Page 36 - Majalah Berita Indonesia Edisi 04
P. 36
LENTERA36 BERITAINDONESIA, Oktober 2005TOKOHPAMONG ABDI RAH. MOHAMMAD NOERPada usia 87 tahun, M. Noer tak pernah berhenti berpikir dan berkarya.Tujuan utamanya meningkatkan kesejahteraan rakyat melaluipendidikan sumber daya manusia. Selaku tokoh pendidikan, Ma’hadAl-Zaytun mengangkatnya sebagai anggota Dewan Kurator Universitas Al-Zaytun.Bencana datang silih berganti. Dewasa ini, dalampandangan M. Noer, rakyat menangis lantarantertindih kesulitan demi kesulitan ekonomi.Kenyataan pahit ini mengingatkan M. Noer yangpunya gelar bangsawan Raden Panji padakemiskinan masyarakat Madura, tahun 1926. Kemaraupanjang di P. Madura berlangsung dari Juli sampai Oktobersetiap tahun, kekeringan yang menggoreskan paceklikberpuluh-puluh tahun.Saat itu, M. Noer masih duduk di kelas III HIS, Sampang.Pria yang dilahirkan di Kampung Beler, Desa Rong Tengah,pinggiran kota Sampang, tanggal 13 Januari 1918 ini, dalamusia yang sangat belia (8 tahun), terpana melihat iringiringan pria dan wanita berobor dengan beban berat dipundak dan punggung. Mereka berjalan kaki berkilo-kilometer, menembus gelap malam, menuju pantai selatan.Kenyataan yang terjadi berulang-ulang tersebut, baginyamenjadi misteri selama lima tahun.Pada suatu malam, rasa ingin tahu M. Nur kecil takterbendung lagi. Dalam gelap malam, ia diam-diammenguntit iring-iringan yang berhenti di pelabuhan SungaiSampang itu. Di bawah penerangan obor yang meliuk-liukditerpa angin, mereka menaiki perahu berkelompokkelompok. Kemudian iring-iringan perahu melempar sauh,mengembangkan layar. Perahu-perahu itu berlayar semakinjauh, sampai tak terlihat lagi. Ia memendam misteri itusendirian, dan ingin menemukan sendiri jawabannya.M. Noer menemukan jawabannya lima tahun kemudian,setelah ia berusia 13 tahun.“Deraan kemiskinan dan ancaman kelaparan setiapmusim kemarau mendorong mereka mencarisesuap nasi di tanah seberang.” Eksodus masyarakat Madura saat itu: dari Sampang ke Probolinggo atau Pasuruan, dari Bangkalan ke Surabayasampai Malang, dari Pamekasan ke Probolinggo,Jember dan Lumajang, dari Sumenep ke Situbondo,Panarukan dan Bondowoso, sedangkan yang keKalimantan dari Madura bagian Tengah. Kenangandi masa kecil ini melekat erat dalam kehidupan M.Noer. Dari sini timbul obsesinya untuk memakmurkan Madura. Ia ingin mendalami bidangpertanian untuk memperbaiki nasib masyarakatMadura yang daerahnya gersang. (MohammadNoer: Pamong Mengabdi Desa).M. Noer putra ketujuh dari 12 anak pasanganRaden Aria Condropratikto dan Raden Ayu SitiNursiah, dua-duanya keturunan bangsawan Madura. M. Noer menikahi Mas Ayu Siti Rachma,tahun 1941. Mereka dikaruniai empat putri danempat putra. Putra Madura ini memulai karirpangreh prajanya tahun 1939, magang di KantorKabupaten Sumenep, begitu tamat dari MOSVIAMagelang. Sejak itu sampai menjadi gubernur, M.Noer mengabdikan dirinya sebagai pamong praja.Ia pernah menjadi anggota MPR dan DPA. Tahun1976-1980, M. Noer mendapat tugas menjadi DutaBesar RI di Prancsis.Sekarang, dalam usianya yang menginjak 87tahun, M. Noer tak pernah berhenti berpikir danberbuat untuk memakmurkan, tidak hanya masyarakat Madura, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Sebab, tujuan kemerdekaan adalah untukM. NOER BERPOSE DENGAN ISTRI, MAS AYU SITI RACHMA. M. NOER BERPOSE DENGAN ISTRI, MAS AYU SITI RACHMA.