Page 48 - Majalah Berita Indonesia Edisi 05
P. 48
48 BERITAINDONESIA, November 2005BERITA HUKUMNYANYIAN IRMANMENYERET DA’IPenyidikan kasus pembobolan Bank BNI Cabang KebayoranBaru memasuki babak baru. Mantan Kapolri Da’i Bachtiardan mantan Kabareskrim Erwin Mappaseng disebut-sebutikut menerima suap.Munculnya nama mantanKapolri Da’i Bachtiarmendapat respons dari(Pusat Pelaporan danAnalisa Transaksi Keuangan (PPATK). PPATK siap memeriksarekening Da’i, terkait tuduhan suap Rp 1miliar. Demikian dinyatakan KetuaPPATK Yunus Husain.Menurut Yunus, meski tidak dimintaPPATK berwenang memeriksa rekeningDa’i apabila mendapat laporan dari bankmengenai transaksi mencurigakan. Halitu penting dilakukan untuk membuktikan tudingan suap terhadap Da’i. Apalagisebelumnya Da’i secara tegas membantahtudingan miring itu, dan menyatakandirinya siap di periksa. (Indo Pos EdisiSenin 24/10).PPATK saat ini sedang melakukanaudit keuangan yang mendalam, gunamengungkap pembobolan yang dilakukan dan dimana saja uang hasil kejahatantersebut.Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum tertarik untukterlibat dalam penanganan dugaan penyuapan Rp 2 miliar oleh mantan DireksiBank BNI kepada mantan Kapolri Jenderal Da’i Bachtiar, kendati selama initelah menjadi lembaga pengawas dalamkasus tersebut. Menurut Wakil KetuaKPK Tumpak Hatorangan Panggabean,seperti dikutip Suara Karya (25/10),KPK sudah melakukan supervisi ataskasus ini namun belum tahu akan menangani atau tidak.Sementara itu mantan Direktur Kepatuhan Bank BNI M. Arsyad sudahdiperiksa oleh tim yang dipimpin olehKepala Divisi Profesi dan Pengamanan(Propam) Polri Irjen Yusuf Manggabaranidan Brigjen Indarto. Kadiv Humas PolriIrjen Pol Aryanto Boedihardjo mengatakan, pemeriksaan terhadap Arsyad dilakukan untuk dikonfrontasi denganpernyataan Kombes Irman Santoso yangmengatakan mantan Direktur BNI tersebut memberikan uang sebesar Rp 2miliar kepada mantan KabareskrimKomjen (Purn) Erwin Mappaseng.Menurut sumber di Mabes Polri,Kapolri Jenderal Sutanto sudah memerintahkan penyidik untuk menahanBrigjen Ismoko. Perintah tersebut disampaikan Kapolri dalam pertemuan dengantim penyidik pekan lalu. Ketika hal itudikonfirmasikan ke Kepala PelaksanaTim Penyidik Dugaan Tindak PidanaKasus Ismoko, Brigjen Indarto membenarkan (Media Indonesia 25/10).Cabut BAPKomisaris Besar Irman Santoso mantan Kepala Unit II Ekonomi KhususBareskrim Polri dipaksa mencabut kesaksiannya dalam kasus dugaan penyuapanpejabat Polri oleh mantan pejabat BNI.DitulisKoran Tempo, 25 Oktober 2005,konon dia ditekan dan diminta mencabutketerangannya dalam berita acara pemeriksaan.Dalam Berita Acara Pemeriksaan(BAP) tertanggal 17 Oktober 2005, Irmanmenyebutkan adanya dugaan keterlibatan mantan Kapolri Jenderal Da’iBachtiar dan mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Erwin Mappaseng yang menerima uang dari mantan Direktur Kepatuhan BNI Mohammad Arsyad. Mappaseng menerima uang Rp 2 miliar danseparohnya diteruskan kepada Da’i,terkait dengan proses penyidikan kasusletter of credit fiktif BNI yang merugikannegara Rp 1,7 trliun.Tekad Kapolri Jenderal Sutanto beberapa waktu yang lalu untuk melakukanpenyidikan ulang terhadap kasus BNI kinimulai menampakkan hasil.’ ■ SB, RHDari MK Untuk PresidenSSurat Mahkamah Konstitusi (MK)kepada Presiden menimbulkan kontroversi. Seperti ditulis majalah Tempoedisi 23 Oktober 2005, MK mempertanyakan mengapa peraturan presiden tentang kenaikan harga BBMmengacu pada UU No. 22 Tahun 2001tentang Minyak dan Gas Bumi. Kenapabukan berdasarkan revisi MK atas UUMigas yang telah diuji materil tanggal21 Desember 2004 lalu.Mensesneg Yusril Ihza Mahendramengatakan, MK tidak berwenangmenegur pemerintah. Jika ada putusanMK yang dilanggar pemerintah, yangberwenang mengingatkan adalah DPR.Ketua MK Jimly Asshidiqie dengantenang mengatakan bahwa surat yangdikirimnya bersifat informatif dan tidakmencampuri urusan pemerintah. Pemerintah sudah menanggapi surat itu.Menurut Menteri Energi dan SumberDaya Mineral Purnomo Yusgiantoro,pemerintah tidak akan membatalkanUU No. 22 Tahun 2001, melainkanhanya akan menyesuaikan tiga pasalyang telah dikoreksi MK. ■ RH