Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 17
P. 16
16 BERITAINDONESIA, 27 Juli 2006BERITA UTAMAdikan kebun jarak dan sawit yang luasnya3-4 juta hektar. Langkah ini dimaksudkanuntuk meningkatkan ekonomi rakyat,devisa negara, menciptakan lapangankerja, menghidupkan sektor usaha kecildan mencengah arus urbanisasi. Presidenmelihat banyak tanah yang dulu dikuasaikonglomerat kini terlantar. “Rakyat bisamemanfaatkan satu atau dua hektar lahan,ini adil,” kata Susilo di Magelang, JawaTengah, Minggu (2/7). Pemerintah siapmendorong pengembangan empat komoditas pertanian dan perkebunan; tebu,singkong, kelapa sawit dan jarak sebagaibahan baku nabati untuk pengembanganbioenergi. Tebu dan singkong sebagaipembentuk ethanol, kelapa sawit dan jarakuntuk bahan bakar biodiesel.Empat produsen biodiesel siap beroperasi akhir tahun ini dengan totalkapasitas produksi 410 ribu ton per tahun.PT Sumiasih 60.000 ton per tahun, PTMusimas 100.000 ton/tahun, PT SinarMas 100.000 ton/tahun dan PT Mopoli150.000 ton/tahun. Pabrik-pabrik tersebut dibangun setahun terakhir. MenteriPerindustrian Fahmi Idrismengatakan departemennyasedang mendesain 8 unit pabrikpengolahan biji jarak dan kelapasawit untuk menjadi bahanbakar biodiesel. Jika nanti sudah diproduksi secara massal,minyak jarak akan jauh lebihmurah dibandingkan solar, yaitu hanya Rp 4.000 per liter,sehingga kalangan industri bisamenekan biaya produksi. Selama ini tanaman jarak telahsukses dikembangkan di NTTdan NTB. Pemerintah berencana memperbesar volume produksinya di daerah-daerah potensial lainnya; Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Satu pertanyaan penting yang perludijawab, siapa yang me-masarkan keduajenis BBN itu bilamana sudah diproduksisecara komersial? Pertanyaan pelik tersebut sudah dijawab oleh Direktur UtamaPertamina Arie Sumarno. Arie mengatakan perusahaannya siap menyediakanfasilitas untuk menampung dan mendistribusikan seluruh pasokan bahanbakar alternatif; biodiesel dan bioethanol.“Berapa pun jumlahnya kita tampung,”kata Arie. Pertamina akan memasarkancampuran biodiesel dan solar serta bioethanol dan premium. Saat ini Pertaminasudah me-masarkan BBN Biosolar (B-5) —campuran solar (95%) dan biodiesel sawit(5%). Khusus minyak jarak, kata Arie,harus diproses lagi menjadi fatty accidmethyl (FAME) agar bisa dicampur dengan solar.Hemat DevisaSusilo memperoleh informasi dariBadan Pertanahan Nasional (BPN) danDepartemen Kehutanan bahwa seluas 10juta hektar lahan yang tersebar di seluruhIndonesia bisa dibudidayakan lahan bahanbaku BBN. Dalam hal ini presiden meminta BPN, Departemen Kehutanan,Departemen Pertanian, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, DepartemenPerindustrian dan BUMN untuk melakukan pemetaan lahan baku. Dan pabrikpengolahan mesti berdekatan denganbahan baku. Inilah cara yang paling efisiendi dalam upaya mengatasi krisis BBM.Menurut Deputi Kepala BPPT, Dr.Wahono Sumaryono, pengembangan BBNbisa menghemat penggunaan devisa. Diamengedepankan fakta, tahun 2005 konsumsi premium saja mencapai 16 juta kiloliter, meningkat jadi 22,5 juta kilolitertahun 2010 dengan proyeksi laju kebutuhan 7% per tahun. Produk Biopremium dengan campuran; premium 90Ún etanol 10%, maka akan ada efisiensi10%, setara 1,35 miliar dolar AS denganasumsi harga bensin 60 sen dollar perliter.Kata Wahono, bagusnya lagi, gaskoholyang dicampurkan dalam premium bisamenaikkan nilai oktah, atau hasil pembakarannya jauh lebih bagus.Perhitungan Wahono lainnya, satu litergaskohol dihasilkan dari 6,5 kilogramsingkong. Kalau harga singkongnya Rp300 per kilogram, maka biaya produksigaskohol sekitar Rp 3.000 per liter. Kalaudijual dengan harga Rp 5.000 seliter, iniharga yang sangat bagus. Sedangkan premium bersubsidi Rp 4.500 per liter,kemudian dikurangi 10%, menjadi Rp4.050 per liter. Perhitungan sederhanyaRp 4.500-4.550 per liter. Kalau produksinya lebih efisien, maka harganya bisasetara dengan premium yang disubsidi.Di sisi petani, harga singkong di pasarRp 500 per kilogram, tetapi di sentraproduksi di Lampung hanya Rp 200 perkilogram. Misalnya, diambil harga medium, Rp 350 per kilogram, dengan hargatersebut petani sudah untung. Denganmenanam singkong secara intensif, seorang petani bisa menghasilkan 25 ton perhektar, sekarang baru 15 ton per hektar.Pendapatan bulanannya Rp 450.000-500.000 per bulan. Masa panen singkongantara 3 sampai 6 bulan. Dan biayabudidaya tidak semahal menanam padi.Sedangkan pada masa menunggu panen,petani melakukan pekerjaan-pekerjaanlain.Sedangkan untuk budidaya tebu, seorang petani bisa memperoleh penghasilanRp 900.000 sebulan. Selama menunggupanen dia juga bisa melakukan pekerjaansela dengan upah Rp 20.000 per hari.Kalau dia bekerja 10 hari saja dalamsebulan, maka penghasilan tambahannyaRp 200.000. Memang dengan menggunakan tetes tebu, pihak pabrik yang rugi,karena 1 liter gaskohol membutuhkan 15 kilogram tetes tebu.Biaya produksi sekitar Rp 4.000per liter. Tetapi tetes tebu merupakan hasil sampingan darigula tebu. Kata Wahono, nantidalam skenarionya, pengembangan bioethanol tetes tebuharus dilakukan dengan pabrikpabrik gula nasional.Sedangkan perkebunan jarakbaru bisa menghasilkan panenraya dua tahun lagi. Yang sudahada produk kelapa sawit. “Tetapikeduanya harus sinergis,” kataWahono. Tanaman jarak mulaiberbuah enam bulan, baru bagusdipanen sekitar tiga tahun. Tetapi masaproduktifnya jauh lebih panjang dari sawit.Sekarang, katanya, bagaimana budidayakelapa sawit, jarak, singkong dan tebuuntuk BBN bisa menguntungkan petani,pihak pabrik dan konsumen.Harganya sama dengan BBM yangdisubsidi, kata Wahono, tetapi BBN lebihbersih dan bagus untuk lingkungan. Jadipemerintah tidak dibebani subsidi danemisi gasnya jauh lebih baik dan bersihdari bahan bakar fosil. Dampak positiflainnya, kata Wahono, adanya budidayaBBN akan meningkatkan perputaranekonomi pedesaan yang mampu membendung laju urbanisasi. Juga jasa transportasi akan termotivasi.“Program BBN ini inovatif dan semuapihak untung asalkan dikelola denganbaik,” kata Wahono. ■ AD, Rh, Sb, SHDeputi Kepala BPPT, Dr. Wahono SumaryonoFOTO : WILSON E