Page 12 - Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20
P. 12


                                    12 Q TokohINDONESIA 20 THE EXCELLENT BIOGRAPHYSuka Berkelahi diLuar RumahDididikan dengan disiplin kerasdari ayah dan kakak-kakaknya, telahmembentuk Sutiyoso menjadipetualang di luar rumah. Ia mencarikompensasi, pemuasan diri danpelampiasan kemarahan di luarrumah.Walau masih anak kecil, muridSD, Sutiyoso sudah suka berkelahidan seringkali meninggalkan rumahtanpa pamit. Lalu tidur di rumahteman atau di mana saja tanpamerasakan ada perbedaan apakahsedang tidur di rumah teman ataurumah sendiri. Yang penting tidursaja.Karena tidak ada alatkomunikasi, seperti handphoneseramai sekarang, ia pun seringdikira hilang. Lalu dicari ayah-ibu,kakak dan kerabatnya dari desa satuke desa lain. Saat dicari ayah dankakak-kakaknya, sejenak diamerasakan besarnya kasih sayangkeluarganya. Tapi perasaan itu tidakselalu muncul manakala diadihukum.Ketika menanjak remaja (sudahmemasuki bangku SMP dan SMA),Sutiyoso semakin bertualang dankerap berkelahi. Dia semakin nakal.Namun di tengah kenakalannya,Sutiyoso berhasil jugamenyelesaikan SD di desanya (1955),SMP di Ibukota Kabupaten (1959)dekat Semarang dan SMA diSemarang, Ibukota Provinsi JawaTengah (1963).Ketika itu, dia kurangmenyadari bahwa untuk meraihprestasi itulah dia dididik dengankeras oleh Sang Ayah.Bahkan dia bisa memilih masukkuliah di Fakultas Teknik JurusanTeknik Sipil Tujuh Belas Agustus(UNTAG), Semarang. Namun ketikaitu, dia merasakan sepertinya dipaksa untuk harus melanjutkankuliah. Ibunya yang palingberkehendak Sutiyoso harus kuliahdi UNTAG, bukan menjadi tentara.Sang ibu beralasan traumatismelihat Mas Parto, kakak Sutiyosoyang menjadi tentara pelajar, dahuludikuyo-kuyo sama Belanda. Ibunyamempunyai kesimpulan pendekbahwa menjadi tentara itu berartipasti cepat mati.Karena merasa dipaksa, laludalam hati kecil Sutiyosomerencanakan akan kuliah diFakultas Kedokteran UniversitasDiponegoro (FK-Undip), Semarang.Alasannya sederhana, kalau jadidokter setiap nyuntik orang akandapat duit.Niatnya itu disampaikan kepadakakaknya yang lain yang saat itusudah menjabat dekan diKalimantan. Sang Kakak punmenyambut baik keinginan Sutiyoso,lalu berkomunikasi dengan DekanFK-Undip. Sutiyoso pasti akan bisaditerima di FK-Undip asal ikutujian. Namun hasilnya menjadi lain.Sebab saat ujian berlangsung,Sutiyoso malah keluyuran ke manamana. Dia tidak ikut ujian. “Nah,test saja nggak ikut masak maumasuk,” kata Sutiyoso mengenang.Akhirnya dia bersedia ujian danditerima Fakultas Teknik JurusanTeknik Sipil Untag. Jurusan inisesungguhnya kurang disukaiSutiyoso jika dibandingkan TeknikArsitektur, yang masih agak menarikbaginya. Tapi, nggak apa-apa, yangpenting asal kuliah saja dulu. Sebabkakaknya masih memberikanjaminan tahun depan asal ikut teslagi, Sutiyoso pasti bisa masukkedokteran.Jaminan itu sesungguhnyadisadari Sutiyoso tidak adamaknanya. Relevansi kedokterandengan kuliah yang dijalaninyaselama satu tahun penantian itutidak ada relevansinya. Antarateknik sipil dengan kedokteran tidakada satu pun pelajarannya yangnyambung. Namun, keinginanmasuk kedokteran tahun depan itumempengaruhi proses belajarnyajuga. “Ngapain aku sungguhsungguh di sini toh nanti sayatinggalkan,” Sutiyoso membatin.Dalam suasana demikian,petualangan, kenakalan dankegemarannya berkelahi terus sajaberjalan. Maka, selama satu tahunitu penyakit lama Sutiyoso senangberkelahi tambah berkembang biak.Kenakalan sepertinya sudahmenjadi bagian hidup Sutiyoso.Saking seringnya berkelahi, jikaditanya, sudah berapa kaliberkelahi? Sutiyoso pun tak lagi bisamenghitungnya. Pokoknya sangatsering. Sebab jika tidak adamasalah, ia sendirilah yang akanmencari-cari masalah supaya adaalasan berkelahi. Masalah orang lainpun ia campuri apalagi masalahnyasendiri pasti akan berujung padaperkelahian. Dipandang orang laindengan cara yang tak lazim sajasudah menjadi alasan kuat baginyamengajak orang itu berkelahi.Sebagai jago berkelahi, dikalangan teman-teman reputasiSutiyoso sudah menjadi tokohsentral. Di luar arena perkelahian,Sutiyoso juga menyibukkan dirimengurus drumband dan barisberbaris di lingkungan Universitas.Sutiyoso sebenarnya tak sungguhsungguh kuliah. Ia hanya pura-purakuliah. Kalau pun berangkat darirumah berpenampilan layaknyaseperti mahasiswa betulan, tak lebihitu dilakukan hanya untuk membuatibunya senang.Tiba SaatPertobatanSampai suatu ketika, saat hendakmemasuki kuliah tahun kedua,Sutiyoso secara sadar dan jujurbertanya kepada dirinya sendiri:“Sutiyoso, apakah kamu itu bisa jadisarjana kalau kuliah di kedokterantahun depan?” Lalu introspeksibernada tanya itu dijawab sendiri:“Saya tidak bisa menjadi sarjana.”Saat itu dalam perenungannya,Sutiyoso meyakini bahwa FakultasTeknik atau Kedokteran bukanlahhabitatnya. Ia bisa gagal dalamhidup karena tidak mencintai bidangdan profesi teknik sipil ataukedokteran. Dia sangat sadar bahwajika ingin berhasil kuliah harustekun, belajar sungguh-sungguh,biayanya harus cukup, dan segalamacam persyaratan. Ia kembaliGUBERNUR SUTIYOSO Q ti/ist
                                
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16