Page 7 - Majalah Berita Indonesia Edisi 92
P. 7
BERITAINDONESIA, Feb-Maret 2014 7YBERITA TERDEPANtas pengakuan Mohammed ElMouelhy, Presiden Halal Certification Authority Australia,pihaknya harus merogoh Rp300 juta untuk ongkos biaya perjalanan rombongan petinggi MUI demimemuluskan penerbitan sertifikasihalal. Modus yang dipakai adalahmeneror perusahaan yang bersangkutan dengan mengancam akanmencabut izin halalnya. (Tempo, 24/2/2014).Namun, Ketua MUI Amidhan Shaberah membantah tudingan tersebut.Amidhan menyebut tudingan Mouelhy itu karangan belaka. “CeritaMouelhy itu 20 tahun lalu. Dia kecewakarena tak didukung mendirikanWorld Halal Council. Karena itu, diacerita fitnah penyuapan ini,” katanya.Namun, kata Amidhan lagi, kalau punada buktinya, saya kan bukan penyelenggara negara, boleh terima gratifikasi,” kata Amidhan kepada pers.Pemberitaan ini menarik perhatianpublik yang juga mempertanyakantentang akuntabilitas pungutanpungutan sertifikasi halal yang selama ini dilakukan MUI, serta mempertanyakan hak monopoli MUI dalammenerbitkan sertifikasi halal.Komisi Pemberantasan Korupsimenyatakan siap mengaudit keuangan MUI jika diminta. Langkah itudinilai KPK perlu untuk menjadikanMUI lebih transparan dan akuntabel.Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddasmendesak MUI agar lebih transparankepada umat, dengan menunjukkanakuntabilitas publiknya agar rakyattak curiga ke mana perginya uangyang masuk ke lembaga tersebut.“Sehingga nanti MUI punya marwah,wibawa, kehormatan, dan hargadiri,” kata Busyro.Menanggapi hal ini, Menteri AgamaSuryadharma Ali mengatakan selama ini pungutan sertifikasi halal yangdilakukan oleh MUI tak masuk ke kasnegara melalui Penerimaan NegaraBukan Pajak (PNBP). SDA menambahkan, MUI bukan sebuah lembaganegara yang wajib menyetorkan pungutannya kepada negara. “Merekaitu swasta, tidak berdasarkan Undang-Undang. Jadi memang tidak menyetor ke kas negara,” kata SDA diUANG HARAM Sertifikasi HalalUang haram dalam proses sertifikasi halal menjadi pemberitaan hangat. KetuaMajelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan Shaberah dituding menerima gratifikasi.Istana Negara, Jakarta (27/2/2014).Atas dasar itu, SDA meminta agarpengujian sertifikasi halal dilakukanoleh lembaga negara di bawah Kementerian Agama dengan pengujian olehBadan Pengawas Obat dan Makanan(BPOM). Dengan demikian, tarif akandiberlakukan oleh pemerintah danmasuk dalam kas negara sebagai PNBP.Suryadharma mengakui saat inipada MUI, ormas lain akan iri. NUmau, Muhammadiyah mau, Persismau. Karena itu harus pemerintahyang menerbitkan, tapi MUI jugaberfungsi untuk memberikan rekomendasi,” jelas SDA.Dalam konsep pemerintah, ungkapSDA, nantinya MUI akan tetap dilibatkan dalam penerbitan sertifikat halal.Pemerintah yang menerbitkan sertifikasi, tapi MUI juga berfungsi sebagai pihak yang memberikan rekomendasi kepada pemerintah. Jadisetelah produk diuji di laboratorium,majelis ulama membuat rekomendasisupaya diterbitkan sertifikasi halaloleh pemerintah.Politikus Partai Demokrat yangmenjabat Wakil Ketua Komisi AgamaDPR, Mahrus Munir, berpendapatpenetapan sertifikasi halal tak bisa lagihanya dilakukan oleh MUI seperti 20tahun terakhir yang ternyata punyabanyak kelemahan, tapi harus melibatkan sejumlah lembaga. Menurutnya, kalau hanya MUI sendiri,kalau ada apa-apa tak ada yang bisatanggung jawab. Selama ini, kataMahrus, negara tak bisa turut campurbila ternyata ada proses yang tak sesuaiketentuan dalam pemberian sertifikat.Menurutnya, pelibatan pemerintahmelalui lembaga khusus yang menangani sertifikat halal akan membuatsertifikasi lebih akuntabel. “Pemakaijasa juga akan lebih mudah karenabisa langsung mengurus cek laboratorium pada satu lembaga. Begitu puladengan proses pendaftaran, sertifikasi,dan pengawasan. Kalau selama iniMUI lakukan sendiri, siapa yang mengawasi. Kalau ada insiden siapa yangbertanggung jawab?” katanya.Wakil Ketua Komisi Agama DPR dariFraksi Partai Keadilan Sejahtera LediaHanifa mengungkapkan, DPR sudahsepakat mengenai peranan MUI dalam pembahasan Rancangan UndangUndang Jaminan Produk Halal yangsaat ini tengah digodok di DPR. Diamengatakan, Pemerintah dan DPRtelah menyepakati MUI berperanmembuat standar-standar untukLembaga Pemeriksa Produk Halal danauditornya, juga yang menstandarisasi auditor dan lembaga pemeriksa halal yang ada. BERINDO - bhAAntada dua hal krusial dalam hal otoritashalal, yaitu mengenai status pendaftaran produk-produk halal dan mengenai siapa yang berhak mengujidan menerbitkan sertifikat halal.Pertama, pemerintah menginginkan posisi para produsen mendaftarkan dengan sukarela, sementara MUIingin mandatori (kewajiban) bagiprodusen. Bagi pemerintah, kataSDA, jika itu menjadi kewajiban makaakan membebani para produsen terutama usaha kecil. Sebab jika tidakmendaftar mereka akan dianggapmelanggar hukum.Kedua, mengenai siapa yang berhakmenerbitkan dan menguji produkhalal. Suryadharma Ali mengungkapkan MUI bersikukuh agar lembaganya yang berhak. Sementara, pihaknya menginginkan pemerintahyang berwenang sebagai pelaksanaUU, karena sertifikasi itu berkaitandengan hukum. “Tidak ada ormas sebagai pelaksana UU. Kalau diberikanKetua MUI Amidhan Shaberah