Page 33 - Majalah Berita Indonesia Edisi 101
P. 33


                                    BERITAINDONESIA, Edisi 101 33BERITA UTAMAadalah cara yang ditempuh banyak pemimpin negara untuk menghadapi pandemi Covid-19. Lalu, lockdown dan social distancing tersebut memberi tekanan pada ekonomi global. Tekanan ini telah menyebabkan beberapa pemimpin dunia melakukan pelonggaran tindakan penguncian dan pembatasan jarak sosial berskala besar. Ekonomi KehidupanSimon Mair mengutip ekonom James Meadway, bahwa respons Covid-19 yang tepat bukanlah ekonomi masa perang - dengan peningkatan produksi besar-besaran. Sebaliknya, kita membutuhkan ekonomi “anti-perang”. Dan jika kita ingin lebih tahan terhadap pandemik di masa depan (dan untuk menghindari perubahan iklim terburuk) kita membutuhkan sistem yang mampu mengurangi produksi dengan cara yang tidak berarti hilangnya mata pencaharian. Jadi, kata Simon, yang kita butuhkan adalah pola pikir ekonomi yang berbeda. Kita cenderung menganggap ekonomi sebagai cara kita membeli dan menjual barang, terutama barang-barang konsumsi. Tapi ini bukan ekonomi yang seharusnya. Pada intinya, ekonomi adalah cara kita memanfaatkan sumber daya kita dan mengubahnya menjadi hal-hal yang perlu dalam hidup kita. Dilihat dari cara ini, kita dapat mulai melihat lebih banyak peluang untuk hidup secara berbeda yang memungkinkan kita menghasilkan lebih sedikit barang tanpa meningkatkan kesengsaraan; tapi lebih berkeadilan sosial dan sekaligus untuk mengatasi perubahan iklim. Sebab, semakin banyak yang kita hasilkan, semakin banyak gas rumah kaca yang kita keluar kan. Jadi, bagaimana mengurangi jumlah barang sambil membuat orang tetap bekerja? Caranya, kita harus mengurangi ketergantungan orang pada upah untuk dapat hidup.Selama ini, pasar dan nilai tukar telah dipandang sebagai cara terbaik untuk menjalankan ekonomi. Akibatnya, sistem publik semakin mendapat tekanan. Saat ini, Covid-19 telah memberi pelajaran bahwa betapa salahnya kepercayaan kita tentang pasar atau nilai tukar. Banyak pekerjaan bergaji terbaik hanya untuk memfasilitasi pertukaran: menghasilkan uang, tapi mereka tidak melayani tujuan yang lebih luas bagi masyarakat. Sementara itu, terjadi krisis dalam perawatan kesehatan dan sosial.Covid-19 telah memaksa para pemimpin negara memperlambat produksi. Tapi, mengapa banyak negara sangat tidak siap untuk memperlambat produksi? Jawabannya terletak pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini: mereka tidak memiliki “pola pikir” yang tepat. Menurut Simon, Covid-19, kiranya menjadi penuntun prinsip ekonomi: Apakah kita menggunakan sumber daya kita untuk memaksimalkan pertukaran dan uang, atau apakah kita menggunakannya untuk memaksimalkan kehidupan?Dari analisis Simon Mair tersebut, dalam konteks Indonesia sesungguhnya sehari sejak awal Proklamasi Kemerdekaan, pada 18 Agustus 1945, sudah punya lima nilai-nilai dasar dan konstitusi yang memiliki kepekaan respons terdesentralisasi yang memprioritaskan perlindungan kehidupan: Kemanusiaan yang adil dan beradab; dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang juga disebut sosialisme Indonesia, yang bukan sosialisme negara radikal, apalagi bukan barbarisme dan kapitalisme negara yang kuat memprioritaskan nilai tukar; Yang oleh Syaykh Panji Gumilang diaplikasikan dalam protokol kehidupan baru, yakni Orde Hidup Baru, disingkat Orhiba.Syaykh Al-Zaytun Panji Gumilang
                                
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37