnya sebuah cermin atau refleksi. Ia menilai kita terlukadan malu, karena kita sadar sebagaipemilik kebudayaan itu, kita tidak memperhatikannya. Sebab selama ini kebudayaan selalu dipinggirkan pemerintahdan masyarakat tak lagi peduli. Sedangkan Malaysia sangat sadar akan eksistensi kebudayaan. Karena kebudayaanadalah senjata terbaik untuk diplomasiinternasional dengan potensi bisnis yangjuga sangat bagus. Malaysia tahu merekakekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, danmereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintahkita tidak peduli. Hanya peduli padaolahraga dan program lainnya.Sementara itu Edy Prasetyono dari Universitas Indonesia mengatakan, kemajuanekonomi yang dicapai oleh Malaysia tidakdibarengi pembentukan identitas budaya.Dilihat dari dari segi kultural, merekaadalah keturunan para nenek moyangnyayang berasal dari Sumatera dan sebagiandari Sulawesi. Tidak ada kekhasan yangasli Malaysia yang dapat dibanggakan ditengah keberhasilannya dalam bidangekonomi. Mereka merasa tidak kompletmenjadi bangsa tanpa identitas budaya.Mungkin ada rasa kehilangan identitasT