Page 25 - Majalah Berita Indonesia Edisi 05
P. 25


                                    BERITAINDONESIA, November 2005 25tara kakaknya seorang pegawai negeri yang bergaji pas-pasan.Beruntung kakaknya memiliki oplet. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, Haryono dan kakaknya bergantianmenyupir oplet jurusan: Jatinegara-Pasar Rebo-Pasar Minggu.Haryono menyupir oplet sembari kuliah. Karena prestasinyayang menonjol, dia dipilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa AIS,dan ditunjuk selaku asisten oleh Direktur AIS.Menuruni sifat ibunya, putra pasangan Alimoeso danPadmirah ini, pria yang ulet dan pekerja keras.”“Saya percayabahwa dengan kerja keras suatu ketika cita-cita kita akanmenghasilkan buah,” kata Haryono dalam wawancara khususdengan tim wartawan BERITA Indonesia, pekan lalu.Sebagai anak kampung, dia biasa bekerja keras. Rumah orang tuanya di desa Pucang Sewu, Pacitan, Jawa Timur, terletakantara desa pegunungan dan pinggiran kota. Ibunya memanfaatkan posisi ini dengan membuka warung kecil, menampung barang-barang dari desa untuk keperluan orang-orang kota, seperti daun jati dan kayu bakar. Daun jati digunakansebagai pembungkus. Orang-orang desa menjual barang-barangitu kepada Ny. Padmirah untuk ditukar dengan beras, garamdan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.Pengalaman di masa kecil mendarah daging pada diriHaryono. Dia mengerjakan apa saja yang disuruh ibunya.Haryono juga punya jiwa dagang, karena dia sering disuruhibunya membeli barang-barang di pasar untuk dijual kepadaorang-orang desa yang datang ke kota. Ny. Padmirah hanyalahseorang ibu rumah tangga yang tidak pernah duduk di bangkusekolah. Berbeda dengan suaminya yang menjadi guru sekolahrakyat. Karena itu, Haryono bertekad harus lebih pintar dariteman-temannya.Di dalam perjalanan karirnya, Haryono ditakdirkan selaludekat dengan orang-orang miskin. Usianya memang sudahsenja, tetapi dia tetap berjuang untuk memberdayakanmasyarakat pedesaan. Selaku Wakil Ketua Yayasan Damandiri,dia memberdayakan para pedagang lemah lewat bantuan modalyang disalurkan oleh BNI.Suatu waktu, Haryono dihadapkan pada sebuah pilihan,tetap di BPS atau di BKKBN. Dia memilih BKKBN, karenakeluarga berencana dianggapnya sebagai syarat utama untukmengantar manusia agar mampu mengadakan proses perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat maju danprofesional. Hanya pasangan yang punya sedikit anak,berkemampuan membiayai pendidikan anak-anak mereka.Haryono yakin hanya pendidikan yang bisa memutus matarantai kemiskinan.Ternyata Haryono tidak salah pilih. Pilihan itu telahmelambungkan namanya dan nama bangsanya ke tingkat dunia.Pak Harto diundang untuk berpidato di depan forum PBBlantaran keberhasilan program KB dan Kependudukan.Tahun1990-an, BKKBN sudah memiliki 400 sampai 500.000kelompok akseptor KB. Ketika mulai dilakukan intervensikepada keluarga, para akseptor selama 10 tahun mulai menagih.Kenapa setelah menjalani KB kok tidak sejahtera juga. Makalahir pemikiran untuk membangun Norma Keluarga KecilBahagia dan Sejahtera (NKKBS).Selaku seorang sosiolog, Haryono sungguh memahamibahwa keluarga di Indonesia ternyata keluarga yang lemah.Tidak bisa dibiarkan melakukan pemberdayaan sendiri, dantidak bisa dibiarkan menerima begitu saja kucuran dana.Ternyata, pada tahun 1990-an, kucuran dana mulai lambandampaknya pada penurunan angka kemiskinan. Tetap beradapada angka 16, 15 dan 14 juta jiwa.Tahun 1995, timbul gagasan dari para konglomerat untukmenggiatkan tabungan di kalangan peserta KB. Haryonodiminta Pak Harto keliling ke para konglomerat untukmenyakinkan betapa mulianya gagasan mereka. Haryonomemiliki peta kemiskinan secara rinci, lebih rinci dari BPS.Tahun 1995 dibentuk Yayasan Damandiri untuk menampungsumbangan dari para konglomerat. Tanggal 2 Oktober 1995,dimulai gerakan menabung pada 10,3 juta peserta KB.Kata Haryono, ternyata tidak mudah membagikan bukutabungan kepada 10,3 juta akseptor. Ternyata sulit mencari danmencocokkan, apakah mereka tergolong miskin atau tidak.Pembagian itu dilakukan dalam tempo 10 bulan, atau sejutasebulan. Karena dilakukan dalam tempo 10 bulan, tidak adagejolak. Setiap ada pertanyaan: “Kenapa saya belum kebagian?”Selalu ada jawaban:”“Bulan depan, bulan depan.”Kata Haryono, waktu itu yang dibagi bukan uang tunai, tetapibuku tabungan yang sudah berisi masing-masing Rp 20.000.Setiap kali menabung Rp 20.000 boleh meminjam dengankelipatan 10. Setelah pinjamannya lunas, tabungan bertambah,dan pinjaman berikutnya bertambah. Demikian seterusnya.“Karena sekarang dilakukan serentak, jadi ketahuan salahnya,”kata Haryono. Yang dia maksud proses pembagian kartu miskinuntuk mendapat uang kompensasi BBM, menimbulkan berbagaiekses.Sayangnya jaringan yang sudah dibangun Haryono hancurberantakan bersamaan dengan munculnya gelombang perubahan tahun 1998. Pengembalian pinjaman-pinjamanterhenti, tabungan pun terhenti. Sekarang sangat sulitmembangun kembali jaringan tersebut sesulit meminta merekamengembalikan pinjaman.Cita-cita Haryono untuk memberdayakan masyarakatmiskin tidak pernah berhenti. Kendala usia tidak membuatnyamundur. Soalnya dia sudah menyatu dengan apa yang diakerjakan, katanya, “seperti memainkan hobi saya.” ■ SHBERITA TOKOHNama : Prof. DR. Haryono SuyonoTempat/Tgl. Lahir : Desa Pucang Sewu, Pacitan, 6 Mei 1938Ayah dan Ibu : Aliumoeso dan PadmirahIstri : Astuti HasinahAnak-Anak : Ria Indrastuti (1964), Dewi Pujiastuti (1965), FajarWiryono (1967), Rina Mardiana (1968).Pendidikan : SR, SMP, SMA, AIS, Doktor di University of Chicago, Profesor pada Universitas Airlangga.Pengalaman Kerja : Pegawai BPS, Kepala BKKBN, MenegKependudukan dan Menko Kesra dan Taskin.Kegiatan Sekarang: Aktif di Yayasan Damandiri selaku Wakil Ketua.BIODATA:
                                
   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29