Page 51 - Majalah Berita Indonesia Edisi 70
P. 51
BERITAINDONESIA, September 2009 51BERITA POLITIKMaruarar Sirait, Ganjar Pranowo, Budiman Sujatmiko, dan Tjahyo Kumolo.Taufik Kiemas yang dianggap sebagaipendorong koalisi PDIP dengan SBY jugamengakui, deal politik untuk urusan parlemen hanyalah awal dari koalisi yanglebih utuh. “Tinggal satu tahap lagi kalaudi pemerintahan. Buat saya, walaupun didalam, tetap harus kritis,” tandas Kiemas.Sementara A.P. Batubara menanggapiwacana itu lebih bersifat menunggudengan menyebutkan, PDIP akan melihatbukti janji PD dulu dalam mendukungTaufik Kiemas. “Jika janji tersebut memang terpenuhi dengan bukti tepilihnyaTaufik Kiemas sebagai Ketua MPR, makatawaran untuk kerja sama selanjutnyakedua partai itu akan berlanjut,” katanya.Memperhatikan peta politik PDIP pascapilpres 2009 itu, beberapa pengamatnasional menanggapinya biasa saja,namun sebagian lainnya merasa was-was.Mengenai wacana dukungan yang akandiberikan PD terhadap pencalonan TaufikKiemas menjadi Ketua MPR misalnya,beragam pendapat muncul dari publik.Bahkan di antara kader PDIP sendiri.Silang pendapat antara Sekjen DPP PDIPPramono Anung dan fungsionaris DPPPDIP Effendi Simbolon dengan mantanKetua Pansus RUU MPR, DPR, DPD danDPRD, Ganjar Pranowo sempat terjadimenyangkut ada tidaknya kesepakatankedua pihak sebelumnya.Menurut Pramono dan Effendi, PDmemberikan dukungannya karena memang sudah ada kesepakatan antara PDIPdan PD sebelumnya. Dimana, dukunganitu diberikan PD sebagai kompensasi daridukungan PDIP saat pembahasan RUUMPR, DPR, DPD dan DPRD (dulu disebutRUU Susduk, kini UU Parlemen) atas opsiKetua DPR otomatis diberikan kepadaparpol yang memperoleh kursi terbanyakdalam pemilu, dalam hal ini, PartaiDemokrat. “Kami memberikan penghargaan dan apresiasi kepada pemenangpemilu sebagai Ketua DPR. Lantas kamidiberi kesempatan untuk kursi KetuaMPR. Mudah-mudahan kesempatan itubisa kita wujudkan,” tutur Pramonomemberi keterangan.Namun, pernyataan itu diklarifikasioleh mantan Ketua Pansus RUU itusendiri yang juga merupakan kader mudaPDIP Ganjar Pranowo. Dia mengatakan,tidak ada deal-deal politik pragmatisdalam pembahasan RUU yang dipimpinnya. “Semua itu tidak benar. Silahkan bacaDIM (Daftar Inventaris Masalah) kami.Dari awal PDIP sudah mendukung KetuaDPR otomatis dari pemenang pemilu.Tidak ada kaitannya sama sekali denganKetua MPR. Kalau orang mau menerkanerka saja, silahkan. Tapi, saya yang lebihtahu,” ujarnya kepada Indopos (19/8/09).Ganjar lebih lanjut mengatakan, kalau PDmau mendukung PDIP mengusung TaufikKiemas, pihaknya sangat berterimakasih.Tapi dia memastikan, itu tidak berkaitandengan transaksi sewaktu pembahasanUU Parlemen.Mengenai kunjungan Hadi Utomo dikediaman Megawati, pengamat jugamemberi pendapat berbeda. Menurutsebagian besar pengamat, kunjungan itumenunjukkan adanya rencana koalisiantara PDIP dan PD. Namun, pengamatpolitik LIPI Syamsudin Haris menganggapnya hanya sebagai fasilitas keinginanTaufik Kiemas menuju Ketua MPR. “Konteksnya bukan untuk koalisi, hanya sebagai fasilitas keinginan Taufik Kiemassaja,” ujar Haris kepada Tempo (20/8).Terlepas dari silang pendapat tersebut,jika benar nanti PDIP membangun kerjasama dengan kubu SBY, umumnya pengamat merasa tercengang dan menganggaphal itu sebagai langkah baru dalam petaperpolitikan Indonesia karena yang lebihdiuntungkan dari kerjasama itu adalahkubu SBY sendiri. Sementara citra PDIPbisa jadi buruk karena akan dicap tidakkonsekuen dan sebagai partai yang pragmatis.Analis politik LIPI Hermawan Sulistyoseperti dikutip Matanews.com misalnya,berpendapat, jika kerjasama itu benarterjadi, PDIP akan dinilai membuatlangkah yang otomatis langsung mengubah iklim politik di Tanah Air. Namun,Hermawan mengatakan, dirinya tidakterlalu kaget dengan langkah yang diambilPDIP. Karena, sebagai oposisi di pemerintahan SBY-Kalla, ternyata PDIP tidak bisamengambil simpati publik. Buktinya, dipemilu yang baru berlangsung, suaraPDIP turun. Pada Pilpres juga, Mega-Prokalah dari SBY-Boedino. “PDIP ingintetap mendapat simpati masyarakat,sehingga lebih memilih ikut dalam pemerintahan. Itu terobosan PDIP yang berani,” katanya kepada pers.Sementara analis politik LIPI IndriaSamego mengatakan, jika PDIP benar bisadiajak berkoalisi, yang paling diuntungkan adalah kubu SBY-Boediono,karena langkah itu menurutnya merupakan langkah politik yang efektif dari kubuSBY. “Kubu SBY perlu mendapat dukungan dari Mega-Prabowo di parlemen danpemerintahan,” katanya.Bila bicara lebih luas mengenai petapolitik di Indonesia belakangan ini yangdikaitkan dengan wacana kerjasama PDIPdan Partai Golkar (PG) dengan kubu SBY,pengamat politik Universitas Indonesia(UI) Iberamsjah berpendapat, jika PDIPdan Golkar merapat ke Demokrat, itu bukanlah suatu hal yang aneh. Karena sistem presidensial di Indonesia memangtidak mengenal partai oposisi seperti yangada pada sistem pemerintahan parlementer.Sementara menurut Arbi Sanit yangjuga pengamat politik UI seperti dilaporkan Indopos (20/8/09), langkah itusebagai sebuah bentuk penghianatan padademokrasi dan suara rakyat. Dikatakan,fakta politik jelas membuktikan bahwapemilu 2009 sudah menghasilkan proporsi suara masing-masing parpol.Turunnya suara PDIP dan Golkar menurutnya, merupakan bagian dari representasi kehendak rakyat, di manamereka tidak menghendaki kedua parpolitu duduk di kekuasaan. Maka, jika PDIPdan PG diajak bergabung, itu menurutnyasama saja sudah mengkhianati demokrasi.“Rakyat tidak menginginkan merekaberkuasa sehingga rakyat tidak memilihmereka,” katanya.Lebih tegas, Arbi mengatakan, keinginan sejumlah elite di PDIP dan Golkaruntuk bergabung di pemerintahan sebenarnya tidak bisa diterima. Pasalnya, keinginan tersebut sama artinya denganmengkhianati pilihan rakyat. Lebih lanjut,Arbi Sanit menyebut, langkah sejumlahelite PDIP dan Golkar merapat ke SBYsebagai bentuk manipulasi dan merupakan tindakan tidak jujur. “Kalaubegini berarti hasil pemilu tidak diakui,lalu dimanipulasi melalui persekongkolankekuasaan. Pemilu tidak dihormati namanya,” paparnya. ST