Page 29 - Majalah Berita Indonesia Edisi 05
P. 29


                                    BERITAINDONESIA, November 2005 29(BERITA NASIONAL)yang bekerja di sebuah tempat hiburan.“Sudah tentu seseorang harus berbuatsesuatu,” kata Jack, “atau keduanyatenggelam.” Jack berenang ke tengahsungai—“berenang di antara mayatmayat”—dan tatkala dia berusaha mengangkat gadis itu ke lengannya, dia berteriak pilu: “kaki kanan saya terjerat jala.”Erwin berusaha melepaskannya sementara Jack berjuang agar tetap mengambang.”“Saya bertekad tetap bertahan,”kenang Jack, “atau kami semua tenggelam.”Setelah Erwin dan Jack menyelamatkan gadis itu ke pinggir sungai, merekaberpisah tanpa berkenalan satu sama lain.Selama delapan bulan—sampai TIMEmenyatukan mereka bulan lalu—Jackmenduga Erwin ayah dari gadis kecilitu.Ternyata dia keliru. Kedua pria itukebetulan sedang berdiri di situ, mempertaruhkan nyawa mereka untuk menyelamatkan seorang anak yang tidak merekakenal sama sekali.Kali ini, tahun keempat majalah TIMEmengemas laporan khusus tentang: ParaPahlawan Asia. Tsunami yang menelan250.000 jiwa yang tewas atau hilang diseluruh Asia, merupakan bencana yangtak pernah terbayangkan. Pasca tsunami,Banda Aceh adalah kota yang palinghancur, laksana kehancuran Hiroshimasetelah dijatuhi bom atom: tinggal beberapa bangunan yang masih berdiri.Mayat-mayat dikumpulkan di jalan-jalandan diangkut dengan truk-truk. Dalamancaman kematian, orang-orang sepertiErwin dan Jack, membuktikan diri mereka mampu melakukan sesuatu dengankeberanian dan kepercayaan diri yangluar biasa—esensi dari kepahlawanan.Sudah tentu, di dalam laporan ini,banyak orang yang ditampilkan telahmenunjukkan kepahlawanan merekadalam bentuk yang berbeda-beda. Misalnya, seorang ekspatriat Amerika yangmengabdikan tahun-tahun terakhirnyauntuk mendidik anak-anak muda Kamboja, dan sepasang suami-istri yangberani menerbitkan sebuah buku tentangkorupsi di China yang terjual 8 jutaeksemplar—meskipun pihak pemerintahtelah berusaha dengan sekuat tenagauntuk melarangnya. TIME menampilkanorang-orang yang menunjukkan bakatmereka dengan sepenuh hati di dalamsegala bidang, mulai dari tari, olahragasampai bisnis, mengingatkan kita “bahwadi dalam kehidupan sehari-hari kitamampu menjadi apa pun.”Lima perempuan Aceh yang ditampilkan kali ini, kehidupan sehari-harimereka mencerminkan kepahlawananmereka. Nama-nama mereka Cut Aisah,Neneh, Nur Azmi, Nuraida dan Sulastri.Tatkala tsunami menyerang desa Lampaseh, Cut terseret ke laut: dia selamatkarena berpegangan pada sebatang kayu,tetapi tak mampu menahan cucunya yangberusia 17 hari yang mayatnya tidakpernah diketemukan. Neneh siumansetelah para prajurit menyangka diasudah meninggal, menaikkannya kesebuah truk yang dipenuhi mayat; tujuhdari sembilan anaknya mati hari itu. Azmikehilangan kedua orang tuanya. Tigasaudara dan adik perempuan Nuraidadisapu tsunami. Suami, anak perempuandan anak Sulastri yang paling kecil, tewas.Kelima wanita ini harus menjalani sendirirumah tangga mereka.Mereka punya semangat yang menyala. Setelah berada delapan pekan dikamp pengungsi, kelima wanita itumemutuskan untuk kembali ke rumahmereka, meskipun tak ada lagi yangtersisa di Lampaseh, kecuali reruntuhanyang rata dengan tanah. “Semua orangtahu tempat itu tak bisa lagi ditinggali,”kata Azmi. “Tetapi kami bersikukuh.”Ketika mereka sampai di desa merekayang terlantar, para serdadu mendirikantenda untuk mereka. Tidak ada aliranlistrik dan pipa air terdekat jaraknya duakilometer. Tetapi organisasi-organisasibantuan menghargai tekad mereka.Komisi Tinggi Pengungsi PBB (UNHCR)memberikan mereka tenda untuk ukuranempat keluarga, dan truk Oxfam mulaimemasok kebutuhan air mereka. Organisasi bantuan lainnya menyumbangkangenerator. “Lebih cepat Anda berusahaberdiri di atas kaki sendiri,” kata Nuraida,“lebih banyak bantuan yang Anda dapatkan.”Beberapa minggu kemudian, Oxfammerekrut wanita-wanita tersebut dalamprogram kerja dua bulan untuk membersihkan desa tersebut: setiap wanitamemperoleh 120 dolar (Rp 1.200.000)sebulan. “Dengan uang ini,” Sulastritersenyum sembari memperlihatkanseuntai kalung emas baru di lehernya,”“kami menjadi wanita lagi yang sesungguhnya.” Tujuh bulan sejak kelima wanitaini kembali ke kampung, hampir 100warga desa lainnya mengikuti jejakmereka. Ini hanya permulaan—bagi 850warga yang selamat dari desa berpenduduk 6.000 jiwa. Tetapi berkat kelimaperempuan tersebut, Lampaseh bangkitdari kematian.Kisah-kisah sedih dari Aceh, menggoreskan keberanian luar biasa, kadangkala berakhir menyenangkan. Bulan lalu,TIME menjemput Erwin dan dan Jackuntuk pengambilan foto mereka. Bilamana mereka mengenang kembali peristiwa saat itu, Erwin teringat untukberbicara tentang keluarganya sendiriyang tertimpa tsunami: meskipun istridan dua anaknya selamat, putra bungsunya yang berusia lima tahun, tewasditimpa tsunami. Dia tak tahu lagi nasibgadis kecil yang dia selamatkan bersamaJack. “Sangat membanggakan bagi sayaketika tahu bahwa dia selamat,” kataErwin.”“Karena itu saya bisa menerimakenyataan, meskipun saya kehilanganputra saya, saya membantu menyelamatkan jiwa anak lain.” ■ TIME-SHDUA PAHLAWAN: Pada hari tsunami mengamuk, Erwin dan Jack terjun ke sungaiyang sedang banjir untuk menyelamatkan seorang gadis kecil yang terperangkap(kiri). (Atas) Erwin dan Jack. Erwin (kiri) kehilangan putra bungsunya usia 5 tahun didalam malapetaka tersebut.
                                
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33